Retaknya Sebuah Hati

Retaknya Sebuah Hati

Liburan Sekolah

Arifa Nazwa, seorang siswi sebuah akademi tingkat akhir di kota B. Usianya saat ini, 18 tahun. Masa dimana Arifa sedang mencari jati diri.

Ia bukan hanya memiliki paras yang cantik dan memikat, kecerdasannya di bidang pendidikan pun tidak dapat diragukan lagi. Tidak sedikit pelajar di sana yang iri padanya, karena Arifa cukup terkenal di akademi itu.

Kedua orang tua Arifa sengaja menaruhnya di tempat belajar yang mayoritas perempuan. Mereka hanya ingin Arifa fokus tanpa ada gangguan dari kaum laki-laki yang bisa menghambat prestasinya.

Seperti halnya hari ini, Zakaria baru saja tiba di parkiran tempat akademi Arifa berada. Wajahnya tampak lesu, sebab ia hanya datang sendiri tanpa istrinya. Padahal, biasanya urusan pengambilan raport sekolah selalu dilakukan oleh Sinta. Sedangkan ia hanya menunggu di luar ruang kelas.

Dari kejauhan, ia melihat Arifa sedang asik bersenda gurau dengan kedua temannya. Tarikan napas panjang lalu dihembuskan dengan kasar pun ia lakukan sebelum melangkahkan kakinya menghampiri anak perempuannya itu.

"Rifa, itu bukannya papahmu?" tanya Andini sambil menunjuk ke arah Zakaria membuat Arifa ikut menoleh.

"Wah iya kamu benar, Din!" seru Arifa dengan wajah yang sumringah. Namun, seketika dalam hatinya bertanya tentang keberadaan mamahnya. "Ya udah, aku ke sana dulu ya. Sebentar lagi pembagian raport akan dimulai, bukan ?" lanjut Arifa tak lupa senyuman pun mengembang dikedua sudut bibir tipisnya bersamaan dengan anggukan kepala mereka, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan kedua temannya itu untuk menghampiri Zakaria.

Arifa berlari kecil menghampiri sang ayah lalu memeluknya dengan suka cita. Rasa rindu yang membuncah setelah 6 bulan berpisah sementara untuk menempuh pendidikan di kota yang berbeda dengan kedua orang tuanya.

"Papah, Rifa kangen."

Kedua mata Arifa berbinar lalu seketika berkaca-kaca. Ia belum tahu apa yang telah terjadi. Tapi setidaknya, Zakaria ada di sana untuk memberinya dukungan.

"Ayok, kita ke kelas!" ajak Zakaria dan Arifa melepaskan pelukannya. "Papah yakin, kali ini ranking kamu gak akan merosot, karena kamu anak kebanggaan Papah." Cubitan kecil mendarat di pipi tirus Arifa.

"Semoga, Pah. Ayok!"

Mereka pun pergi ke kelas Arifa.

...****************...

Di tempat lain, seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik seperti usia 30 tahunan itu sedang duduk di sebuah kafe sendirian dengan kedua tangan yang ia letakkan di atas meja, sambil sesekali mengaduk-aduk segelas ice cappucino di depannya.

"Hei, bengong aja!" Suara seorang laki-laki membuat wanita itu terkejut.

"Ih, kamu ngagetin aja deh!" Wanita itu berdecak dengan wajah yang kesal.

"Ta, kamu yakin sama keputusan itu? udah dipikirin matang-matang? secara dia kan yang udah nemenin kamu dari nol, masa kamu mau ninggalin dia gitu aja sih." Ucapan laki-laki itu membuat wanita yang tak lain adalah Sinta, menghembuskan napas kasar.

"Aku tuh udah capek, Nan. Selama ini udah aku tahan. Udah gak sanggup rasanya kalau terus bertahan sama dia," keluh Sinta pada Keenan. Laki-laki yang setahun belakangan ini dekat bahkan menjadi teman pelipur lara Sinta.

"Oke, terus anak-anak kamu udah pada tahu?" tanya Keenan dan Sinta hanya menggeleng lemah. "Ta, kamu gak mikirin perasaan mereka?" tanya Keenan lagi. Kini, Sinta pun terdiam.

"Kamu sendiri, apa mikirin perasaan istri dan ketiga anak-anak kamu, Nan? Setahun kita dekat dan saling mengenal. Sering jalan bareng pas akhir pekan, apa kamu gak sedikitpun ada perasaan sama aku, Nan?" Emosi Sinta mulai naik ke permukaan. Matanya mulai memerah dan berkaca-kaca. Keenan terkejut mendengar hal yang dikatakan oleh Sinta barusan.

"Ta, kamu salah paham. Aku ... " baru saja Keenan ingin menjelaskan, Sinta memotongnya terlebih dahulu.

"Apa? salah paham?" Sakit, itu yang Sinta rasakan dalam hatinya. Bukan ia tak sadar dengan statusnya dan juga Keenan saat ini. Tapi perasaan mengalahkan segalanya. Sinta terlanjur jatuh hati pada sosok Keenan yang ia anggap sangat mengerti dirinya.

Salah, seharusnya perasaan Sinta hanya untuk Zakaria, suaminya. Bukan untuk Keenan yang masih berstatus suami orang.

"Ta, please. Aku benar-benar cuma anggap kamu sebagai sahabat, oke?" Keenan berdiri, sementara Sinta mengalihkan pandangannya melihat ke luar jendela. "Aku pergi," lanjutnya kemudian meninggalkan Sinta yang masih membeku di tempatnya.

...****************...

"Nilai kamu semakin membuat Papah bangga, Fa! semoga prestasimu gak akan turun ya sampai kelulusan nanti. Supaya, kamu bisa masuk ke perguruan tinggi yang kamu inginkan dan jurusan yang kamu minati!" seru Zakaria yang begitu senang melihat hasil belajar Arifa 6 bulan terakhir ini. Kini keduanya sedang berjalan di sepanjang lorong menuju asrama yang Arifa tempati.

"Iya, Pah. Ini semua juga berkat doa mamah sama papah. Omong-omong kak Farhan gimana kabarnya ya Pah?" tanya Arifa yang juga rindu dengan kakak semata wayangnya itu.

"Farhan, baik kok. Semalam baru aja telepon Papah. Katanya dia kangen sama kamu. Kalau gak ada halangan, bulan depan dia bakal kembali ke Indonesia."

"Asik, udah lama banget ya Pah kita gak ketemu kak Farhan. Pasti dia makin tinggi deh!" seru Arifa membuat Zakaria tertawa.

"Udah pasti itu!"

Arifa pun ikut tertawa. Tak terasa keduanya telah sampai di depan gerbang asrama.

"Pah, Rifa ambil koper dulu ya ke dalam." Izin Arifa dan Zakaria pun menganggukkan kepalanya.

"Iya, Papah tunggu di sini ya, Fa."

"Oke, Pah."

Arifa pun masuk ke dalam. Tak butuh waktu lama, ia muncul di hadapan Zakaria yang duduk menunggunya sambil memainkan ponsel.

"Ayok, Pah! kita liburan." Ajak Arifa dengan penuh semangat. Zakaria memasukkan ponselnya ke dalam saku celana kemudian berdiri. Keduanya pun berjalan menuju parkiran.

Kondisi akademi saat ini memang sangat ramai. Banyak orang tua yang datang untuk menjemput anak mereka. Liburan pun dimulai hingga 2 minggu ke depan.

Kebanyakan dari mereka pelajar tingkat awal. Karena mayoritas yang berada di tingkat akhir memilih kembali ke rumah lebih dulu untuk mempersiapkan ujian akhir dan juga perguruan tinggi yang akan mereka tempuh.

Setibanya di dalam mobil, Arifa tampak murung. Zakaria melihat raut wajah Arifa yang berubah seketika pun merasa terenyuh.

"Fa ... "

"Pah, mamah kenapa gak ikut? Sibuk ya sama pelanggannya di butik?" tanya Arifa yang sejak tadi ia tahan untuk menanyakan soal Sinta saat masih di lingkungan akademi.

"Sebenarnya ... " hati Zakaria terasa meradang. Ia tidak ingin anak perempuannya itu ikut sedih seperti yang dirasakannya. "Nanti kita bicara di rumah ya." Sambungnya, Arifa hanya mengangguk sambil menghembuskan napas.

Sepanjang perjalanan, Zakaria berusaha menghibur Arifa. Dinyalakannya musik kesukaan mereka berdua. Sebab ia tidak ingin pikiran Arifa terbebani dengan masalah yang sedang dihadapinya saat ini.

"Fa, gimana sebelum sampai rumah kita makan dulu? kamu mau makan apa? fried chicken? burger? vanilla latte? atau apa ?"

"Semuanya boleh, Pah?" tanya Arifa dengan sungguh-sungguh.

"Apa sih yang enggak buat anak kesayangan Papah. Lets go!"

Mobil pun melaju ke tempat dimana semua makanan itu berada. Sambil ikut bernyanyi, melupakan sejenak masalah dan bahagia.

...****************...

Setibanya di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota D. Arifa tak lupa menggandeng tangan Zakaria seperti biasanya. Walaupun usianya sudah remaja, Arifa tetap bayi kecil Zakaria yang sangat menggemaskan dan manja.

"Fa, kamu cari tempat duduk ya. Biar Papah yang pesan makanan," usul Zakaria saat mereka tiba di sebuah restoran di pusat perbelanjaan itu. Usulnya pun disetujui oleh Arifa.

Saat Zakaria tengah mengantre untuk memesan menu, tak sengaja ia mengenali seseorang yang lewat restoran itu.

"Kenapa dia ada disini?" tanya Zakaria dalam hatinya sambil memperhatikan kemana perginya orang itu.

...Bersambung ......

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

lanjut

2023-02-14

0

TK

TK

siapa tuh?

2022-09-15

1

🦊⃫⃟⃤Haryani_hiatGC𝕸y💞🎯™

🦊⃫⃟⃤Haryani_hiatGC𝕸y💞🎯™

Wah, kakak aku datang, selamat untuk karya baru😍 bab pertama kenapa mengiris jiwa, 😌 semoga Sinta sadar telah menyakiti anak-anaknya

2022-09-12

2

lihat semua
Episodes
1 Liburan Sekolah
2 Kekecewaan Arifa
3 Tidak Ada Di Butik
4 Kabar Tak Terduga
5 Baru Tahu Sifat Diana
6 Kepulangan Farhan
7 Family Time
8 Kiriman Paket Dokumen
9 Izin Yang Sempat Dilarang
10 Sidang Perceraian
11 Arifa Kena Sial
12 Kemana Perginya Papah?
13 Permintaan Konyol
14 Bagai Tak Dianggap
15 Perjanjian Tertulis
16 Menunggu Keputusan Arifa
17 Yang Terbaik
18 Berharap Hadirnya Pelangi
19 Kakak Yang Baik
20 Meninggalkan Tempat Kenangan
21 Tempat Kost Mewah
22 Jual Rumah
23 Pindah Ke Tempat Baru
24 Kedatangan Tamu
25 Tinggal Kenangan
26 Tidak Heran
27 Orang Gak Jelas
28 Bersyukur
29 Di Deketin Panitia Ospek
30 Ada Yang Kasmaran
31 Dikenali Teman Mamah
32 Jogging Bersama
33 Akhirnya Pulang
34 Ospek Last Day
35 Ada Saran Lain?
36 Penghilang Kepenatan
37 Diteriakin Kuntilanak
38 Menolak Untuk Menghindar
39 Tumben, basa-basi?
40 Keinginan Danish
41 Sebuah Kotak Hitam
42 Arifa Pingsan
43 Kita Berteman?
44 Bertemu Tapi Berpulang
45 Hampa dan Hambar
46 Bisa Bernapas Lega
47 Tulus atau Modus?
48 Benar-Benar Sakit Jiwa
49 Jatuh - Cinta
50 Senjata Makan Tuan
51 Selamat Bertemu Lagi
52 Sebuah Pernyataan
53 Salah Prasangka
54 Lepas Pandangan
55 Melampiaskan
56 Seakan Tertampar
57 Kiriman Makanan Pagi-Pagi
58 Jemputan Dadakan
59 Menolak Tegas!
60 Tempat Istimewa
61 Kembali Ke Asalnya
62 Mengunjungi Kakak
63 Kedatangan Dia
64 Apa Ini Lamaran?
65 Jangan Marah Dulu
66 Pulang Ke Tanah Air
67 Pindah Kampus
68 Kejutan Dari Danish
69 Sekali Seumur Hidup
70 Canggung
71 Efek Cuaca Pagi
72 Tidak Masalah
73 Sabarnya Seorang Istri
74 Panaslah Pokoknya!
75 Harapan Garis Dua
76 Masih Aman
77 Babymoon
78 Perasaan Tidak Nyaman
79 Apa Ada Yang Salah?
80 Lebih Sakit Dari Luka
81 Jawab Jujur!
82 Apa memang harusnya pergi?
83 Jangan Menunggu Kehilangan
84 Pikirkan Kembali
85 Kan Ku Buktikan
86 Kesempatan Terakhir (End)
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Liburan Sekolah
2
Kekecewaan Arifa
3
Tidak Ada Di Butik
4
Kabar Tak Terduga
5
Baru Tahu Sifat Diana
6
Kepulangan Farhan
7
Family Time
8
Kiriman Paket Dokumen
9
Izin Yang Sempat Dilarang
10
Sidang Perceraian
11
Arifa Kena Sial
12
Kemana Perginya Papah?
13
Permintaan Konyol
14
Bagai Tak Dianggap
15
Perjanjian Tertulis
16
Menunggu Keputusan Arifa
17
Yang Terbaik
18
Berharap Hadirnya Pelangi
19
Kakak Yang Baik
20
Meninggalkan Tempat Kenangan
21
Tempat Kost Mewah
22
Jual Rumah
23
Pindah Ke Tempat Baru
24
Kedatangan Tamu
25
Tinggal Kenangan
26
Tidak Heran
27
Orang Gak Jelas
28
Bersyukur
29
Di Deketin Panitia Ospek
30
Ada Yang Kasmaran
31
Dikenali Teman Mamah
32
Jogging Bersama
33
Akhirnya Pulang
34
Ospek Last Day
35
Ada Saran Lain?
36
Penghilang Kepenatan
37
Diteriakin Kuntilanak
38
Menolak Untuk Menghindar
39
Tumben, basa-basi?
40
Keinginan Danish
41
Sebuah Kotak Hitam
42
Arifa Pingsan
43
Kita Berteman?
44
Bertemu Tapi Berpulang
45
Hampa dan Hambar
46
Bisa Bernapas Lega
47
Tulus atau Modus?
48
Benar-Benar Sakit Jiwa
49
Jatuh - Cinta
50
Senjata Makan Tuan
51
Selamat Bertemu Lagi
52
Sebuah Pernyataan
53
Salah Prasangka
54
Lepas Pandangan
55
Melampiaskan
56
Seakan Tertampar
57
Kiriman Makanan Pagi-Pagi
58
Jemputan Dadakan
59
Menolak Tegas!
60
Tempat Istimewa
61
Kembali Ke Asalnya
62
Mengunjungi Kakak
63
Kedatangan Dia
64
Apa Ini Lamaran?
65
Jangan Marah Dulu
66
Pulang Ke Tanah Air
67
Pindah Kampus
68
Kejutan Dari Danish
69
Sekali Seumur Hidup
70
Canggung
71
Efek Cuaca Pagi
72
Tidak Masalah
73
Sabarnya Seorang Istri
74
Panaslah Pokoknya!
75
Harapan Garis Dua
76
Masih Aman
77
Babymoon
78
Perasaan Tidak Nyaman
79
Apa Ada Yang Salah?
80
Lebih Sakit Dari Luka
81
Jawab Jujur!
82
Apa memang harusnya pergi?
83
Jangan Menunggu Kehilangan
84
Pikirkan Kembali
85
Kan Ku Buktikan
86
Kesempatan Terakhir (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!