"Diana ... pengen jadi pager ayu nya Bang Farhan, hehehe."
Farhan yang mendengar perkataan Diana seketika tertawa. "Calonnya aja belum ada, mau nikah sama siapa?" ucapnya kemudian.
"Lah masa Bang?" tanya Diana yang tidak percaya.
"Tanya aja tuh sama Arifa," jawab Farhan.
Diana pun menoleh ke arah Arifa. "Bener Teh?" tanyanya dan Arifa hanya menjawabnya melalui anggukkan kepala.
Arifa mengambil sebuah kursi single dan mendekatkannya ke samping tempat tidur Zakaria. Lalu duduk di sana.
"Pah ... Papah tahu gak? tadi Rifa ketemu sama mamah waktu di lobby, terus Rifa samperin. Tapi, mamah kok kayak biasa aja ya Pah? dia udah gak meluk Rifa lagi kayak dulu kalau ketemu," keluh Arifa dengan nada suaranya yang mulai bergetar. Zakaria tersenyum dengan sebuah senyuman yang amat terasa getir. Farhan dan juga Diana yang mendengar pun ikut merasa terenyuh. "Mamah udah gak sayang lagi ya Pah sama Rifa?" sambungnya membuat Zakaria sulit untuk menjawabnya.
"Mungkin, mamah kamu lagi ada urusan, Fa. Kamu kan tahu sendiri kalau dia sangat sibuk," ucap Zakaria mencoba untuk membuat Arifa tidak berkecil hati.
"Aku kira, cuma aku yang lihat mamah tadi. Ternyata kamu juga, Fa!" sahut Farhan yang masih duduk santai di sofa.
Arifa menoleh ke arah kakaknya, "Apa Kakak sempat bicara sama mamah?" tanyanya kemudian.
"Kakak tuh udah ngejar, tapi pas di persimpangan jalan ... mamah gak kelihatan lagi, padahal pengen banget Kakak tanya."
Zakaria yang mendengar sikap Sinta pada Farhan dan Arifa, merasa ikut merasakan sakit seperti yang dirasakan kedua anaknya.
Laki-laki paruh baya yang masih terbaring di atas tempat tidur itu tidak bisa berkata-kata. Kesal, marah dan benci itu pasti. Zakaria hanya terdiam dengan buliran air mata yang tanpa permisi jatuh tak tertahan.
"Oh iya, Uwa ... tadi sebelum kita masuk ada laki-laki ganteng banget keluar dari ruangan Uwa, itu siapa?" tanya Dinda yang tiba-tiba penasaran akan sosok laki-laki itu.
"Oh itu rekan bisnis Uwa, Din," jawab Zakaria.
Disela itu, pintu ruangan ada yang mengetuk lalu terbuka.
"Permisi ... "
Mereka berempat yang ada di dalamnya menoleh ke arah pintu.
"Emak!"
Orang yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu adalah Lina yang bersama Zaki.
"Bang, gimane udeh mendingan?" tanya Lina yang kemudian berdiri di ujung tempat tidur.
"Mendingan, Lin. Makasih ya udah jenguk," jawab Zakaria.
"Iye same-same, ini Lina bawain buah buat Abang makan," ucap Lina sambil menaruh parsel buah di tangannya ke atas meja yang ada di depan sofa. "Abang kenape bisa kayak gini? pasti lupa deh same makan, ye?" tanyanya kemudian.
"Kamu tahu aja, Lin, hehe."
Jawaban Zakaria membuatnya mendapat tatapan tajam dari Arifa dan juga Farhan.
"Papah kalian ini dari dulu kalau udeh telat makan pasti deh asam lambungnye naik, apalagi kalau udeh stres. Bibi jadi inget waktu Papah kalian kecil, dia itu sempet masuk rumah sakit juga karena awalnye pingsan kayak gini," jelas Lina pada kedua anak Zakaria.
Arifa mendengkus kesal, sedangkan Farhan hanya menghela napasnya. Keduanya mengerti apa yang sedang dialami papah mereka itu.
"Omong-omong, mamah kalian mane? kok gak keliatan?" tanya Lina sambil mencari keberadaan Sinta di ruangan itu.
"Mamah udah pergi, Bi. Beberapa hari yang lalu, papah sama mamah udah selesai sidang putusan cerai," jawab Arifa membuat Lina terkejut.
"Ya ampun, yang gugat siape tuh?" tanya Lina lagi yang mulai penasaran.
"Mamah."
Seketika hati Lina seolah bergemuruh entah kesal ataupun sedih. Dirinya tercekat dan kepalanya terasa berdenyut cukup kuat. Kemudian, ia memilih duduk di sofa.
"Sabar ye Bang. Ikhlasin aje teh Sinta pergi. Kalau Abang umur panjang, siape tahu ada jodohnye lagi. Entah punye pasangan baru atau balik lagi same teh Sinta," ucap Lina saat dirinya sudah merasa lebih tenang.
"Iya Lin." Zakaria hanya menjawabnya dengan singkat. Sebenarnya ia ingin bercerita pada adiknya itu, tapi untuk membuka cerita awal yang telah terjadi padanya, bagai semakin menambah luka yang kini masih basah.
Satu jam berlalu, Zaki yang sejak tadi tidak bisa diam, membuat Lina merasa geram. Akhirnya Lina pun pamit pulang.
"Bang, Lina pulang dulu ye. Si Zaki gak mau diem banget ini, ngeri ada barang yang pecah atau rusak."
"Mak, Diana mau ikut pulang bareng emak," ucap Diana yang beranjak dari duduknya.
"Iya, kalian hati-hati ya," kata Zakaria.
"Uwa semoga cepet sembuh ya."
"Iya Bang, biar cepet sembuh. Kalau udeh di rumah kabarin Lina ye, ntar Lina ke rumah."
"Iya."
Lina, Zaki beserta Dinda pun keluar dari ruangan itu. Tinggallah Arifa dan Farhan yang menemani Zakaria.
"Fa ... " panggil Zakaria dengan rasa ragu di hatinya.
"Ada apa Pah?" tanya Arifa yang masih duduk di sebelah papahnya itu.
"Tolong buka laci paling atas, Fa," pinta Zakaria dan Arifa pun langsung mematuhinya.
Terlihat sebuah map berwarna coklat di dalam laci itu.
"Ini map apa, Pah?" tanya Arifa sambil mengambil map itu dan menutup lacinya kembali.
"Itu adalah map yang berisikan perjanjian tertulis dari rekan kerja Papah yang tadi sempat ke sini. Saat kalian pergi, dia datang bersama sekertarisnya lalu membawakan map itu," jelas Zakaria yang merasa heran.
"Jadi pas Kak Farhan masuk, dia udah selesai ngomong sama Papah?" tanya Arifa pada Zakaria dan juga Farhan.
"Iya," jawab Farhan yang mewakili.
"Aku kira kak Farhan ikut nimbrung. Tapi memangnya tadi kak Farhan kemana? Bukannya habis antar Rifa balik ke kamar?" tanya Arifa yang semakin penasaran.
"Sebelum kamu datang, Kakak pergi ke kantin rumah sakit buat makan siang. Lagipula Papah juga udah selesai makan sama minum obat, jadi Kakak pikir Papah bisa istirahat di kamar, terus bisa Kakak tinggal," jelas Farhan yang kini telah membuat Arifa paham.
"Ini perjanjian tertulis apa, Pah?" tanya Arifa lagi.
"Kamu baca aja dulu, Fa. Kalau ada yang kurang paham atau gak setuju bilang aja ya," jawab Zakaria.
Arifa pun membuka map itu, kemudian mulai membacanya dengan teliti. Beberapa saat kemudian, Arifa terkejut dengan tulisan yang berada di akhir lembar perjanjian itu.
Mata Arifa langsung menatap tajam Zakaria. "Papah mau jual Rifa?" tanyanya dengan nada yang sedikit meninggi.
Farhan yang mendengar itu ikut terkejut dan langsung beranjak dari duduknya, yang kemudian menghampiri Arifa, lalu mengambil berkas tersebut. Ia pun mulai membacanya kembali.
Sementara Zakaria masih mencoba bersikap tenang sebelum menjelaskan kepada kedua anaknya itu.
"Pah, bisa jelasin ini sama kami?" tanya Farhan sambil menyodorkan berkas yang dipegangnya kepada Zakaria.
"Jadi ... "
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
hmmmm ... bau bau perjodohan ini
2022-09-17
2