Ndis membawa nampan berisi empat gelas es sirup dan dua piring kue buatannya yang udah dia potong-potong tadi di dapur.
"Pak Dewa, ini dicicipi kuenya. Mbak yang bikin sendiri lho." Lintang langsung mempromosikan kue yang masih hangat itu kepada gurunya.
"Oh ya, kamu pinter bikin kue ya Ndis." Menatap ke arah Ndis yang masih berdiri setelah meletakan nampan tadi. Hanya senyum simpul yang Ndis perlihatkan untuk membalas ucapan Dewa.
Ndis memperhatikan Jo dan Fajar. Kenapa mereka? Sejak Dewa datang mereka langsung diem banget, enggak biasanya.
"Jo, Jar, kenapa?" Tanya Ndis pada kedua temannya. Jo melihat ke arah Fajar, Fajar malas menanggapi.
"Enggak apa-apa sih aku. Aku oke, ada apa emangnya?" Jo mengambil sepotong kue dan langsung menjejalkan potongan kue itu ke dalam mulutnya.
Pandangan mata Ndis bertemu dengan Fajar, Ndis merasa Fajar menyembunyikan sesuatu saat ini.
"Ngopo kowe?" Pertanyaan dari Ndis untuk Fajar.
"Oda opo-opo," Belum bisa mengolah emosinya. Entah kenapa saat melihat senyum Ndis untuk lelaki lain, Fajar merasa tak terima.
Berbeda dengan Jo yang datang ke rumah Ndis hanya membawa bingkisan untuk Lintang, Dewa saat ini menyerahkan dua bingkisan yang berbentuk kotak persegi panjang berpita merah dan pink untuk Lintang dan juga Ndis.
Makin hmmm aja itu Fajar dan Jo lihatnya. Ndis yang awalnya menolak, akhirnya menerima kotak entah apa isinya itu karena desakan Lintang.
Sesaat Dewa melirik ke arah Fajar. Fajar membalas tatapan itu dengan pandangan tak suka.
"Kenapa mas?" Dewa mencoba mencairkan suasana. Fajar tidak langsung menjawab. Masih dengan pandangan yang.. gimana ya seperti itu lah pokoknya, tahu kan saat dilihat dengan pandangan tak suka sama orang? Nah itu yang sedang Fajar lakukan sekarang.
Tahu ada yang meluap emosinya, Jo langsung nimpuk Fajar dengan bantal di dekatnya.
"Heeeh tomcat, ini dimakan kuenya. Bengong aja, kemasukan setan tahu rasa!"
"Dia lagi sariawan pak guru, jadi agak pendiem. Enggak usah ditanya lagi pak, nanti khodam yang jaga dia bangun bisa berabe. Ngamuk-ngamuk kayak reog ntar." Lanjut Jo menutupi sikap Fajar yang jelas banget enggak suka dengan kehadiran Dewa diantara mereka di sana.
"Panggil Dewa aja. Enggak usah sungkan sama aku."
Sebagai lelaki dewasa yang udah mayan banyak pengalaman pernganuannya, sebenarnya Dewa tahu apa yang membuat Fajar melihatnya dengan pandangan seperti itu. Fajar cemburu padanya. Tapi, dia bodoh amat. Bukan Fajar yang dia incar kok. Baginya cukup dengan mendapatkan kepercayaan dari Ndis, membuat Ndis nyaman dengan dirinya, dan dukungan dari Lintang, jalannya untuk meluluhkan hati Ndis akan lancar jaya.
Dewa juga sudah menyiapkan strategi khusus untuk mengambil hati orang tua Ndis. Karena menurutnya Ndis adalah sosok gadis yang dia cari untuk menjadi pendamping hidupnya. Perasaan itu ada sejak pertama melihat kakak dari muridnya itu, sorot mata Ndis yang terkesan acuh malah menjadikan Dewa tertantang untuk bisa mendapatkan balasan rasa dari Ndis.
"Jar, ke depan bentar aku mau ngomong."
Ucapan Ndis membuat mahkluk yang ada di sana agak terkejut. Kenapa musti di depan? Kenapa musti berdua aja ngomongnya? Hmm.. Ada apa ya gaess?
Tidak menunggu sampai Ndis mengulang kata-katanya, Fajar langsung membuntuti Ndis. Berjalan tepat di belakang Ndis. Jo, Dewa, dan Lintang hanya melihat saja saat mereka berdua keluar dari ruang tamu.
Ndis berjalan ke arah bengkel. Lebih tepatnya dia menuju pohon rambutan tempat favoritnya. Dia berhenti di sana.
"Kamu kenapa?" Langsung bertanya saat udah duduk di bangku panjang.
"Jangan bilang enggak apa-apa, aku tahu kamu nutupi sesuatu. Dari tadi kamu diem aja waktu mas Dewa datang." Tambah Ndis.
"Mas?" Tanya Fajar menoleh ke arah Ndis.
"Ternyata udah sedekat itu kelian. Kamu tanya aku kenapa? Apa kalau aku bilang kamu akan percaya?" Fajar sedikit menaikan suaranya. Ndis menangkap ada emosi di dalam setiap kata-kata yang keluar dari bibir Fajar.
"Deket apa? Dia lebih tua dari aku, wajar aja aku panggil dia mas! Enggak mungkin aku panggil nama ke dia kan?" Bantah Ndis.
"Aku juga lebih tua dari kamu, kenapa enggak panggil aku mas juga?" Fajar bersungut-sungut.
"Cuma karena panggilan? Hanya karena panggilan mas kamu jadi seperti ini? Waraslah!! Waktu kamu pacaran sama Neta, sayang-sayangan sama cewek belatung nangka itu, apa kamu mikirin aku hah? Alasanmu untuk menjaga ku dari dia, asal kamu tahu.. Aku bukan anak TK yang sebutuh itu dijagain sama kamu!!" Meledak. Ndis mencapai batas sabarnya.
"Ndis.. Aku enggak pernah minta kamu muji aku dengan apa yang aku lakuin ke kamu. Tapi bisa enggak jangan ungkit kesalahan yang aku sendiri anggep itu adalah kebodohan. Ndis, aku enggak pernah bawa hati saat bersama Neta. Hubungan yang enggak lebih dari empat puluh delapan jam itu selalu jadi alasan kamu marah dan meluapkan emosi ke aku. Aku terima itu, karena aku tahu aku salah. Tapi, apa setiap orang enggak pernah melakukan kesalahan?"
"Ndis, cukup lama kita bareng-bareng. Bohong kalau aku bilang enggak ada rasa ke kamu. Sampai detik ini pun aku selalu merutuki diriku sendiri karena kebodohan yang aku lakukan saat mengambil keputusan memacari Neta, kamu pernah mikir untuk apa aku lakuin itu semua?"
Fajar menatap mata Ndis. Terlihat amarah memuncak di sana.
"Jangan muter-muter kalau ngomong Jar! Aku tanya sama kamu, apa cuma kamu yang punya hak deketin cewek? Apa cuma kamu yang bisa seenaknya sendiri? Apa cuma kamu yang boleh keluar dari zona nyaman kita? Haah... Kita? Kata itu seakan asing buat aku dan kamu sekarang!" Ujar Ndis penuh penekanan.
Fajar mendekati Ndis.
"Apa semua yang aku lakuin itu enggak punya efek apapun di hatimu Ndis? Ndis.. Aku sayang kamu! Kamu enggak peka atau emang pura-pura bodoh dengan perasaanku ini ke kamu?"
Terucap. Kalimat dari Fajar membuat Ndis kaget. Ndis beradu pandang dengan Fajar.
"Jujur aja, aku cemburu! Aku cemburu lihat kamu tersenyum seperti itu pada lelaki lain. Apa hal itu juga kamu enggak paham? Lalu apa yang kamu pahami tentang aku Ndis?" Balik bertanya. Seakan menghakimi hati Ndis.
"Maafin aku yang lancang ini Ndis, aku enggak bisa mengontrol hatiku saat hanya kamu yang mampu membuat aku seperti ini. Bukan orang lain... Bukan siapapun... Tapi kamu, aku sayang kamu!"
Ndis menggigit bibirnya untuk menahan air mata agar tidak tumpah. Entah kenapa dia bingung mengartikan perasaan hatinya sendiri, rasanya sakit. Tapi, dia sendiri bingung kenapa bisa muncul rasa sakit itu di dalam hatinya.
Fajar yang melihat hal itu refleks menarik Ndis dalam pelukannya. Tangis itu pecah di dalam pelukan Fajar.
"Maafin aku.. Aku minta maaf.. Aku enggak akan jujur sama kamu kalau buat kamu jadi gini. Aku minta maaf.."
Mereka enggak tahu, jika ada tiga penduduk planet Jiraiya yang menyaksikan semua yang mereka lakukan saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Riaaimutt
jiraiya... 😭😭
2024-06-06
1
🍊 NUuyz Leonal
planet name lah Thor 🤣🤣🤣
kalau Jiraiya kan gurunya Naruto
2023-12-02
2
🍊 NUuyz Leonal
🤣🤣🤣🤣Jo paham bener
2023-12-02
0