Mentari terus meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukan nya saat ini benar,, Mentari baru jatuh cinta satu kali pada Samuel yang dulunya begitu manis memperlakukan dirinya,, Samuel laki-laki yang mempunyai fisik yang sempurna,, Samuel juga berasal dari keluarga yang berada,, Samuel juga penyayang dan perhatian,, bahkan dengan hal-hal kecil pun,, namun Mentari benar-benar tidak menyangka pria yang dicintainya itu ternyata bukan jodohnya.
Mentari sudah tidak butuh cinta lagi,, sakit hati itu ibarat luka yang membusuk. Ayahnya menginginkan Mentari untuk segera menikah,, umur Mentari juga sudah cukup,, sudah bisa menikah,, kuliah pun sudah selesai,, lalu apa lagi? Mentari tidak butuh lagi laki-laki yang membuat nya jatuh cinta,, Ayahnya menyukai Ujang jadi Mentari rasa itu alasan yang cukup untuk menikah dengan Ujang, Ujang juga memiliki banyak uang,, jadi Mentari tidak perlu bekerja lagi setelah menikah,, iya kan? bukannya itu indah?
Mentari terus memantapkan hatinya. Perhatian Mentari kemudian beralih ke pekarangan rumah nya terlihat mobil pick-up Ujang yang baru saja datang,, pria itu datang sangat tepat waktu,, Ujang tidak sendirian tetapi dia bersama dengan Azis.
Kemeja kotak-kotak,, kemeja yang sama dan sering dipakai Ujang kemana-mana bahkan ketika Ujang mengantar barang,, entah mengapa Mentari merasa sedikit kecewa,, ini adalah hari lamaran,, sesuatu yang sakral meskipun tidak mengundang tetangga,, Mentari pun memakai pakaian terbaiknya dihari ini,, lalu kenapa Ujang memakai baju itu yang sudah Mentari hafal betul dikepalanya? bahkan celana jins yang juga selalu dipakai Ujang.
"Tari," ucap Ibu Mentari dari luar pintu kamar.
"Iya Bu," jawab Mentari.
"Ujang sudah datang,,," ucap Ibu Mentari lagi.
"Iya Bu,," ucap Mentari.
Mentari pun akhirnya keluar dari pintu kamar menuju ruang tamu yang berada tepat di depan pintu kamarnya,, Ayah Mentari memakai baju Koko dan juga memakai peci,, Ibu Mentari memakai baju gamis dan juga jilbab yang warnanya senada dengan bajunya,, cuma warna jilbabnya sedikit lebih muda dari warna bajunya.
Semua orang berpakaian pantas, tapi Ujang malah berpakaian seperti itu,, apakah Ujang tidak memiliki baju baru? begitulah yang dipikirkan Mentari.
"Duduk disini Tari," ucap Ayah Mentari sambil menyuruh Mentari duduk di dekat Ujang,, Mentari mengikuti ucapan Ayahnya,, namun Mentari mengambil jarak ketika duduk di samping Ujang,, Mentari tidak melihat sedikit pun pada Ujang,, Mentari juga sedikit mencium bau rokok walaupun bau nya tidak terlalu mencolok.
"Sudah sarapan Jang?" tanya Pak Mamad.
"Sudah Pak,, aku tadi sarapan dulu sebelum kesini,," jawab Ujang.
"Masak apa kamu Ujang?" tanya Pak Mamad sambil tersenyum geli,, mengingat Ujang yang tinggal sendiri pasti Ujang juga memasak sendiri selama ini.
"Ikan asin dan sambal pete,," jawab Azis dengan nada suara yang begitu semangat.
Mentari langsung menoleh sedikit,, Ikan asin? Pete? makanan itu sangat tidak disukai oleh Mentari,, Mentari bahkan akan mengungsi tidur pada teman kos nya yang lain apabila teman satu kamarnya memakan Pete ataupun jengkol.
"Wah enak banget itu,, sesekali buat gulai ayam juga,," ucap Ibu Mentari.
"Repot si Ujang,, karena harus memarut kelapa dulu buat dijadikan santan,," ucap Azis lagi dengan semangat yang langsung mendapatkan tatapan mata peringatan dari Ujang.
Entahlah Azis memang sangat bersemangat begitu tau Ujang akan segera melamar Mentari.
"Itu gunanya menikah Jang,, kau mau apa saja tinggal bilang pada istrimu,, asal istrimu di kasih uang belanja yang cukup,, pasti istrimu akan memasak apapun yang kamu inginkan Jang,, iyakan Tari?" goda Pak Mamad pada Mentari namun Mentari tidak menanggapi godaan Ayahnya.
"Jadi kamu kesini dalam rangka apa Jang?" tanya Pak Mamad.
Pak Mamad sebenarnya sudah sangat tau maksud Ujang ke rumah nya,, namun Pak Mamad tau betul Ujang akan berbicara jika ditanya,, ibaratnya ucapannya harus dijemput dulu.
"Saya kesini mau melamar Mentari Pak," ucap Ujang sejenak melirik kepada Mentari. Lalu Azis dengan segera mengeluarkan sebuah kotak yang berisi cincin emas dengan model yang sama tetapi berbeda ukuran itu.
"Apa kamu serius Ujang?" ucap Pak Mamad yang nada bicaranya langsung berubah berwibawa.
Ekspresi wajah Mentari langsung berubah tegang. Apakah Mentari benar-benar telah siap? apakah terlambat untuk membatalkan semua nya? kalau Mentari batalkan bagaimana dengan Ayahnya? mengapa keraguan malah muncul disaat Mentari benar-benar mantap dengan keputusan nya sebelumnya?
"Bagaimana Tari?" tanya Ayah Mentari.
"Hah," ucap Mentari sedikit tergagap.
"Ujang kesini untuk melamar kamu Tari,, kamu setuju atau tidak? semua keputusan ada di tangan mu Mentari,, Ayah dan Ibu hanya setuju saja dengan keputusan yang kamu ambil,," ucap Pak Mamad lagi.
Mentari merasa hati dan logikanya saat ini tengah berperang sengit.
Sudahlah Tari,, kamu tidak suka makan Pete tidak suka Ikan asin,, kamu juga menyukai pria yang rapi,, jadi tidak terlambat untuk menggelengkan kepalamu,, tapi yang memaksa Ujang untuk menikahi mu adalah dirimu sendiri Tari? kamu akan sangat jahat karena telah mempermainkan harga diri pria yang berada di samping mu saat ini.
Pikiran Mentari benar-benar sedang tidak baik-baik saja sekarang.
"Jadi Tari bagaimana?" tanya Pak Mamad lagi yang langsung menyadarkan Mentari dari pikirannya,, semua tampak menunggu jawaban dari Mentari,, Pak Mamad,, Ibu Mentari,, Azis menatap Mentari dengan tatapan penuh harap sedangkan Ujang terlihat biasa saja,, Ujang sudah sering mengalami hal seperti ini.
"Mentari terima Ayah," ucap Mentari dengan spontan.
"Alhamdulillah,," serentak mereka langsung menjawab kecuali Ujang yang masih diam.
Mentari merasa tenggorokannya sangat tersumbat,, ada rasa sesak yang ingin meledak dari tenggorokannya tapi Mentari berusaha untuk diam saja.
"Jadi aku kesini sebagai perwakilan Ujang Pak,, Pak Mamad kan tau kalau Ujang ini hidup sebatang kara sekarang,, jadi lamaran dan pertunangan ini diadakan secara ringkas dan instan saja tidak memakai adat,, aku yakin Pak Mamad pasti setuju,," ucap Azis.
"Oh itu tentu saja,,, aku suka yang instan tidak rumit-rumit,," ucap Pak Mamad sambil tersenyum senang.
"Jadi kapan pernikahan nya akan dilaksanakan?" tanya Azis lagi tidak sabaran ingin segera tau.
"Kapan Tari kamu maunya?" tanya Pak Mamad lagi.
Mentari pun tersadar lagi dari lamunannya.
"Terserah pada Ayah saja," ucap Mentari.
"Ayah mau nya seminggu lagi,, jadi gimana Bu?" tanya Pak Mamad.
"Iya Ibu setuju,, lebih cepat lebih baik," ucap Ibu Mentari.
"Pas,, seminggu lagi,, aku juga sangat setuju,," ucap Azis dengan semangat luar biasa,, semua yang berada di ruangan itu terlihat sangat bahagia kecuali Ujang dan Mentari.
Ujang bukanlah pria yang bodoh,, sejak tadi Ujang mengamati ekspresi wajah Mentari,, dan saat ini Mentari terlihat seperti hendak menangis.
"Tari permisi dulu,, Tari merasa agak pusing sedikit," ucap Mentari lalu segera bangkit dari duduknya secara tiba-tiba.
"Mungkin dia kaget kalau nikahnya seminggu lagi,, dia terlalu bahagia,, ayo minum dulu,," ucap Ibu Mentari yang membuat Pak Mamad dan Azis tertawa bahagia.
Pak Mamad menyodorkan teh ke arah Ujang dan Azis,, Ujang mengambil teh itu tapi matanya terus melirik pada Mentari yang baru saja masuk ke dalam kamar. Mentari mengunci pintu kamarnya,, lalu membuka jilbabnya dan segera mencuci wajah nya sendiri.
Rasanya Mentari ingin sekali menangis,, tapi untuk apa dirinya menangis? Ujang sudah dari awal menolak perjodohan mereka dengan berbagai alasan tapi malah dirinya sendiri yang memaksa,, dirinya yang mengatur agar lamaran ini dilaksanakan hari ini juga,, dirinya sendiri juga yang membantu ibunya menyiapkan kue ataupun cemilan.
"Aku harus bertanggungjawab dengan apa yang aku katakan sendiri,," ucap Mentari meneguhkan hatinya tentang keputusan nya, sambil melihat pantulan dirinya di cermin.
"Jangan ada air mata lagi,, jika kemarin hubungan ku berakhir dengan Samuel karena Samuel yang mengakhiri nya,, sedangkan sekarang hubungan ku di mulai dengan Bang Ujang karena aku yang memaksa,, jadi tidak layak jika aku juga yang malah menolak hubungan ini," ucap Mentari di depan cermin lalu setelah itu Mentari kembali keluar kamar dan segera berbaur dengan yang lainnya yang masih berada di ruang tamu.
#########
Mentari ikut mengantar Ujang ke pekarangan rumah nya,, ekspresi wajah pria itu masih tetap sama sejak tadi.
"Aku ingin kita tidak bertemu sampai akad nikah nanti,, apa Abang bisa?" tanya Mentari.
"Tentu,," jawab Ujang. Sedangkan Azis dan Pak Mamad masih asik bercerita padahal sejak tadi mereka sudah bercerita.
"Ayo Bang,, hari ini kita banyak kerja,," ucap Ujang. Azis segera berjalan ke dekat mobil.
"Aku pamit yah Tari," ucap Azis.
Mentari pun menganggukkan kepalanya.
Mobil pick up itu segera berlalu setelah Ujang dan Azis pamit kepada kedua orang tua Mentari,, Ujang bahkan tidak menatap Mentari sama sekali.
Mentari tampak menarik nafas dalam-dalam,, sambil menunduk memutar cincin emas pertunangan nya dengan Ujang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Anonymous
Sesederhana apapun pakaian itu kita harus menyesuaikan kondisi kalo ada bwt apa merendahkan diri dengan tampilan kismin.
2024-12-15
0
matcha
duuh labil ni si mentari pagi
2024-09-06
0
Putri Yaya
Ternyata bang Ujang penyuka barang butut,,,motor butut,baju butut,,🤭😃😃😃
2022-09-20
1