"Astaga, Rifa!" sergah Farhan saat baru tiba di ruang IGD dan tidak sengaja mendengar jawaban Arifa.
"Bercanda kok, Kak. Ya gak mungkinlah aku suruh papah buat nikah lagi, sekarang aja masih galau."
Zakaria hanya menggelengkan kepalanya. Tingkah Arifa yang dari sejak kecil memang tidak pernah berubah, selalu ada saja perilaku yang membuatnya tertawa.
Lalu, seorang perawat bersama seorang satpam menghampiri mereka.
"Permisi, mari kami antar ke ruang rawat inapnya," ajak perawat itu sambil membuka lebar tirainya.
...----------------...
Setibanya di kamar rawat, Arifa baru menyadari kalau sejak tiba di rumah sakit, dirinya hanya memakai kaos oblong polos berwarna merah muda dan juga celana hot pants yang senada.
"Pah, Rifa pulang dulu ya. Gak enak pakai baju kayak gini ... " pamit Arifa pada papahnya lalu menoleh ke Farhan. "Kakak, aku titip papah dulu ya," pinta Arifa kepada Farhan kemudian. Farhan pun mengangguk setuju.
"Kamu pakai taksi online aja ya, Fa. Yuk, Kakak antar ke depan! " usul Farhan sambil mengajak Arifa.
"Iya, kakakmu benar, Fa," ucap Zakaria yang masih terbaring lemah.
"Ya udah, Pah. Arifa pamit ya ... ayok Kak!"
Farhan dan Arifa meninggalkan papahnya sendiri di dalam ruang rawat itu. Tak lupa Arifa menitipkan ponsel milik Zakaria kepada kakaknya itu.
Beberapa saat setelah Arifa pulang dengan taksi online, Farhan pun kembali ke dalam untuk menemani papahnya. Tanpa sengaja, Farhan melihat sosok yang ia kenali keluar dari ruang IGD menuju ke area ruang rawat inap.
"Mamah? kenapa ada di sini?" gumam Farhan yang kemudian pergi mengejar Sinta sebelum hilang dari pandangannya.
Sayangnya saat di persimpangan jalan, Farhan kehilangan sosok mamahnya. Ia berkacak pinggang sambil menoleh ke sekeliling tempatnya berdiri.
"Cepat banget hilangnya, apa mamah tahu keberadaanku disini? padahal aku cuma mau tanya kenapa dia ada disini," keluh Farhan dan mengurungkan niatnya mencari Sinta lalu memilih kembali ke ruangan Zakaria.
...----------------...
Matahari di luar semakin terik, Arifa yang baru saja selesai dengan pekerjaan rumah dan juga dirinya sendiri, kini telah bersiap untuk berangkat ke rumah sakit.
Kali ini, Arifa memilih mengendarai motornya. Saat ia baru selesai memakai helm tiba-tiba melihat Diana yang masuk ke halaman rumahnya lewat kaca spion motor.
"Eh, Di. Ada apa?" tanya Arifa yang kemudian menoleh ke belakang.
"Mau main kesini, tapi kok Teteh rapih banget. Mau kemana?"
"Papah Teteh sakit, Di. Tadi malam sempat pingsan di teras rumah. Terus dibawa deh ke rumah sakit, sekarang dirawat di sana."
"Ya ampun, sebentar ... " Diana langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana dan kemudian melakukan panggilan telepon.
"Mak, uwa sakit di rumah sakit. Emak entar nyusul ya."
"Lah sakit apa itu si abang?"
"Pingsan katanya Teh Rifa mah, Mak."
"Yahilah, ada-ada bae dah. Ye dah entar emak ke rumah sakit ye, nunggu si Zaki bangun tidur ini. Bapak lu kan pulang malem dia."
"Iya, Mak. Udah dulu ya."
Sambungan telepon pun terputus.
"Teteh, Diana boleh ikut kan?" tanya Diana penuh harap.
"Iya boleh, tapi ambil helm dulu sana tuh di samping rak sepatu," jawab Arifa sambil menunjuk ke arah rak sepatu yang dimaksud.
Setelah keduanya siap, motor pun melaju. Tapi sebelum pergi ke rumah sakit, Arifa menghentikan motornya di sebuah restauran padang sederhana yang tidak jauh dari rumahnya.
"Teteh belom makan emangnya?" tanya Diana saat keduanya baru tiba.
"Iya, laper banget. Yuk, masuk! kamu kalau mau makan, pesan aja ya," jawab Arifa setelah membuka helmnya, begitupun dengan Diana.
Sebuah restauran padang yang menyajikan nasi dan lauk pauk model prasmanan itu, membuat selera makan Arifa semakin tergugah. Begitupun dengan Diana. Walau memang harganya lebih mahal dari warung nasi padang biasa, tapi Arifa masih sanggup untuk membayarnya dengan uang yang ia miliki saat ini.
Selain punya prestasi yang luar biasa di sekolah, Arifa juga pandai menabung. Uang yang selalu Zakaria kirim ke rekeningnya, jarang sekali ia gunakan selama berada di asrama.
Sebab, makan tiga kali sehari pun sudah ditanggung oleh pihak asrama. Maka dari itulah, untuk belajar di akademi tempatnya saat ini bisa dibilang mahal, tapi untuk fasilitas dan kenyamanan pelajarnya sangat bagus.
Arifa dengan lahap menyantap hidangan yang tadi ia pilih, begitupun dengan Diana. Padahal sebelum pergi ke rumah Arifa, Diana sempat makan dirumahnya. Namun, perutnya tidak bisa bohong saat melihat berbagai hidangan di meja itu.
Setelah selesai menghabiskan makanannya, Arifa pergi ke kasir diikuti oleh Diana dibelakangnya.
...----------------...
Kini motor yang Arifa kendarai telah sampai di parkiran rumah sakit. Mereka turun dari motor dan masuk ke dalam.
Saat telah berada di lobby, kali ini Arifa yang melihat mamahnya ada di kursi tunggu bagian administrasi. Sebenarnya, ia enggan untuk menghampiri mamahnya itu. Tapi, rasa sayangnya mengalahkan egonya saat ini.
"Mah, disini juga? siapa yang sakit?" tanya Arifa membuat Sinta yang sedari tadi melihat layar ponselnya pun terkejut.
"Eh, Rifa. Teman Mamah sakit, jadi Mamah jengukin," jawab Sinta dengan santainya. Arifa melihat mamahnya memegang nomor antrean. "Kamu disini siapa yang sakit, Fa?" tanya Sinta kemudian.
"Papah," jawab Arifa dengan singkat. Ia juga tidak bisa membohongi perasaannya yang masih merasa kesal dan juga kecewa kepada mamanya itu.
"Antrean nomor Seratus Tiga Puluh Lima."
Sinta yang mendengar itu melihat secarik kertas ditangannya, ternyata nomor itu miliknya. "Fa, Mamah ke depan dulu ya."
Tanpa menjawab sepatah katapun, Arifa menggeser tubuhnya untuk memberi jalan kepada Sinta. Sesaat setelah Sinta duduk di kursi, Arifa dan Diana pergi dari sana.
"Teh ... " Diana yang mengerti perasaannya mengurungkan niat untuk bertanya pada Arifa.
"Gak apa-apa, Di ... hehe," ucap Arifa dengan kedua mata yang mulai memerah dan membendung air mata di ekornya.
Diana mengangguk paham sambil merangkul Arifa. Mereka pun terus berjalan, hingga akhirnya tiba di depan pintu ruangan tempat Zakaria dirawat.
Sebelum masuk, Arifa menghapus air mata yang tanpa permisi sempat menetes itu. Saat Arifa hendak membuka pintu, seorang laki-laki telah membukanya lebih dulu dan keluar dari ruangan.
"Siapa dia ya?" tanya Arifa yang bergumam namun masih terdengar oleh Diana.
"Temennya uwa mungkin, Teh."
Laki-laki itu sempat melirik Arifa sekilas sambil berjalan dengan gagahnya. Dan dia tidak sendiri, ada seorang perempuan muda berpakaian modis dan sedikit seksi itu mengekor dibelakangnya.
Tanpa berpikir panjang tentang laki-laki itu, Arifa masuk ke ruangan bersama Diana.
Diana terkejut saat melihat Farhan yang duduk di sofa panjang di ruangan itu. Ketampanan Farhan pun membuat Diana sulit mengenalinya.
"Fa, kamu sama siapa itu?" tanya Farhan yang melihat Diana merasa asing.
"Itu anaknya bi Lina, Han." Zakaria yang menjawab pertanyaan Farhan.
"Oh, beda banget ya sekarang."
"Iya dong, Bang. Kan sekarang Diana udah jadi anak gadis," celetuk Diana membuat semua orang di ruangan itu tertawa.
"Eh iya, Bang Farhan jadi nikah?"
Pertanyaan itu membuat Farhan mengerutkan keningnya.
"Kenapa memangnya, Di?"
"Diana ... "
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
jangan-jangan si sinta sakit keras tuh! omegat atau gak dia hamil
2022-09-16
1