Salju kembali turun dari langit dan menutupi seluruh permukaan tanah. Udara di sekitar terasa dingin sampai menusuk kulit. Sementara itu, Pangeran Harith bersama dengan ayahnya, Sang Raja sedang menghabiskan waktu luang mereka untuk bersantai di balkon ruang keluarga Kerajaan dengan perapian yang menyala turut membantu menghangatkan udara di sekitar. Mereka berdua juga ditemani dengan sebuah teko berisikan teh hangat yang disiapkan khusus oleh Pangeran Harith untuk ayahnya.
Pangeran Harith menghembuskan asap yang membumbung setelah ia menghirup cerutu yang diapit oleh kedua jarinya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sang Raja ditengah hujan salju yang melanda.
Sorot mata Sang Raja memandang pada butiran-butiran salju yang berjatuhan. Selama beberapa saat, ia melamun. Namun ditengah lamunannya, Sang Raja teringat akan masalah yang sedang menimpa keluarganya. Kekhawatiran yang tiba-tiba muncul dalam benaknya itu lah yang membuat Sang Raja lantas bertanya pada Pangeran Harith "Apa Dewan Kerajaan benar-benar ingin Sarah mundur dari posisinya sebagai Ratu, Harith?"
"Ya, ayah." Pangeran Harith mengangguk dengan yakin pada ayahnya itu. "Ayah sendiri tahu jika para bangsawan tak berkenan untuk diperintah oleh seorang wanita."
"Aku tahu." Sang Raja menghela nafasnya dengan lesu. Wajahnya murung dengan beban yang ditanggung dalam pikirannya. Masalah yang saat ini dihadapi olehnya sama seperti tragedi yang pernah terjadi ratusan tahun sebelumnya. Sang Raja dilanda kebimbangan dalam hatinya. Separuhnya memilih untuk memihak pada Ratu Sarah yang tak lain adalah istri sahnya sendiri. Namun separuh yang lainnya berkata sebaliknya, tak hanya istrinya, dirinya juga bisa terancam jika para bangsawan sepakat untuk menggulingkan kekuasaannya.
Pangeran Harith mengerti akan kegelisahan yang ada dalam pikiran Sang Raja. Ia pun menuangkan teh dari dalam teko pada cangkir milik Sang Raja yang masih kosong. Pangeran Harith kemudian menyodorkan cangkir yang telah berisi teh hangat itu pada Sang Raja seraya berkata "Minumlah dulu, ayah. Mungkin ayah bisa lebih tenang."
Helaan nafas kembali terdengar dari mulut Sang Raja. Melihat putra sulungnya yang menuangkan dan menyodorkan secangkir teh itu padanya, lantas Sang Raja pun menerimanya. Ia menyesap teh itu, membiarkannya mengalir membasahi tenggorokannya. Dan benar saja seperti yang dikatakan oleh Pangeran Harith tadi, untuk sementara, Sang Raja merasa sedikit lebih tenang.
"Ayah tak perlu khawatir. Ratu Sarah tak akan turun dari tahtanya dan keluarga Dominique tak akan pernah kehilangan kuasanya." ada sedikit perasaan tenang saat Sang Raja mendengar ucapan dari Pangeran Harith. Penurunan tahta Sang Ratu memang tak hanya akan melukai harga dirinya, tapi juga harga diri keluarga Dominique. Hal itu lah yang membuat Sang Raja merasa khawatir, namun kini ia yakin Pangeran Harith pasti tak akan membiarkan hal itu terjadi.
Tak lama kemudian, Pangeran Harith melirik pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya lalu ia beranjak bangun. "Aku ada pertemuan. Sebaiknya aku pergi, ayah." ucap Pangeran Harith lalu menunduk sejenak pada Sang Raja dan kemudian pergi meninggalkannya.
Saat Pangeran Harith baru saja keluar dari ruang keluarga Kerajaan, ia secara tak sengaja bertemu dengan sesosok pria. Pangeran Harith tak membutuhkan waktu lama untuk mengenali sosok pria itu. Hanya dengan sekali tatapan, Pangeran Harith tahu bahwa pria itu tak lain ialah Dalvin. Kedua pandang mereka saling bertemu dan Dalvin pun mengangguk sekilas pada Pangeran Harith sebelum mereka akhirnya berpisah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Senyuman Calista tak memudar sejak beberapa menit yang lalu, membuat Edgar yang berjalan di sampingnya merasa keheranan dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh istrinya itu. Edgar lantas menautkan jari-jarinya pada tangan Calista, membuat gadis itu tersadar dan lantas menoleh pada Edgar.
"Apa yang membuatmu begitu senang?" tanya Edgar yang penasaran saat Calista menoleh padanya.
"Tak ada." Calista menggeleng, membuat suaminya itu lantas mencebikkan bibirnya. Sementara itu Calista hanya terkekeh geli melihat ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh Edgar tanpa berniat menceritakan tentang alasan mengapa suasana hatinya sedang baik saat itu. Calista hanya menyenderkan kepalanya pada bahu suaminya lalu ia berkata "Aku hanya sedang ingin tersenyum."
Senyuman Edgar ikut mengembang saat melihat Calista yang bersandar pada bahunya. Lantas ia pun melepaskan tautan tangan mereka berdua lalu beralih merangkul pundak istrinya itu. "Jangan terlalu sering tersenyum. Bisa-bisa nanti ada pria lain yang menyukaimu."
Tanpa terasa, kini mereka berdua telah sampai di depan pintu ruang makan Istana. Perjalanan mereka dari kamar Calista di Istana bagian barat menuju ruang makan Istana di Istana bagian utama memakan waktu yang cukup banyak karena jaraknya yang tak dekat. Terkadang alasan itulah yang membuat Calista malas untuk ikut makan bersama anggota keluarga Kerajaan yang lainnya. Namun kini ia ditemani oleh suaminya, membuat perjalanan mereka terasa singkat.
Para pengawal Istana yang sedang berjaga di sisi pintu membungkuk pada Calista dan Edgar. Mereka berdua kemudian membukakan pintu itu, mempersilahkan pasangan Pangeran dan Putri itu untuk masuk.
"Paduka Pangeran Edgar dan Tuan Putri Calista telah tiba!" seluruh atensi para anggota keluarga Kerajaan langsung tertuju pada Calista dan Edgar yang baru saja memasuki ruangan. Mereka berdua kemudian terduduk dengan Edgar duduk di samping ibunya, Sang Ratu.
"Tumben sekali Tuan Putri Calista berkenan hadir di sini." Calista yang tadinya sedang menyapa ibu mertuanya itu segera mendelik pada Putri Rachel yang terduduk di seberangnya. Ucapan Putri Rachel terkesan menyindir sehingga membuat Calista kesal.
Namun ditengah kekesalannya itu, seorang pelayan menghampirinya dengan membawakan Samantha dalam gendongannya. "Tuan Putri," pelayan itu membungkuk sejenak lalu menyerahkan kucing putih itu pada sang empunya.
"Oh, Samantha!" kekesalan Calista seketika berubah menjadi perasaan senang saat melihat makhluk kesayangannya itu sudah bersih dan rapi. Calista lantas mengambil Samantha dari gendongan pelayan itu lalu meletakkan kucing itu di atas pangkuannya.
"Terimakasih." ucap Calista dengan tersenyum. Pelayan itu mengangguk, lalu ia berjalan mundur meninggalkan Calista.
"Yang Mulia Raja telah tiba!" semua orang sontak berdiri, termasuk Calista yang sedang memangku Samantha. Ia beralih menggendong makhluk berbulu lebat itu sampai Sang Raja duduk di kursinya.
"Senang melihatmu di sini, Calista." ucap Sang Raja sembari melemparkan senyuman pada Calista. Sedangkan gadis itu hanya mengangguk kecil dengan sedikit tertawa.
Acara makan malam keluarga Kerajaan pun dimulai. Hidangan-hidangan mulai keluar satu per satu. Dan seperti biasanya, Calista membiarkan Samantha untuk terlebih dahulu mencicipi makanan miliknya.
Edgar yang melihat kelakuan istrinya itu hanya menggeleng. Ia sendiri heran dengan Samantha. Entah apa istimewanya kucing itu sampai-sampai Calista sangat menyayanginya seperti menyayangi anaknya sendiri.
"Cobalah untuk mengisi perutmu dengan makanan, Calista. Air tak akan membuatmu merasa kenyang." semua orang tertawa saat Sang Raja berkata pada Calista. Bahkan Calista sendiri ikut tertawa bersama mereka.
Namun tawa mereka membuat mereka tak menyadari sesuatu. Tak lama kemudian, Sang Raja tampak bersikap aneh. Orang pertama yang menyadarinya ialah Sang Ratu, sehingga membuat Sang Ratu bertanya "Ada sesuatu yang salah, Yang Mulia?"
Alih-alih menjawab, Sang Raja justru memegangi kepalanya yang terasa berputar. Pandangannya perlahan mengabur dan perutnya juga terasa diguncang. Beberapa saat kemudian, secara mengejutkan, Sang Raja memuntahkan darah sehingga membuat orang-orang berteriak histeris.
"Pelayan!" Calista dengan inisiatifnya berteriak sehingga beberapa pelayan datang dan langsung menghampiri Sang Raja.
Namun sayangnya mereka terlambat. Saat Sang Raja berdiri, sudah tak ada kekuatan yang tersisa dalam tubuhnya sehingga ia jatuh tersungkur di lantai. Seorang pelayan berinisiatif untuk memeriksa urat nadi di pergelangan tangan Sang Raja. Namun setelahnya, pelayan itu menggeleng pada mereka.
Sang Raja telah wafat, dengan cara yang tak wajar. Masalah keluarga Kerajaan dengan Dewan Kerajaan belum usai, namun kini mereka dihadapkan dengan kasus misteri kematian Sang Raja yang mendadak. Entah apa lagi yang akan menimpa mereka selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments