Memaksa Perjaka Tua Menikah
Ujang mengayun kapaknya dengan begitu semangat. Membuat kayu yang sudah di potong itu menjadi terbelah hanya dengan satu kali terjang saja. Keringat yang menetes keluar dari tubuh Ujang membuat kulit sawo matangnya mengkilap di kena dengan sinar matahari pagi.
Perut kotak-kotak yang terbentuk secara alami karena sering melakukan pekerjaan kasar dan juga pekerjaan berat,, lengan otot juga yang tampak keras.
Ujang memisahkan kayu yang sudah terbelah itu di tempat yang berbeda,, kayu yang sudah terbelah itu harus dibentuk lagi sebelum menjadi kayu bakar.
Katakanlah Ujang kampungan,, disaat orang-orang memakai kompor gas untuk memasak,, Ujang malah memakai tungku andalannya. Bukannya dia tidak memiliki uang untuk membeli kompor gas,, hanya saja pria yang sering digelari perjaka tua itu merasa tidak perlu membeli segala perabotan itu ataupun pecah belah lainnya. Ujang meletakkan kapaknya lalu segera duduk di sebuah kayu yang masih utuh untuk menyalakan rokoknya.
Asap rokok itu terlihat mengepul dari bibir gelap itu,, sementara keringat membasahi rambutnya hingga sampai ke pelipisnya.
"Seharusnya cari istri saja Jang,," ucap seorang pria yang sudah memiliki rambut berwarna abu-abu itu sambil terkekeh pada Ujang,, kekehan ejekan itu sudah biasa Ujang dengar jadi tidak berpengaruh apa-apa lagi untuk Ujang.
Ujang hanya mendengus saja mendengar kekehan ejekan itu.
"Siapa yang mau dengan ku? gadis zaman sekarang hanya mau pada pria Kota saja,, mana mau mereka padaku,, pada pria yang tinggal di tengah hutan seperti aku," ucap Ujang.
"Hmm kau benar juga Jang,, mungkin kau harus menunggu seorang wanita cantik nyasar kesini seperti kebanyakan di film-film itu,," ucap Azis sambil terkekeh geli.
"Dari tadi kau hanya mengganggu aku saja,, lebih baik bantu aku memasukkan perabot pesanan Abang Asep," ucap Ujang lagi.
"Tunggu dulu kopi ku belum habis Jang," ucap Azis.
"Satu menit lagi yah,, kalau kau masih tidak bergerak juga,, aku tidak akan mengeluarkan upah mu hari ini," ucap Ujang.
"Aku tau kamu memang kejam Jang,," ucap Azis. Pria berumur itu dengan terpaksa bangkit dari duduknya.
"Abang,, apa mejanya bisa diantarkan sekarang?" suara halus nan merdu itu berhasil menghentikan aktivitas kedua pria yang sangat berbeda jauh dari usia gadis itu.
"Jang,, ada gadis cantik kesasar!!!" bisik Azis pada Ujang. Ujang yang mendengar bisikan Azis hanya mendengus saja.
"Mana barangnya?" tanya gadis cantik itu lagi.
Ujang segera berjalan menuju gudang,, perabot semuanya disimpan di sana,, gadis itu mengekori Ujang sambil melihat disekelilingnya dan tersenyum kecil pada Azis begitu Azis mengangguk padanya dengan senyum menggodanya.
"Ini dia,," ucap Ujang sambil menunjuk sebuah meja yang baru selesai di cat pernis.
"Loh,, kok begini sih Bang? aku mintanya bukan yang begini,, aku mintanya yang agak tinggi sedikit karena aku mau pakai untuk meja belajar ku,," ucap gadis cantik itu, berambut panjang dan sedikit ikal itu menatap mejanya dengan kurang puas.
"Siapa nama kamu?" tanya Ujang sambil melihat gadis cantik itu,, kira-kira usia gadis itu baru sekitar dua puluhan.
"Aku Mentari,," jawab Mentari.
"Anak Pak Mamad kan?" tanya Ujang sambil melihat catatan bon yang sedang berada di tangannya saat ini.
Mentari menganggukkan kepalanya.
"Iya Bang," jawab Mentari.
"Beberapa hari yang lalu Ayahmu yang kesini dan memesannya sesuai keinginan Ayahmu jadi aku buat sesuai keinginan Ayahmu,, jika hari itu kamu yang datang lalu memesan aku pasti akan membuat sesuai pesanan mu," ucap Ujang.
Gadis muda itu tampak sangat tidak puas dengan ucapan Ujang,, bahkan Mentari menatap tidak minat sama sekali pada meja yang dipesan Ayahnya itu.
Ujang masih menanti jawaban dari gadis muda berkemeja kotak-kotak itu,, memakai celana jins pendek dan juga sepatu kets putih yang sudah kotor karena terkena tanah.
"Jadi maunya gimana? mejanya di antar langsung atau mau diperbaiki dulu,?" tanya Ujang lagi.
"Antar yang ini saja dulu!!! nanti buatkan aku yang baru lagi sesuai dengan keinginan ku Bang,," ucap Mentari menyerah,, padahal Mentari sudah mengatakan pada Ayahnya dia mau meja yang tinggi sesuai dengan postur tubuhnya yang tinggi semampai,, tapi malah Ayahnya memesan meja yang cocok untuk anak TK,, padahal Mentari belum memiliki ponakan sama sekali,, Kakaknya saja belum memiliki anak sampai saat ini.
"Baiklah kalau begitu,, kamu mau meja yang seperti apa?" tanya Ujang lagi.
"Tunggu Bang!!" ucap Mentari lalu segera mengeluarkan ponselnya.
"Aduh Bang disini susah jaringan lagi,," keluh Mentari.
"Pokoknya yah Bang seperti meja belajar pada umumnya tapi yang agak tinggi sedikit,, Abang lihat kan postur tubuh ku ini,, jadi sesuaikan aja Bang,," ucap Mentari lagi.
"Baiklah!!," ucap Ujang.
"Uangnya aku kasih begitu barangnya sampai di rumah yah Bang," ucap gadis cantik itu lagi sambil berjalan menuju motor matic nya,, memakai helm nya lalu menyalakan mesin motornya.
"Rumah mu dimana?" tanya Ujang lagi.
"Abang ikuti aku saja!!!," ucap Mentari lagi lalu mengendarai motornya duluan.
"Ahayyy, rezeki nomplok Jang mengekori gadis cantik,, semoga kalian berjodoh yah,," goda Azis pada Ujang.
Ujang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya begitu mendengar godaan temannya itu.
"Dengar yah Azis,, gadis kecil itu tidak mungkin akan menjadi jodohku,," ucap Ujang.
"Hmm bukan kecil tapi kamu yang ketuaan,, satu tahun lagi kamu empat puluh tahun,," ucap Azis.
Ujang tidak memperdulikan lagi ejekan temannya itu,, Ujang memilih mengemudikan mobil pick-up itu yang dipenuhi dengan berbagai barang sambil mengikuti belakang motor Mentari.
Dulu memang Ujang ingin menikah,, menikahi gadis desa yang pintar memasak,,, hanya sayangnya ketika beberapa kali Ujang meminang selalu saja Ujang ditolak dengan alasan dia bukan orang kantoran,, lagian wanita mana juga yang mau di ajak tinggal di perbukitan,, jauh dari rumah warga lainnya.
Bagi Ujang sosok calon istri idealnya tidak perlu berparas cantik,, yang penting wanita itu sopan dan pandai mengurus keluarga nantinya. Namun keinginan menikah Ujang sudah lama berhenti sejak empat tahun lalu,, Ujang sudah berhenti berharap akan menikah,, mungkin nasib Ujang memanglah akan hidup sendiri sampai ajal menjemputnya.
Ujang mengelap keringatnya menggunakan handuk yang dia taruh di bahunya,, jalan yang mereka lalui dipenuhi kerikil dan juga tampak menurun,, tapi sesosok tubuh langsing yang jaraknya tidak jauh dari mobil pick-up Ujang, terlihat begitu lihai mengendarai motor matic nya. Ujang sampai berpikir mengapa gadis bergaya Kota ini sampai repot-repot mendatanginya jauh-jauh hanya untuk menanyakan meja pesanan Ayahnya.
Rumah Mentari...
Rumahnya terletak di Desa seberang,, sebuah rumah sederhana yang beratapkan genteng dengan bangunan semi permanen.
Pak Mamad segera menyambut Ujang lalu membantu Ujang menurunkan meja.
"Ayah,, maksud Mentari bukan begitu bentuk mejanya,, itu tidak cocok untuk Mentari gunakan," ucap Mentari yang tidak bisa lagi menyembunyikan rasa tidak puasnya pada meja pesanan Ayahnya.
"Loh ini kan meja juga Mentari,, hanya kalau kamu gunakan ini kamu harus duduk lesehan,," ucap Pak Mamad.
"Ishh mana ada meja belajar duduk lesehan sih Ayah,," ucap Mentari lagi.
"Ada kok,, ini buktinya ada," ucap Pak Mamad lagi sambil menunjuk meja.
"Isshh terserah Ayah saja, yang penting aku sudah memesan meja satu lagi sama Abang itu,," ucap Mentari lalu segera masuk ke dalam kamarnya.
"Harap maklum,, Mentari itu meskipun sudah berumur dua puluh dua tahun tapi sifatnya kadang masih seperti anak-anak saja," ucap Pak Mamad lagi sambil melihat Ujang.
"Oh iya tidak apa-apa,," ucap Ujang.
"Kamu tidak bertanya Ujang?" ucap Pak Mamad lagi.
"Menanyakan apa?" tanya Ujang tidak mengerti.
"Anakku,,, mengingat ini pertama kalinya kalian bertemu," ucap Pak Mamad lagi.
"Oh,, aku sudah pernah bertemu dengannya ketika dia masih SD," ucap Ujang.
"Oh menurut mu dia cantik tidak?" tanya Pak Mamad lagi.
Ujang yang sedang mengikat barang yang tersisa lalu menghentikan gerakannya begitu mendengar pertanyaan Pak Mamad.
"Cantik!!," jawab Ujang.
"Kamu suka sama dia?" tanya Pak Mamad lagi yang membuat Ujang langsung tertawa kecil.
"Jangan meledek aku Pak,, Mentari itu cocoknya jadi ponakan ku,," ucap Ujang.
"Kamu mau tidak kalau aku menjodohkan kamu dengan Mentari?" tanya Pak Mamad lagi.
"Permasalahannya itu pak Mentari mau tidak dijodohkan dengan aku ini yang cocok jadi om nya? jawabannya sudah pasti dia tidak mau,, sudahlah pak massa anak sendiri dijadikan candaan,,," ucap Ujang sambil terkekeh kecil.
Ujang kemudian naik ke mobilnya.
"Ya sudah Jang!! oh iya pesanan Mentari kapan akan diantarkan Jang? jangan sampai dia ngamuk lagi Jang baru diantarkan,, kamu juga tidak punya nomor ponsel untuk bisa dihubungi,," ucap Pak Mamad lagi.
"Kali ini aku akan tepat waktu Pak,, tiga hari lagi yah pak,," ucap Ujang.
"Baiklah,,, aku tunggu!!!," ucap Pak Mamad sambil tersenyum ramah pada Ujang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Kerajinan bunga lintol
udah lam AQ nyari cerita in baru Nemu hari inii
2024-08-26
1
MuhammadSatrya Ananami
kerennn karyamu ini thorrr😍😍😍
2023-08-22
0
Qaisaa Nazarudin
Wooww ujang di lamar camer nih,,👏🏻👏🏻👏🏻😂😂😜
Mampir thor..
2023-04-10
0