Enam bulan rasanya berlalu sangat cepat. Hari ini adalah hari kelulusan Arifa dari akademi, tempat selama tiga tahun ini menuntut ilmu. Dan selama itu, ia di didik dan di tempa oleh guru-guru terbaik.
Sulit sebenarnya untuk berpisah dengan teman-teman seperjuangan, satu kamar tidur serta satu kelas. Begitu banyak kenangan yang telah terlewati baik suka maupun duka.
"Arifa, aku bakalan kangen sama kamu. Maafin aku ya kalau selama ini banyak salah sama kamu," ucap Andini sambil menangis.
Melihat air mata Andini berlinang, Arifa ikut bersedih.
"Udah dong jangan nangis, aku juga sedih pisah sama kamu, Din," ucap Arifa lalu memeluk Andini.
"Andini, Arifa!"
Suara yang terdengar tak asing itu memanggil nama mereka, lalu langkah kakinya pun semakin mendekat. Arifa melepaskan pelukannya dan menoleh ke sumber suara itu.
"Bianka, dan ... " Ucapan Arifa terhenti saat melihat Danish bersama Bianka saat ini.
Benar dugaan ku, Bianka dan orang sombong itu punya hubungan keluarga.
Arifa menarik napas panjang lalu menghempaskannya perlahan beriringan dengan senyum yang ia tunjukkan.
"Hai, kenalin ini om Danish. Mamih sama papih ku sibuk, untung om Danish ada waktu," ujar Bianka sambil menoleh ke arah Danish yang hanya memasang wajah datar dan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.
"Oh gitu, Bi," jawab Arifa dengan senyuman yang sedikit ia paksakan saat melihat Danish.
Tanpa Arifa sadari, Danish diam-diam melirik dirinya. Selepas hal itu, Arifa tidak memperdulikannya.
"Oh iya kalian udah di jemput belum? pulang bareng aku aja yuk!" ajak Bianka dengan antusias.
"Yah, maaf Bi. Aku udah di jemput orang tuaku. Mungkin kamu bisa ajak Arifa, dia sendiri hari ini. Kakaknya bahkan belum pulang dari luar negeri," kata Andini dan seketika langsung mendapat cubitan di lengannya oleh Arifa. "Aw! sakit tahu Fa."
Arifa tersenyum saat Andini memekik kesakitan. "Hehe, aku bisa pulang sendiri kok. Makasih tawarannya Bianka," tolaknya secara halus.
"Benar bisa sendiri? bawaan mu juga bukannya lumayan banyak," tanya Bianka saat melihat dua koper dan satu ransel yang berada di belakang Arifa.
Aduh, Andin kenapa lagi gak ngajak aku ikut dengannya? kan rumah kita searah.
Arifa menggerutu dalam hatinya lalu menghela napasnya. "Bianka yang cantik, makasih banyak tawarannya. Aku bisa kok pulang sendiri, kan bisa pesan taksi online."
"Sudah, Bi. Kalau orangnya gak mau jangan di paksa," ucap Danish dengan sikap acuhnya.
Arifa terkejut mendengar ucapan Danish, namun senyum pun tetap ia tunjukkan.
"Ya udah deh, kamu hati-hati dijalan ya, kami duluan," pamit Bianka kemudian pergi meninggalkan kedua temannya yang masih berdiri di sana.
"Fa, maaf ya aku gak bisa ajak kamu bareng. Soalnya setelah dari sini, aku sama orang tuaku akan pindah ke luar negeri. Jadi aku juga bakal kuliah di sana," ucap Andini yang merasa bersalah.
"Its okay, Din. Uuuh, kita bakalan benar-benar jauh ya. Semoga hubungan kita terus terjalin dengan baik ya walaupun berjauhan," kata Arifa sambil mengelus lengan Andini.
"Aamiin, kalau gitu aku duluan ya, Fa. Kamu hati-hati dijalan," pamit Andini sebelum akhirnya meninggalkan Arifa.
"Iya, kamu juga!" jawab Arifa dengan sedikit berteriak seriring perginya Andini hingga hilang dari pandangannya.
Arifa menghela napasnya lagi. Kini sepi kembali menyelimutinya. Taksi online yang ia pesan telah berada di depannya. Sopir taksi membantu dirinya memasukkan barang bawaan ke dalam mobil.
Sepanjang jalan menuju kediamannya, Arifa hanya terdiam dengan pandangan ke luar jendela pintu mobil. Terbesit rasa rindu pada papahnya yang kini telah tiada.
Setelah ini, hidupnya tergantung bagaimana dirinya sendiri akan membawanya kemana. Perguruan tinggi yang telah ia pilih, telah menunggu di depan mata.
TING. Notifikasi di ponsel Arifa pun berbunyi. Membuyarkan lamunannya sejak tadi. Ia segera membuka pesan itu.
📩Kak Farhan :
Kamu dimana Fa?
📨 : Di jalan kak. Otw ke rumah.
📩Kak Farhan :
Kakak baru sampai bandara, kalau gitu kita ketemu di rumah ya.
📨 : oke.
(read)
Ponsel pun ia kunci kembali dan otomatis mati sementara. Arifa memejamkan matanya hingga ia tertidur pulas.
...----------------...
Tak terasa, Arifa dan Farhan telah sampai di depan rumah bersamaan. Itu karena letak rumah mereka berada ditengah-tengah. Akademi - Rumah - Bandara.
"Kakak!" panggil Arifa yang tampak kesal.
Farhan yang sudah menyadari kesalahannya hanya tersenyum sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Maaf, pesawatnya sempat delay. Jadi Kakak telat deh jemput kamu."
Tanpa berkata lagi, Arifa pun memeluk Farhan yang selama enam bulan tidak bertemu.
"Permisi, maaf Mbak ini kopernya sudah saya turunkan semua," ucap sopir taksi membuat Arifa melepaskan pelukannya.
"Eh iya, Pak. Makasih banyak, bayarnya sudah lewat aplikasi ya," kata Arifa dan sopir pun mengangguk.
"Kalau begitu saya permisi, Mbak Mas," pamit sopir taksi kemudian pergi dari hadapan kakak beradik itu.
"Yuk, masuk!" ajak Farhan sambil membantu membawa barang-barang Arifa.
...----------------...
Wangi harum masakan tercium oleh indera penciuman Arifa saat pintu kamarnya sengaja ia buka. Arifa merasa penasaran, ia pun keluar dari kamar dan mencari darimana wangi itu berada.
"Selamat malam putri tidur," sapa Farhan dengan kejahilannya seperti biasa, saat melihat adiknya menuruni anak tangga.
Arifa langsung menoleh ke arah Farhan. Seketika tawanya pun tergelak. Sebab baru pertama kali ia melihat Farhan memakai celemek berwarna pink garis-garis milik mamahnya.
"Gak usah ketawa." Farhan yang menyadari hal yang ditertawakan oleh adiknya pun berdecak. "Cobain dulu nih, spagetti la fonte ala chef Farhan," ucapnya dengan penuh rasa bangga.
Arifa yang telah berada di dapur bersama Farhan pun menghampiri piring yang telah berisi spagetti yang dimasak oleh kakaknya itu. "Yakin enak gak ini, Kak?" tanyanya sebelum mencoba.
"Makanya cobain dulu. Enak atau gak nya belakangan."
Arifa pun mengangkat kedua bahunya seolah ragu dengan rasa makanan yang ada di depannya, lalu mengambil garpu yang tempatnya masih bisa digapai olehnya. Setelah dicicipi, kedua matanya membola lalu terpejam sejenak.
"Enak Kak!" seru Arifa lalu membawa piring itu ke ruang makan.
Farhan pun tersenyum merasa bahagia melihat Arifa menyukai hasil masakannya. Mungkin, setelah ia maupun Arifa mendapatkan jodoh masing-masing waktu seperti ini akan sulit ada, pikir Farhan demikian.
...----------------...
Setelah menghabiskan makan malam, keduanya duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi.
"Fa?" ucap Farhan yang membuka pembicaraan mereka.
"Iya, Kak?"
"Beberapa hari yang lalu, Kakak sempat mengiklan rumah ini di aplikasi properti. Dan kemarin sore, ada yang chat Kakak lewat aplikasi dan minat membeli rumah ini," jelas Farhan dan Arifa mengalihkan pandangannya dari televisi yang sejak tadi ditonton.
"Terus kapan orangnya lihat rumah kita, Kak?" tanya Arifa.
"Besok sore ... apa kamu udah ketemu tempat kost yang cocok di dekat kampus?" tanya Farhan kembali.
"Belum, hehe."
"Ya udah besok pagi, Kakak antar mencari tempat kost. Jangan lupa bangun pagi loh!"
"Siap Bos!"
Arifa menatap ke sekeliling ruang keluarga. Kali ini ia akan meninggalkan semuanya, walau ada kenangan manis. Ia membiarkannya menjadi sebuah masa lalu yang akan dijadikan pelajaran untuk masa depannya kelak.
Sejatinya memang yang tersulit melepaskan suatu hal yang telah melekat dalam memori. Tapi jika mampu merelakan, semuanya akan terasa mudah dan diganti dengan yang lebih indah.
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
eh, disini ada rumah dijual, Fa. pindah sini yuk! Banyak cogan
2022-09-21
1