"Setelah saya cek, kemungkinan orang tua Anda mengalami kelelahan. Tapi kami telah mengambil darah beliau untuk pengecekan laboratorium. Nanti hasilnya akan keluar pukul tujuh pagi," jawab dokter jaga itu.
"Oh iya, Dok. makasih ya," ucap Arifa dan Dokter pun menggangguk lalu pergi meninggalkan Arifa untuk kembali ke ruangan dengan kedua perawat yang mengekor di belakangnya.
Arifa menghampiri papahnya yang masih terbaring lemah dengan beberapa alat medis yang terpasang di beberapa bagian tubuh. Ditatapnya wajah yang sudah mulai menua itu, iapun tertegun.
Perasaan tak ingin berada jauh dari sosok yang selama ini selalu melindunginya, Arifa mulai berpikir ulang untuk melanjutkan belajarnya ke luar negeri. Supaya bisa terus bersama papahnya di sini.
Arifa pun duduk di sebuah kursi tanpa sandaran yang ada di sebelah tempat tidur, kemudian ia duduk sambil memegang tangan papahnya yang terpasang infus. Tanpa sadar, Arifa tertidur dengan tangan kiri yang ia gunakan sebagai bantalan untuk kepalanya.
Beberapa jam berlalu, kini langit yang gelap pun telah berganti cerah karena matahari yang mulai menampakkan sinarnya. Zakaria terbangun dan memilihkan kesadarannya, ia menatap ke sekeliling lalu pandangannya terhenti pada seorang anak perempuan yang telah beranjak dewasa sedang tidur dengan posisi duduk di sebelahnya.
Perlahan, Zakaria menggerakkan tangan yang sejak tadi digenggam oleh Arifa. Saat itu juga, Arifa mulai terbangun dan melihat papahnya yang sudah bisa membuka mata.
Kondisi ruang IGD pagi ini cukup ramai, terutama dengan para perempuan yang akan melahirkan. Tak lama, Farhan pun tiba di ruangan itu, mencari keberadaan ayah dan juga adiknya.
"Kak!" panggil Arifa saat tak sengaja melihat Farhan di sana.
Farhan yang langsung menangkap suara itu, melihat Arifa di ujung pandangannya. Ia pun segera menghampiri mereka. Perasaannya lega karena Zakaria telah sadar.
"Gimana keadaan Papah?" tanya Farhan yang terdengar cemas pada laki-laki paruh baya yang masih terbaring di atas tempat tidur.
"Tenang aja, Papah cuma kelelahan kok, Han," jawab Zakaria dengan senyum tipis di sela wajah yang tampak pucat itu.
Tiba-tiba seorang perawat datang membawa sebuah map ditangannya, disusul dengan seorang dokter jaga yang berbeda dari sebelumnya.
"Permisi, boleh keluar sebentar? bapaknya mau diperiksa dulu ya. Kalian boleh tunggu diluar," ucap dokter dengan ramah.
"Baik dok," jawab Farhan yang kemudian merangkul bahu Arifa untuk keluar dari sana.
Keduanya menunggu di balik tirai yang telah di tutup oleh perawat tadi. Sehingga pembicaraan dokter dan perawat dengan papahnya pun masih dapat mereka dengar.
Awalnya dokter memeriksa kondisi tubuh Zakaria, mulai dari detak jantung, oral, telinga, mata, dan bagian kaki serta lengannya. Tidak ada gejala aneh jika dilihat dari fisik Zakaria. Kemudian, perawat mengecek tensi darah dari alat yang berada di atas meja di samping tempat tidur.
"Seratus per enam puluh, Dok," ucap perawat itu setelah selesai mengecek tensi darah Zakaria.
"Wah, tensinya rendah sekali, Pak. Pantas saja semalam sampai pingsan ya ..." ucap dokter itu. "Coba sus saya mau lihat hasil laboratoriumnya," sambungnya dan perawat itupun langsung memberikan kepadanya.
Dokter itu membaca sangat teliti. Supaya praduga yang akan ia sampaikan bisa tepat untuk kesembuhan pasien.
Beberapa saat kemudian, dokter pun mulai menjelaskan. "Kalau dilihat dari hasilnya, rata-rata semuanya baik. Hanya saja, leukosit Bapak juga sedang menurun dari standar rata-rata. Sebenarnya ini bisa dinaikkan melalui obat. Akan tetapi jika dilakukan rawat jalan, Bapak harus kontrol kembali setelah tiga hari minum obat tersebut. Kalaupun Bapak ingin rawat inap, silahkan saja. Jadi, Bapak mau rawat inap atau rawat jalan?"
Setelah mendengar penjelasan dokter, Farhan tiba-tiba membuka tirainya dan ikut bergabung di dalam. Sementara Arifa mencari tempat duduk yang kosong di ruang tunggu pasien.
"Pah, rawat inap aja ya. Supaya bisa lekas sembuh," pinta Farhan pada Zakaria. Sebab ia tahu pasti sejak dulu papahnya sulit disiplin jika minum obat ketika sakit. Apalagi pikirannya sedang tidak kondusif saat ini.
"Ya udah." Zakaria pun akhirnya mengalah dan menuruti permintaan Farhan untuk melakukan rawat inap.
"Baik, kalau begitu segera urus administrasinya ya, supaya bisa segera mendapatkan kamar rawat," usul perawat.
"Iya, sus. Makasih ya, Dok." Farhan pun kemudian pergi dari sana untuk mengurus administrasi.
Arifa mengerutkan dahi saat melihat Farhan berjalan tergesa-gesa. Tak lama tirai pun terbuka, dokter dan perawat pun pergi dari sana. Arifa beranjak dari kursinya dan memilih menghampiri papahnya.
"Gimana, Pah?" tanya Arifa.
"Dirawat, Fa," jawab Zakaria dengan suara yang masih terdengar lemah.
"Oh gitu, ya udah Papah tenang aja ... kan ada Rifa yang bakal jagain Papah di sini," ucap Arifa sambil tersenyum yang membuat Zakaria terharu.
"Fa, kemarin kamu di rumah kan?"
DEG. Arifa terdiam setelah mendengar pertanyaan papahnya. Ia merasa takut dimarahi Zakaria jikalau jujur.
Gimana ya bilangnya ke papah? kira-kira marah gak ya ....
"Kenapa diam, Fa? hayo ... jangan-jangan kamu keluar rumah gak bilang sama Papah ya?" tanya Zakaria seketika membuat Arifa tersenyum lebar sambil menunjukkan giginya. "Kemana memangnya?" tanyanya lagi.
"Ke pesta teman sekelas Rifa, Pah. Acaranya di restoran mewah yang ada ujung kota ini ... " melihat tidak ada kemarahan dari wajah papahnya, Arifa melanjutkan ceritanya kembali. "Rifa sempat terkunci di toilet, tapi untungnya Rifa bisa memanjat. Sampai ditinggal oleh Andini, dan untungnya lagi Bianka berbaik hati memberi tumpangan untuk pulang."
Rasa di hati Zakaria menjadi campur aduk setelah mendengar cerita Arifa. Terbesit ada kekhawatiran pada anak perempuannya itu.
"Lain kali kalau mau kemana-mana bilang ya sama Papah. Untungnya semalam temanmu itu baik, coba kalau gak ada yang mau nolongi ... Tapi kenapa bisa-bisanya kamu gak kasih tahu Papah? Hp-mu kemana, Fa?"
Arifa menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya menjawab, "Lowbatt, Pah."
"Aduh, memangnya gak di charger?"
"Kelupaan, Pah. Jadi tuh abis sarapan Rifa beres-beres rumah, terus pas udah selesai ngantuk banget. Eh ketiduran sampai sore."
Zakaria menghela napasnya, "Maafin Papah ya, Fa. Kalau Papah udah punya investor lagi, kerjaan rumah biar ART aja yang kerjain," ucapnya dengan rona sendu.
"Gak apa-apa, Pah. Ya ... hitung-hitung Rifa belajar, syukur-syukur suami Rifa nanti orang berkecukupan dan mampu menggaji ART, kalaupun cuma orang biasa ... Rifa jadi gak kaget."
"Oh iya, minggu depan Papah ada rencana untuk ketemu teman baik Papah sejak SMA. Kamu ikut ya?" seru Zakaria dengan wajah penuh harap.
"Kak Farhan gimana, Pah?"
"Ya, dia ikut juga."
"Nanti Rifa pikir-pikir dulu deh."
"Kenapa memangnya?"
"Takut dijodohin Papah sama anak temannya itu."
Mendengar ucapan Arifa, keduanya pun tertawa lepas.
"Fa, kalau kamu Papah kasih permintaan. Mau minta apa sama Papah?" tanya Zakaria sesaat setelah menghentikan tawanya.
Arifa berpikir sejenak sambil mengerutkan keningnya, lalu berkata, "Rifa mau mamah baru."
"Astaga ... "
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
permintaan cukup aneh
2023-02-15
0
Titik pujiningdyah
coba lamar nyonya Nella pasti masuk tuh
2022-09-16
1