Sampai di rumah Ndis, Fajar langsung menuju tempat favorit si pemilik rumah. Di mana lagi kalau bukan di bawah pohon rambutan itu.
Ndis ada di sana, melihat ke hadirannya. Hanya pandangan yang sulit diartikan yang terbaca oleh Fajar saat ini. Tak ada senyum sambutan untuknya. Flat tanpa rasa.
"Maaf nunggu lama," Fajar menyerahkan bungkusan berisi beberapa jenis makanan ringan yang biasa Ndis cemili. Ndis menerimanya.
"Harusnya enggak usah repot-repot bawa ginian," Melihat isi di dalam plastik tersebut.
Keduanya diam beberapa saat. Ndis kembali melihat Fajar yang nampak agak kurusan.
"Kamu enggak makan berapa hari? Pipimu jadi tirus gitu." Enggak tahan untuk enggak bertanya.
"Kelihatan banget ya?" Fajar menunduk.
"Ndis, aku minta maaf.. Kalau semua ucapanku kemarin membuat kamu sakit hati.. Lupain aja, anggep aja aku enggak pernah ngomong kayak kemarin itu." Berani menatap netra Ndis.
"Kamu hindari aku, giliran kita ketemu cuma itu yang kamu sampaiin?" Tanya Ndis, terdengar ada kekecewaan dari ucapannya.
"Aku sadar aku salah Ndis, aku lancang membawa perasaan cinta ke dalam persahabatan kita. Karena itu aku minta maaf," Masih dengan suara penuh penyesalan Fajar mengatakan hal demikian.
"Jar.. Aku aku enggak marah karena itu! Kita udah dewasa, perasaan seperti itu enggak mungkin kita cegah atau lawan. Yang bikin aku kesal karena kamu langsung ngilang, kamu terkesan hindarin aku tahu enggak?!" Agak membentak.
Udah saatnya kesalahan pahaman ini diuraikan.
"Aku cuma enggak ingin bikin kamu makin kecewa Ndis,"
"Iya emang kamu udah bikin aku kecewa, dan itu semua karena sikapmu yang hindarin aku."
Terjadi adu argumen, Ndis dengan pemikirannya dan Fajar dengan rasa bersalahnya. Saat permasalahan itu belum menemukan titik terang, kedatangan Dewa malah makin memperkeruh suasana.
Saat ini Dewa sudah ada di tengah-tengah mereka. Bukan ngompori Ndis, bukan ikut campur masalah yang terjadi antara Ndis dan Fajar, setelah sampai di sana Dewa malah asik ngobrol dengan orang tua Ndis di ruang tamu.
"Bapak sama ibu kelihatan akrab sama Dewa ya?" Fajar melirik sekilas.
"Kamu mau ke dalam juga?" Ndis mengajak Fajar ikut masuk ke rumah. Fajar menggeleng pelan.
"Ndis.. Aku minta maaf," Sekali lagi kalimat itu terlontar dari mulut Fajar.
"Udah lah Jar, enggak ada abisnya bahas ini terus. Aku enggak merasa ada yang salah dari kamu nyampe kamu harus berkali-kali minta maaf kok. Yang aku enggak suka cuma kamu kenapa hindarin aku, itu aja." Ndis mencoba mencairkan suasana. Dia sendiri juga enggak mau terus-menerus menggunakan egonya di sini.
Fajar hanya tersenyum. Entah senyum untuk apa, dia sendiri juga bingung mengartikan senyumannya itu. Yang Fajar tahu saat ini Ndis bukan lagi Ndis yang dia kenal dulu. Ndis yang akan ngomel panjang lebar saat dia melakukan kesalahan kecil, saat dia telat datang di tongkrongan misalnya. Fajar semakin melihat jurang yang nyata antara hubungannya dengan Ndis.
Sosok Dewa yang datang di antara mereka tentu juga menjadi salah satu faktor terjadinya kerenggangan tersebut. Tapi, mau menyalahkan orang lain pun juga enggak ada gunanya. Benar kata Jo dan Neta.. Kalau cinta ya harus berjuang, enggak ada sesuatu yang datang dengan sendirinya tanpa perjuangan. Apalagi itu tentang perasaan.
"Assalamualaikum.." Dewa mengagetkan lamunan Fajar.
"Waalaikumsalam," Ndis yang menjawab, Fajar juga.. hanya saja dia lebih suka menjawab salam Dewa dalam hati.
"Ada apa mas, kok tumben ke sini malem-malem?" Ndis bertanya pada Dewa tapi matanya menatap ke arah Fajar. Hmmmm piye sakjane arek iki?
"Enggak ada apa-apa. Hanya ingin berkunjung aja, boleh ikut duduk?" Tanya Dewa terdengar ramah.
Ndis mempersilahkan Dewa duduk, posisinya Ndis ada di tengah-tengah antara Fajar dan Dewa. Suasana canggung terjadi, Fajar yang memang tidak menyukai Dewa, makin tidak nyaman dengan hadirnya Dewa di sana.
"Kamu tahu Jar, kemarin Jo ke sini pura-pura benerin motornya. Padahal cuma pengen ketemu Lintang," Ndis memulai obrolan.
"Ancen ra genep kui wong," (emang enggak genap itu orang,) Fajar tahu Ndis sedang mencoba mencairkan suasana beku di antara mereka.
"Emang Lintang mau nemuin dia Ndis?" Tanya Fajar tanpa memperdulikan kehadiran Dewa.
"Enggak. Orang Lintangnya lagi pergi sama ibu ke rumah uti," Gelak tawa memecahkan suasana malam itu. Rasanya sedikit lega karena meski ada Dewa, Ndis enggak nyuekin dia.
"Aku bikinin teh dulu, kelian enggak usah diem-dieman atau malah ribut kayak anak kecil. Udah pada gede, udah tua harus bisa mikir yang perlu dan enggak perlu dilakukan!" Ucap Ndis meninggalkan Fajar dan Dewa.
"Dia yang tua Ndis, umurku aja cuma beda setahun sama kamu." Bantah Fajar.
Ndis pergi meninggalkan kedua lelaki itu di bawah pohon rambutan sana.
"Ngapain ke sini?" Tanya Fajar menatap tajam ke arah Dewa.
"Ngapelin calon istri." Jawaban Dewa yang santai tapi terdengar nyelekit itu mendapat senyuman sinis dari Fajar.
"Pernah denger kalimat ini?! Jika dia dilahirkan untuk ku, kamu jungkir balik pun tetap aku juga yang dapat!" Celetuk Fajar membuat Dewa tersenyum santuy.
"Itu juga yang ingin aku bilang ke kamu, enggak usah lagi repot-repot jagain jodohku. Aku udah di sini dan siap boyong dia ke pelaminan."
Makin geram lah Fajar mendengar penuturan Dewa. Tapi, Fajar berusaha keep kalem dan mencoba tidak terpancing lagi dengan semua kata-kata yang Dewa ucapkan. Hanya mengepalkan tangan tanda menahan emosi yang meluap di dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
🍊 NUuyz Leonal
wah aku udah siap lahir batin pak guru mau dong di boyong ke pelaminan
2023-12-02
1
☠ᵏᵋᶜᶟηєтα Rєηαтα 📴
weh diantara dua pilihan.. siapa pemenangnya dan siapa yg akan jagain jodoh org
2022-10-15
0
⏤͟͟͞R ve
Kalau hanya berbalas pantun...gak ada gunanya...kejar dan kasih kepastian buat Ndis...itu baru gentle 😂😂
#Waduhh apaan nih 💜
2022-10-06
0