Yang Terbaik

Keesokan harinya.

Setelah kenyataan yang telah diutarakan oleh Zakaria, kini Arifa sudah terbiasa bangun pagi dan mengerjakan pekerjaan rumah. Begitu pula dengan tubuhnya.

Namun berbeda dengan hari ini, Arifa enggan untuk mengerjakan apapun. Ia seperti kehilangan separuh jiwanya bersama kematian sang ayah.

Tok, tok, tok.

Arifa yang sejak tadi masih bergulung dengan selimut pun terbangun saat mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Dengan rasa malas, ia turun dari tempat tidur untuk membukakan pintu kamarnya.

"Fa, ini sarapan dulu," ucap Farhan sambil menyodorkan kantong plastik berwarna putih yang berisi nasi bungkus serta segelas air putih kepada Arifa.

"Makasih, Kak." Arifa mengambil kantong plastik beserta gelas dari tangan Farhan.

"Habis makan terus mandi ya!" pinta Farhan saat melihat Arifa berwajah lusuh dan rambut yang acak-acakkan itu.

"Memangnya mau kemana, Kak? Rifa kan di rumah aja, ngapain juga mandi," ujar Arifa saat melihat Farhan yang sudah rapih dengan pakaian kantornya.

"Kita ke rumah pak Brama," jawab Farhan membuat Arifa mengerutkan keningnya.

"Buat apa, Kak? kan aku belum ambil keputusan," jawab Arifa dengan nada bicara yang mulai meninggi. Ia takut dan beranggapan kalau Farhan juga mengambil keputusan sepihak seperti yang dilakukan oleh mendiang papahnya.

Farhan menarik tangannya masuk ke dalam kamar. Ia mendudukkan Arifa di pinggir tempat tidur, sedangkan dirinya menarik kursi yang ada di depan meja belajar adiknya itu.

"Sekarang Kakak mau tanya, apa keputusanmu ?" tanya Farhan dengan wajah serius.

"Rifa gak mau kalau disuruh kerja di tempat pak Brama itu, Rifa masih mau menggapai cita-cita Rifa, Kak," jawab Arifa dengan raut wajah yang sendu.

"Oke, kalau gitu ... kita serahin aja perusahaan milik papah ke pak Brama, dengan begitu hutang papah bisa lunas."

"Tapi, apa mungkin pak Brama itu masih mau terima, Kak?" tanya Arifa penuh harap.

"Berdoa aja ... " Farhan tersenyum agar Arifa mau ikut dengannya. "Ayuk! habiskan sarapanmu, setelah itu kita pergi ke rumah pak Brama. Kebetulan hari ini tanggal merah, bisa jadi pak Brama ada di rumah."

"Iya udah deh, Kak."

Farhan berdiri lalu mengembalikan kursi yang tadi ia duduki ke tempatnya kembali lalu pergi dari kamar Arifa. Sedangkan Arifa memakan sarapannya.

...----------------...

Pukul delapan pagi, Arifa dan Farhan tiba di kediaman pak Brama yang sesuai dengan alamat dari berkas yang kemarin mereka dapat. Tampak di hadapan mereka sebuah rumah mewah bernuansa gold, dengan halaman yang sangat luas.

Tiba-tiba Arifa teringat sesuatu.

Bukannya ini rumah Bianka ya? Terus apa hubungannya pak Brama itu sama Bianka? apa Bianka juga anak pak Brama?

"Fa."

Arifa tidak mendengar suara Farhan.

"Rifa!" panggil Farhan dengan suara yang cukup keras karena sejak tadi adiknya terus melamun.

"Eh iya, Kak," sahut Arifa yang terkejut.

"Mau turun apa enggak sih, Fa? Kita udah sampai, kamu kok jadi melamun," ujar Farhan membuat Arifa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Iya Kak iya ... tapi apa kita parkir di luar gerbang ini ?" tanya Arifa kemudian.

"Makanya kita turun dulu, tanya sama satpam benar gak ini rumahnya pak Brama," jelas Farhan sambil menghela napasnya. Arifa mengangguk pelan.

"Oke."

Keduanya turun dari mobil dan menghampiri dua orang satpam yang tengah duduk dan sejak tadi memperhatikan kedatangan mereka dari dalam sebuah pos. Salah satu diantara mereka pun berdiri saat Arifa dan Farhan telah berdiri di depan pos

"Permisi, selamat pagi, Pak," sapa Farhan.

"Pagi, ada yang bisa kami bantu, Pak?" tanya satpam.

"Saya Farhan dan ini adik saya, Arifa. Apa benar ini alamat rumah pak Brama?" tanya Farhan kembali.

"Anda tahu darimana ya ?" Satpam itu berbalik nanya karena merasa heran. Sebab bukan orang sembarangan yang bisa tahu alamat rumah tempatnya berjaga.

Farhan mengeluarkan secarik kertas berisikan alamat rumah tersebut yang sebelumnya ia salin, lalu memberikannya pada satpam. "Ini, Pak."

Satpam melihat kembali dengan teliti. "Kalau dari alamatnya memang benar pak disini. Tapi ... " ia tidak melanjutkan perkataannya, dan malah melihat ke arah temannya yang sedang duduk. Seketika temannya menganggukkan kepala seolah memberi kode. "Tapi, orang yang kalian cari sudah meninggal dari sebulan yang lalu."

Farhan maupun Arifa pun terkejut dan saling bertukar pandang. Keduanya sama-sama terdiam.

"Memangnya kalian ada perlu apa dengan mendiang pak Brama?" tanya satpam yang sejak tadi duduk.

"Kami ada perlu dengan beliau, Pak," jawab Arifa.

"Sekarang di rumah ini hanya ada dua orang majikan kami, satu anak bungsu pak Brama dan satunya cucu pak Brama. Sebenarnya anak sulungnya masih ada, tapi dia dan istrinya tinggal di luar negeri dan menetap di sana." Penjelasan satpam membuat Farhan dan Arifa paham.

"Lantas, apa kami boleh bertemu dengan anak bungsu pak Brama?" tanya Arifa.

"Sebentar ya, akan saya tanyakan dulu kepada beliau. Sebab, dihari libur pun, beliau sibuk kerja di rumah," jelas satpam itu lagi.

Arifa dan Farhan menunggu sejenak ditengah teriknya matahari yang mulai mencorot dari atas kepala.

Sementara itu, di dalam sebuah ruangan yang di design tidak berbeda dengan ruang kantor di perusahaan. Terdapat seorang laki-laki yang tengah sibuk di depan laptopnya.

Telepon yang ada di atas mejanya berbunyi. Lalu sebelah tangannya meraih gagang telepon dengan kedua mata yang masih fokus ke layar laptop tersebut.

"Maaf Pak mengganggu, ada yang mencari Bapak."

Mendengar laporan satpam, laki-laki itu tersenyum menyeringai. Ternyata sejak tadi ia tidak mengerjakan pekerjaan kantor, melainkan melihat CCTV yang ada di depan rumah lewat layar laptopnya tersebut. Bahkan memperhatikan Arifa dan Farhan dengan seksama.

"Suruh mereka masuk!" titah laki-laki itu kemudian memutus panggilan teleponnya.

Satpam yang masih memegang gagang telepon itu terkejut dan merasa heran. Ia pun segera menaruh gagang teleponnya lalu menghampiri kedua tamu.

"Silahkan masuk, Pak. Biar saya bukakan pintu gerbangnya dan Bapak bisa memasukkan mobil ke halaman rumah," ucap satpam yang tadi menelepon tuan rumah, sedangkan satpam satunya lagi duduk di kursinya.

"Oh iya, Pak."

Arifa dan Farhan segera masuk ke dalam mobil lalu memasukkan mobil sesuai apa yang dikatakan satpam tadi.

Setelah mereka berada di halaman rumah, satpam itupun menutup pintu gerbangnya kembali. Arifa maupun Farhan turun dari mobil, bersamaan dengan satpam yang tadi sempat duduk, kini menghampiri mereka.

"Mari saya antar."

Arifa dan Farhan menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

"Ini pintu depan rumahnya, kalian langsung masuk saja ke dalam. Terus tunggu di sofa yang ada di ruang tamu," kata satpam tersebut.

"Baik, Pak."

"Kalau begitu saya tinggal ke pos lagi ya."

"Iya, Pak," ucap Arifa dan Farhan bersamaan.

Setelah satpam itu pergi, keduanya masuk ke dalam. Ternyata di dalam tak kalah terlihat mewah. Bahkan banyak sekali CCTV yang ada di setiap sudut di sana. Rumah dengan model open space membuat ruangan didalamnya tampak sangat luas.

Tak lama mereka menunggu, terdengar suara langkah kaki yang menuruni anak tangga. Lalu muncullah laki-laki yang dimaksud oleh satpam tadi, anak bungsu pak Brama.

"Selamat pagi," sapa laki-laki itu dengan raut wajahnya yang ramah.

"Pagi," sahut Arifa dan Farhan bersamaan sambil berdiri.

"Silahkan duduk kembali," titah laki-laki itu. Arifa dan Farhan duduk kembali.

"Kalian pasti sudah mengenal saya, bukan? atau saya perlu memperkenalkan diri kembali?"

"Boleh, Pak," celetuk Arifa sambil terseyum.

Laki-laki itu mendesis, "Baiklah, saya Danish. Anak bungku pak Brama. Jadi apa maksud kalian datang ke sini?"

"Pak Danish, jadi begini ... "

...Bersambung ......

...----------------...

...Visual Tokoh...

...Danish...

Terpopuler

Comments

Titik pujiningdyah

Titik pujiningdyah

aiih abang ini ada di sini🤭

2022-09-19

1

lihat semua
Episodes
1 Liburan Sekolah
2 Kekecewaan Arifa
3 Tidak Ada Di Butik
4 Kabar Tak Terduga
5 Baru Tahu Sifat Diana
6 Kepulangan Farhan
7 Family Time
8 Kiriman Paket Dokumen
9 Izin Yang Sempat Dilarang
10 Sidang Perceraian
11 Arifa Kena Sial
12 Kemana Perginya Papah?
13 Permintaan Konyol
14 Bagai Tak Dianggap
15 Perjanjian Tertulis
16 Menunggu Keputusan Arifa
17 Yang Terbaik
18 Berharap Hadirnya Pelangi
19 Kakak Yang Baik
20 Meninggalkan Tempat Kenangan
21 Tempat Kost Mewah
22 Jual Rumah
23 Pindah Ke Tempat Baru
24 Kedatangan Tamu
25 Tinggal Kenangan
26 Tidak Heran
27 Orang Gak Jelas
28 Bersyukur
29 Di Deketin Panitia Ospek
30 Ada Yang Kasmaran
31 Dikenali Teman Mamah
32 Jogging Bersama
33 Akhirnya Pulang
34 Ospek Last Day
35 Ada Saran Lain?
36 Penghilang Kepenatan
37 Diteriakin Kuntilanak
38 Menolak Untuk Menghindar
39 Tumben, basa-basi?
40 Keinginan Danish
41 Sebuah Kotak Hitam
42 Arifa Pingsan
43 Kita Berteman?
44 Bertemu Tapi Berpulang
45 Hampa dan Hambar
46 Bisa Bernapas Lega
47 Tulus atau Modus?
48 Benar-Benar Sakit Jiwa
49 Jatuh - Cinta
50 Senjata Makan Tuan
51 Selamat Bertemu Lagi
52 Sebuah Pernyataan
53 Salah Prasangka
54 Lepas Pandangan
55 Melampiaskan
56 Seakan Tertampar
57 Kiriman Makanan Pagi-Pagi
58 Jemputan Dadakan
59 Menolak Tegas!
60 Tempat Istimewa
61 Kembali Ke Asalnya
62 Mengunjungi Kakak
63 Kedatangan Dia
64 Apa Ini Lamaran?
65 Jangan Marah Dulu
66 Pulang Ke Tanah Air
67 Pindah Kampus
68 Kejutan Dari Danish
69 Sekali Seumur Hidup
70 Canggung
71 Efek Cuaca Pagi
72 Tidak Masalah
73 Sabarnya Seorang Istri
74 Panaslah Pokoknya!
75 Harapan Garis Dua
76 Masih Aman
77 Babymoon
78 Perasaan Tidak Nyaman
79 Apa Ada Yang Salah?
80 Lebih Sakit Dari Luka
81 Jawab Jujur!
82 Apa memang harusnya pergi?
83 Jangan Menunggu Kehilangan
84 Pikirkan Kembali
85 Kan Ku Buktikan
86 Kesempatan Terakhir (End)
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Liburan Sekolah
2
Kekecewaan Arifa
3
Tidak Ada Di Butik
4
Kabar Tak Terduga
5
Baru Tahu Sifat Diana
6
Kepulangan Farhan
7
Family Time
8
Kiriman Paket Dokumen
9
Izin Yang Sempat Dilarang
10
Sidang Perceraian
11
Arifa Kena Sial
12
Kemana Perginya Papah?
13
Permintaan Konyol
14
Bagai Tak Dianggap
15
Perjanjian Tertulis
16
Menunggu Keputusan Arifa
17
Yang Terbaik
18
Berharap Hadirnya Pelangi
19
Kakak Yang Baik
20
Meninggalkan Tempat Kenangan
21
Tempat Kost Mewah
22
Jual Rumah
23
Pindah Ke Tempat Baru
24
Kedatangan Tamu
25
Tinggal Kenangan
26
Tidak Heran
27
Orang Gak Jelas
28
Bersyukur
29
Di Deketin Panitia Ospek
30
Ada Yang Kasmaran
31
Dikenali Teman Mamah
32
Jogging Bersama
33
Akhirnya Pulang
34
Ospek Last Day
35
Ada Saran Lain?
36
Penghilang Kepenatan
37
Diteriakin Kuntilanak
38
Menolak Untuk Menghindar
39
Tumben, basa-basi?
40
Keinginan Danish
41
Sebuah Kotak Hitam
42
Arifa Pingsan
43
Kita Berteman?
44
Bertemu Tapi Berpulang
45
Hampa dan Hambar
46
Bisa Bernapas Lega
47
Tulus atau Modus?
48
Benar-Benar Sakit Jiwa
49
Jatuh - Cinta
50
Senjata Makan Tuan
51
Selamat Bertemu Lagi
52
Sebuah Pernyataan
53
Salah Prasangka
54
Lepas Pandangan
55
Melampiaskan
56
Seakan Tertampar
57
Kiriman Makanan Pagi-Pagi
58
Jemputan Dadakan
59
Menolak Tegas!
60
Tempat Istimewa
61
Kembali Ke Asalnya
62
Mengunjungi Kakak
63
Kedatangan Dia
64
Apa Ini Lamaran?
65
Jangan Marah Dulu
66
Pulang Ke Tanah Air
67
Pindah Kampus
68
Kejutan Dari Danish
69
Sekali Seumur Hidup
70
Canggung
71
Efek Cuaca Pagi
72
Tidak Masalah
73
Sabarnya Seorang Istri
74
Panaslah Pokoknya!
75
Harapan Garis Dua
76
Masih Aman
77
Babymoon
78
Perasaan Tidak Nyaman
79
Apa Ada Yang Salah?
80
Lebih Sakit Dari Luka
81
Jawab Jujur!
82
Apa memang harusnya pergi?
83
Jangan Menunggu Kehilangan
84
Pikirkan Kembali
85
Kan Ku Buktikan
86
Kesempatan Terakhir (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!