"Mamah ... baru datang?" tanya Arifa setelah melihat Sinta yang terkejut akan kedatangannya di butik.
"Iya, Fa. Kamu ... tumben ke sini. Papahmu tahu?" Sinta bertanya balik pada Arifa. Seketika anak perempuannya tampak berpikir sejenak.
"Hmm, tentu," jawab Arifa sambil menganggukkan kepalanya.
"Kamu naik apa ke sini?"
"Motor."
"Mana motor kamu, Fa?"
"Itu yang di ujung warna hitam, Mah."
Sinta melihat ke arah yang Arifa maksud. Dahinya mengernyit, seolah tidak percaya.
"Sendiri?" tanya Sinta berusaha menyakinkan dirinya. Arifa pun menjawabnya dengan anggukkan kepala.
"Bisa? kok Mamah baru tahu kamu bisa mengendari motor? sejak kapan?" cecar Sinta membuat Arifa menghela napasnya.
"Panjang Mah ceritanya ... hmm, Rifa baru aja mau ajak Mamah nonton ke bioskop. Tapi ... Rifa lihat di dalam ramai banget. Pasti Mamah sibuk deh hari ini," ujar Arifa sambil menunjukkan wajah murungnya.
Sinta menengok ke dalam, benar saja pelanggan hari ini cukup banyak dan pasti menyita waktunya seharian. Ia menjadi tidak enak hati pada anak perempuannya itu.
"Hmm, Rifa ... iya ternyata banyak juga customer Mamah di dalam. Maaf ya, nontonnya lain kali ... Mamah janji kalau lagi senggang, Mamah hubungin kamu terus kita jalan-jalan deh," bujuk Sinta sambil mengelus lembut lengan kiri Arifa.
"Oke deh kalau begitu, Rifa pergi dulu ya, Mah ... bye," pamit Arifa dan Sinta pun mengangguk sambil tersenyum.
Sebenarnya Arifa tidak tahu kemana ia akan pergi setelah ini. Tiba-tiba ia teringat untuk pergi ke rumah bibinya yang tidak jauh dari butik Sinta.
...****************...
Arifa kini telah sampai di pekarangan rumah adik dari papahnya itu. Kondisi di rumah itu tampak sepi. Mungkin penghuninya masih beraktifitas di luar, pikir Arifa demikian.
Tok, tok, tok. Arifa mengetuk pintu rumah itu. Ia mondar-mandir menunggu pintu rumah terbuka. Karena cukup lama, Arifa menunggu di ujung teras rumah itu.
"Kayak ada orang ... " seorang wanita berusia 35-an membuka pintu dan mencari keberadaan orang yang tadi di dengarnya mengetuk pintu.
Sementara Arifa masih duduk di ujung teras sambil membelakangi rumah dan memandangi deretan pohon rambutan yang mulai lebat buahnya. Suasana di sekitar pekarangan terasa nyaman, hembusan angin pun membuatnya perlahan jadi mengantuk. Arifa memejamkan kedua matanya. Tanpa ia sadari wanita yang tadi membukakan pintu sudah berada di belakangnya.
"Eh, Neng elu siape?"
Arifa membuka matanya lalu menoleh ke belakang.
"Bi Lina, ini Arifa anak papah Zakaria."
"Bujubuneng, bibi baru ngelihat Arifa lagi. Udeh kelihatan tambah dewasa ye sekarang. Sampe pangling Bibi. Ayok atuh masuk ke dalem," ucap Lina sambil mengajak Arifa.
"Iya, Bi." Arifa turun dari teras dan ikut bersama Lina masuk ke dalam rumah.
"Maap ye, baru Bibi bukain pintu. Habisnye Bibi baru kelar jam segini entuh. Beberes, nyuci, masak. Apanan bentar lagi si Zaki pulang sekolah."
"Oh gitu, Bi. Zaki udah masuk TK ya?"
"Iye ... duduk, duduk. Ape mau rebahan di kamar si Diana? dia sih paling pulang tengah hari."
"Di sini aja deh Bi gak apa-apa."
"Ye udeh deh, Bibi ambilin minum dulu ye kalo gitu."
"Iya Bi makasih ya."
"Arifa kalo mau selonjoran gak ape-ape selonjoran aje ye. Bibi tinggal ke belakang dulu."
"Iya, Bi."
Sementara Lina ke dapur, Arifa mengeluarkan ponselnya. Ada yang dia rindukan di sana tentunya, tiada lain seorang artis Korea yang menjadi idolanya, Haechan.
Saat Arifa tengah asik melihat live di akun sosial media milik Haechan. Tiba-tiba teriakan anak kecil terdengar santer di telingannya.
"Emak! Zaki pulang."
Arifa menoleh sambil tertawa. Anak laki-laki yang terakhir Arifa lihat masih bayi kini sudah besar dan memiliki suara yang kencang.
"Zaki, emakmu lagi di dapur. Samperin sana!" suruh Arifa pada Zaki. Anak kecil itupun melihatnya seksama.
"Teteh siapa? tamunya emak?"
Lagi-lagi Arifa tertawa. "Teteh anaknya uwa Zakaria."
"Oh, anaknya uwa. Zaki kira siapa."
"Ya udah sana samperin emaknya. Ganti baju terus minum susu," ledek Arifa membuat Zaki mengerutkan kedua alisnya. Wajahnya seketika tampak kesal.
"Ih, Teteh! Zaki kan udah gede tau! Zaki udah gak minum susu lagi!" bantah Zaki kemudian masuk ke dalam rumah dengan sepatu yang belum ia lepas sejak tadi.
"Waduh, beneran ngambek dia," gumam Arifa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tak lama terdengar tangisan Zaki dari arah dapur. Arifa ternganga. Lalu Lina pun keluar sambil membawa nampan yang berisikan cemilan. Tak hanya itu, kaki Lina sambil di peluk erat oleh Zaki yang masih menangis.
"Ya ampun, Zaki maafin Teteh ya," ucap Arifa sambil menghampiri Zaki.
"Biase dia mah Arifa, gak suka kalau diledekin minum susu." Lina tertawa kemudian. "Apanan ke sekolah juge gak mau di bekelin susu kayak temen-temennya itu," lanjutnya setelah menaruh makanan serta minuman ke atas meja, kemudian ikut duduk bersama Arifa.
"Udeh ye jangan nangis lagi. Teteh Arifa kan udeh minta maap sama Zaki," rayu Lina supaya Zaki berhenti menangis.
Anak laki-laki bertubuh tambun dengan wajah memelas dan sisa air mata di pipinya pun kemudian berkata, "Emak, Zaki laper."
Lina dan Arifa tertawa bersamaan.
"Iye, iye, emak ambilin makan dulu ye. Zaki tunggu di sini sama Teteh Arifa ye ..." usul Lina dan Zaki pun mengangguk setuju. "Oh iye, Arifa udeh makan belom? kalo belom, makan atuh ye," lanjut Lina yang bertanya pada Arifa.
"Enggak, Bi. Makasih ... aku udah makan kok tadi bareng Papah di rumah."
"Oh ye udah, Bibi tinggal dulu ye."
"Iya, Bi."
...****************...
Waktu telah menunjukkan pukul 12 siang. Terdengar suara motor yang berhenti di pekarangan rumah Lina. Arifa yang menyadari hal itu, segera ia simpan ponselnya ke dalam slingbag berwarna coklat tua.
"Diana!" panggil Arifa saat Diana baru saja melepaskan helmnya.
"Teh Arifa!" seru Diana lalu turun dari motor, kemudian uduk di teras untuk melepaskan sepatunya. "Udah lama apa dari tadi, Teh?" tanyanya pada Arifa.
"Dari tadi."
"Oh, Teteh sendiri?"
"Iya."
"Denger-denger Bang Farhan mau nikah ya, Teh?" tanya Diana membuat Arifa terkejut.
"Hei ... kok saya sebagai adiknya gak tau kabar ini ya?" Arifa balik bertanya dengan suara yang sengaja ia kencangkan seolah-olah marah.
"Asli Teteh gak tahu?" Diana bertanya lagi.
"Enggak, kamu tahu darimana, Di?"
"Kalau kata emak dari papah Teteh, makanya Bang Farhan bulan depan mau pulang ke Indo."
"Astaga, papah kok tega sih gak kasih tahu aku. Aku harus telepon kak Farhan nih!" Arifa semakin penasaran.
"Kita ke kamarku aja ya, Teh. Tapi bentar, aku mau bilang ke emak dulu. Takutnya dia malah nyariin gara-gara aku gak nunjukin batang hidung."
"Iya, iya udah sana. Teteh udah gemes sama kak Farhan, sama papah juga."
Diana tertawa sambil berlalu dari Arifa utuk menghampiri Lina yang sedang berada di dapur. Tak lama, Diana pun menghampiri Arifa kembali.
"Ayok, Teh!" ajak Diana dan Arifa pun bangkit dari duduknya lalu ikut masuk ke dalam kamar sepupunya itu.
Arifa tercekat saat melihat kamar Diana, barang-barang tersusun rapih, wangi. Sungguh sangat berbeda dengan kondisi kamarnya.
"Ini kamar kamu yang beresin, Di?" tanya Arifa penasaran.
"Ya enggaklah, Teh. Kan ada emak," jawab Diana dengan percaya dirinya. Arifa langsung berdecak dan memutar malas bola matanya.
"Teh, aku ganti baju dulu ya."
"Iya."
Arifa merebahkan dirinya di atas ranjang lalu memposisikan tubuhnya tengkurap. Ia membuka layar ponsel dan mencari kontak Farhan di sana. Arifa pun mulai melakukan panggilan, tak selang berapa lama Farhan menjawabnya.
"Hallo, ini siapa?"
"Bisa bicara dengan Farhan ?" tanya Arifa yang merubah suaranya seperti seorang customer service.
"Saya sendiri, ini siapa? kok bisa tahu nomor saya?"
"Selamat Anda mendapatkan jackpot! hahahahaha."
Mendengar suara asli Arifa, Farhan langsung mengenalinya.
"Astaga, ternyata adik kakak yang comel ye, kah?"
"Dah lama ni akak tak balik kampung. Adik dah rindu dengan akak. Betul, betul, betul."
"Aish! Dah lah Arifa. Ada apa telepon kakak? masih jam kerja ini."
"Oke, to the point. Kenapa kak Farhan gak bilang kalau kakak mau nikah?" tanya Arifa yang mengintimidasi dengan nada manjanya.
"Hehe, maaf ya. Tapi memang papah gak kasih tahu kamu?"
"Enggak sama sekali!" Arifa semakin kesal.
"Oke, oke jangan marah ya, Nduk. Maafin kakak ya."
"Iya udah deh aku maafin, tapi ada syaratnya!"
"Apaan tuh?"
"Kakak pulang dong sekarang, aku lagi liburan nih. Sepi tahu kak di rumah." Arifa merajuk kepada Farhan.
"Hmm ... nanti kakak lihat jadwal dulu ya. Kalau sekarang pasti cuma bisa paling lama 5 hari."
"Gak apa-apa deh kak. Apa kakak tahu soal mamah mau cerai dari papah?" tanya Arifa dengan raut wajah sedihnya.
Tanpa ia sadari, Diana sudah berada di sampingnya. Seketika Diana pun terkejut mendengar hal itu.
"Teteh ... "
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
next next next 👍
2022-09-10
1
ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •
masih penasaran😋
2022-09-09
1
Titik pujiningdyah
masih ku terawang, kenapa emaknya Rifa kenceng bngt minta cerai
2022-09-09
1