Dua minggu telah berlalu setelah pertemuan terakhir Ndis dan Dewa di kios buah pinggir jalan, mereka jadi makin akrab. Penyambung hubungan mereka tak lain tak bukan adalah Lintang. Dia yang sengaja memberikan nomer telepon Ndis pada gurunya. Membuat acara pedekate yang Dewa lakukan mulus tanpa halangan.
Lintang memang lebih suka kakaknya berpacaran dengan gurunya dibandingkan dengan Fajar. Menurutnya Fajar terlalu leda-lede (santuy). Dia seperti memakai prinsip tarik ulur yang lebih banyak ngulurnya dari pada nariknya! Hal itu yang membuat Lintang agak males dengan kisah cinta yang belum terjalin antara Ndis dan Fajar.
Musti ada sedikit goncangan atau badai sekalian untuk hubungan keduanya, agar Fajar bisa mengambil sikap tegas. Tegas dalam artian mau dibawa ke mana hubungan mereka itu. Di kata teman tapi mesra, di kata sahabat tapi lengket, saat salah satu punya pacar yang satu bakal uring-uringan tiap waktu. Di sini lah peran Lintang dibutuhkan untuk merombak cara pikir Fajar.
Jika Ndis dekat dengan orang lain apakah Fajar akan tetap sesantuy itu, atau malah mengeluarkan taringnya untuk mulai mengejar Ndis? Lintang juga enggak akan biarin Fajar jadi orang ketiga dalam pedekate yang dia buat antara kakak dan gurunya. Makanya dia memakai jalur dalem. Memberikan nomer telepon Ndis secara diam-diam. Dan.. See baru beberapa hari hubungan keduanya sudah terlihat akrab. Enggak sekaku dulu di awal mereka kenal.
"Mau kemana mbak?" Tanya Lintang yang melihat kakaknya udah rapi dengan rambut di gerai tanpa diikat. Hanya jepit rambut kecil yang Ndis gunakan untuk membuat anak rambutnya enggak selalu menutupi matanya. Makin manis lah dia dengan dandanan seperti itu. Biasa tapi terlihat luar biasa.
"Ketemu orang." Jawabnya singkat.
"Siapa?" Padahal Lintang udah tahu dengan siapa kakaknya akan bertemu. Ndis menatap Lintang yang tersenyum melihatnya mengambil kunci motor.
"Mau ikut?" Kalau bilang 'iya' sih kebangetan kamu Lin.
"Enggak lah, nanti mas Jo mau ke sini kok. Kesian nanti enggak ada yang nemuin. Bapak sama ibu juga belum pulang. Mbak mau pergi, sepi deh.."
Ndis menaruh kembali helm yang akan dia pakai.
"Jo mau ke sini? Kamu di rumah sendirian? No no no.. Aku enggak jadi pergi!" Ndis mengurungkan niatnya.
"Lah kenapa mbak? Enggak apa-apa mbak, kalau mau pergi ya pergi aja. Masa gara-gara mas Jo mau ke sini mbak Ndis jadi batal ketemuan sama pak Dewa, eh.." Lintang langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan. Kaget sendiri karena keceplosan bicara.
Ndis duduk kembali. Mengambil ponselnya. Memberi kabar yang di seberang sana kalau dia enggak bisa pergi karena Lintang di rumah sendirian.
"Kamu tuh masih kecil Lin, enggak boleh berduaan sama cowok. Apalagi kondisi rumah sepi. Lagian ngapain itu mulut ditutupin gitu, aku udah denger lah."
"Tapi kan ini ngedate pertama mbak sama pak Dewa. Gagal deh." Lintang kecewa.
Ndis tertawa saja. Melihat kembali ponselnya, ada balasan di sana. Ndis tersenyum, setelah itu dia berjalan menuju dapur.
"Lin, bikin kue yuk." Ajak Ndis kepada adiknya.
"Ya Ayok, tumben mbak. Kenapa mau bikin kue? Ada orderan?" Menyusul kakaknya di dapur. Ndis enggak menjawab. Dia hanya tersenyum aja.
Saat kakak beradik itu sibuk ngublek telur dan kawan-kawannya telur agar bersatu padu menjadi kue yang mereka ingin buat, dari luar terdengar suara motor yang berhenti di depan rumah mereka.
"Assalamualaikum, Kulo nuwun.. Yuhuu eperi badi, cowok keren bertamu ini lho. Enggak disambut gitu?" Jo. Siapa lagi, dengan segudang kepedean yang tertanam pada dirinya, dia mengucapkan salam sepanjang jalan kenangan!
"Mbak.. Di luar ada mas Jo kayaknya." Lintang mencuci tangannya yang tadi terkena tepung.
"Temuin aja dulu." Ndis menuangkan adonan kue ke dalam loyang.
Tanpa diperintah dua kali, Lintang berjalan menuju ruang tamu dan langsung bablas ke depan rumah. Senyum mengembang saat melihat Jo dan Fajar ada di teras rumahnya.
"Waalaikumsalam. Eh mas Fajar juga ke sini," Lintang malah menyapa Fajar dulu tanpa melihat Jo.
"Iya Lin, tuh biji nangka satu minta ditemenin ke sini. Biasanya ke sini sendiri juga woles aja. Manja banget emang." Mereka masih ada di teras.
"Ooowh kalau Jo enggak ngajak ke sini kamu enggak mau ke sini gitu? Hmmmm bagus." Sudah bisa ditebak dari susunan kata-katanya, yang barusan berucap demikian adalah Ndis.
"Ya enggak gitu juga Ndis." Perasaan semua hal yang Fajar lakuin dan katakan kok salah mulu di mata Ndis.
"Lin, ini buat kamu." Jo memberikan bingkisan untuk Lintang. Lintang menerimanya, wajahnya tersenyum ayu.
"Harusnya enggak usah repot-repot mas Jo, kalau mau ke sini ya ke sini aja. Kayak biasanya gitu lho." Keempatnya duduk di teras. Ngobrol santai, bercerita dan mendengarkan cerita, saling ejek juga kerap terjadi saat mereka berkumpul seperti ini.
Fokus mereka teralih pada pengendara motor yang berhenti di depan rumah Ndis. Ndis tahu siapa yang datang. Begitu juga dengan Lintang, senyum langsung mengembang di wajah Lintang. Guru kesayangannya pasti datang ke rumah untuk bertemu kakaknya.
"Pak Dewa..." Sambut Lintang berlari mendekati Dewa yang baru saja melepas helmnya. Tak bisa ditutupi kebahagiaan itu jelas terpancar pada wajah cantik Lintang saat melihat kehadiran Dewa di tengah-tengah mereka.
Jo yang melihat hal itu langsung merenggut. Fajar apalagi. Mereka berdua terlihat paling tidak menghappy di sini. Wajah mereka menjadi mendung, surem, untuk tersenyum saja sulit mereka lakukan saat ini. Sangat kontras dengan suasana hati Lintang.
"Sore Syahira, kamu happy banget. Kenapa? Apa yang bikin kamu sampai sesenang ini?" Mata Dewa langsung memindai targetnya. Ketemu. Ndis ada di antara dua lelaki yang saat ini juga melihat ke arahnya.
"Pak Dewa, ayo ke sana. Gabung sama mbak Ndis juga." Ok fix kehadiran Fajar dan Jo sekarang menjadi tak kasat mata untuk Lintang. Dewa menuruti Lintang, ikut berjalan mengikuti gadis itu menuju rumahnya.
"Assalamualaikum." Sapaan pertama yang Dewa lontarkan sebelum dia dipersilahkan duduk.
"Waalaikumsalam." Keempatnya menjawab salam Dewa secara bersamaan.
"Aku ke dalam dulu, aku tadi bikin kue. Kelian masuk aja, jangan di luar." Ndis memasuki rumah lebih dahulu. Fajar dan Jo diam aja. Lintang langsung minta Dewa masuk bersamanya.
"Kok kesel ya Jar," Ucap Jo melihat punggung Lintang yang masuk tanpa menawarinya.
"Huum." Singkat. Males komentar panjang-panjang.
"Terus kita ngapain ini?" Tanyanya lagi.
"Mbuh lah Jo,"
"Masuk yuk," Ajak Jo. Udah berdiri.
"Enggak lah," Asli ini orang moodnya udah hancur.
"Aku masuk sendiri ini?" Kali ini tak ada jawaban dari Fajar. Jo menepuk pundak Fajar,
"Ayo masuk, jangan biarin pak tua itu merebut calon bidadari surga kita. Yang bener aja, aku enggak rela punya saingan seumuran bapakku!"
Fajar akhirnya mengikuti langkah Jo untuk masuk ke dalam rumah Ndis. Aslinya dia udah badmood. Tapi, benar apa yang dikatakan Jo, dia juga enggak rela kalau Ndis berbalik arah ke Dewa yang baru dikenal beberapa minggu yang lalu tepat di hari ulang tahun Lintang. Sedangkan dengannya yang udah kenal dari kecil masih flat-flat aja.
Saatnya bergerak Jar!
✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨
Neta mana Neta?
Dia masih sibuk cari kutu ikan paus di lautan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
liesae
lada lede=santuy..🙄😂😂😂 owalaahh
2024-11-11
1
🍊 NUuyz Leonal
Pepet terus pak guru 👍👍👍
2023-12-02
1
🍊 NUuyz Leonal
hahahaha mana ada seumuran bapakmu Jo 🤣🤣🤣
2023-12-02
0