Mentari masih dalam mode kesalnya bahkan sampai saat ini Mentari masih betah mengurung dirinya di dalam kamar.
Mentari sengaja pulang kampung karena proses sidang skripsi nya sudah selesai,, Mentari hanya menunggu jadwal wisuda nya saja yang akan berlangsung tidak lama lagi,, selain alasan itu Mentari pulang kampung juga untuk mengobati hatinya yang patah.
Putus cinta begitu menyesakkan dada Mentari,, dia dan Samuel sudah berpacaran dengan waktu yang cukup lama,, tiga tahun lebih bukanlah hal yang sebentar untuk Mentari,, Mentari sangat mencintai Samuel,, suka duka mereka telah jalani bersama dan Mentari juga sangat setia pada Samuel.
Awalnya Mentari sudah merasakan firasat buruk tapi Mentari berusaha tidak memperdulikan firasat buruk itu,, tepatnya setelah KKN,, Samuel sudah mulai memperlihatkan perubahan-perubahan pada sikapnya,, dirinya dan Samuel sangat jarang bertemu padahal mereka berasal dari kampus yang sama. Samuel mempunyai banyak alasan untuk menghindari Mentari. Namun,, beberapa minggu yang lalu pria itu menyerah dan mengakhiri hubungannya dengan Mentari.
"Tari aku yang salah disini,, aku telah selingkuh di belakang mu,, kamu wanita yang baik,, sempurna,, kamu tidak pantas mendapatkan pria seperti ku ini,,"
Begitulah kata Samuel waktu itu ketika memilih memutuskan hubungannya dengan Mentari,, rasanya Mentari ingin sekali mencincang pria itu,, Samuel sudah tau jika dirinya bersalah tapi tidak meminta maaf sedikit pun,, merubah dirinya agar bisa kembali padanya lagi. Bukan malah memutuskan hubungan mereka secara sepihak seperti ini,, tapi Mentari tidak menangis sedikit pun malahan Mentari berusaha tersenyum,, senyum yang sangat anggun dan manis.
"Aku tau Samuel,, seorang wanita yang setia seperti aku ini tidak pantas untuk seorang pria yang tukang selingkuh seperti mu,, untungnya kamu mau mengakui sekarang sebelum aku lebih jauh memperkenalkan mu pada Ayahku,," ucap Mentari berusaha terlihat biasa saja padahal dalam hati Mentari begitu sakit seakan remuk.
Mentari bahkan mengurung dirinya di kamar berhari-hari karena patah hati itu,, Mentari hanya memakan makanan ringan saja bahkan Mentari tidak mandi berhari-hari,, Mentari membiarkan dirinya menangis sampai dirinya merasa lelah sendiri.
Hingga saat ini Mentari tidak ingin lagi mengingat pria yang sudah berselingkuh itu.
"Tari,, Ayah boleh masuk nggak?" tanya Pak Mamad,, Ayah Mentari itu masih memakai baju kokoh,, kopiah dan juga sarung yang menandakan bahwa Ayah Mentari baru saja selesai shalat.
"Iya Ayah masuk aja,," ucap Mentari sambil membereskan berbagai komik yang ada di atas tempat tidurnya itu.
"Nak, kamu kenapa? Ayah memperhatikan mu semenjak kamu pulang dari Kota,, kamu terlihat sangat murung sekali,, ayo ceritakan pada Ayah,, Ayah siap mendengarkan ceritamu," ucap Pak Mamad pada Mentari.
"Tidak ada kok Ayah,, aku nggak kenapa-kenapa,," ucap Mentari berusaha menyembunyikan semuanya.
"Em tidak ada berarti ada,, perempuan kan selalu terbalik,, apa ada masalah dengan kuliah mu Nak?" tanya Pak Mamad lagi.
"Nggak Ayah,, bentar lagi kan Mentari wisuda,, Ayah juga tau sendiri kan?" ucap Mentari.
"Iya Ayah tau,, lalu apa masalahmu? apa kamu sedang bertengkar dengan pacarmu?" tanya Pak Mamad lagi.
"Hubungan kami sudah berakhir Ayah,, Samuel bukan pria yang baik untuk ku,, aku selalu mengingat perkataan Ayah,, bahwa suami itu adalah pemimpin,, jika dia tidak mampu memimpin dirinya sendiri lalu bagaimana bisa dia memimpin keluarganya nanti?" ucap Mentari.
"Bagus,, Ayah bangga padamu karena selalu mengingat pesan Ayah,," ucap Pak Mamad sambil tersenyum bangga melihat anaknya.
"Tari,, apa kamu ingat laki-laki yang tadi?" tanya Pak Mamad.
"Yang mana Ayah?" tanya Mentari sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Itu laki-laki yang mengantar meja mu tadi,," ucap Pak Mamad lagi.
"Oh Abang yang tadi,, iya Tari ingat wajahnya tapi tidak ingat namanya Ayah,," ucap Mentari.
"Laki-laki tadi namanya Ujang,," ucap Pak Mamad.
"Oh iya,, tapi namanya kolot sekali Ayah,," ucap Mentari.
"Jangan nilai namanya Tari,, tapi nilai lah kepribadiannya,, apa kamu lupa Tari, saat kamu masih SD, waktu itu kamu hanyut di sungai,, dan Ujang lah yang menyelamatkan kamu,," ucap Pak Mamad lagi.
"Tari tidak ingat sama sekali Ayah,," ucap Mentari.
"Menurut mu,, Ujang itu gimana orangnya?" tanya Pak Mamad lagi.
"Emm kenapa Ayah menanyakan penilaian ku?" tanya Mentari.
"Tidak apa-apa,, Ayah hanya ingin mendengar pendapat mu saja mengenai Ujang,," jawab Pak Mamad lagi.
"Oh Abang itu tidak banyak bicara Ayah,, dia sangat pendiam,," ucap Mentari.
"Apa menurutmu Tari,, dia itu tampan?" tanya Pak Mamad lagi.
"Sedikit Ayah,, tapi sayang sekali dia tidak terurus,, wajahnya tidak terurus,, mungkin kalau kumis nya dicukur dan rambutnya di potong,, dia pasti akan kelihatan jauh lebih rapi,," ucap Mentari lagi.
"Ayah suka dengan Ujang,, Tari,," ucap Pak Mamad lagi yang membuat Mentari tersentak kaget.
"Apa Ayah? jangan bilang kalau Ayah punya..," ucap Mentari tidak bisa lagi melanjutkan ucapannya.
"Apa yang kau pikirkan? apa kamu berpikir Ayah punya kelainan jeruk makan jeruk dasar anak bodoh!! maksud Ayah itu, Ayah suka dengan kepribadian Ujang,, dia itu sebenarnya punya banyak uang buktinya dia yang membangun mesjid di tetangga kampung tapi dia tidak pernah pamer,, dia hidup sederhana dan dia punya hutan sendiri untuk mengerjakan usahanya,, dia pria yang hebat nak,," ucap Pak Mamad yang memang sangat kagum dengan kepribadian Ujang sejak dulu.
"Iya Ayah,, Mentari tau,, Mentari lihat tadi rumahnya lebih cocok jika dikatakan itu sebuah pondok,," ucap Mentari lagi.
"Kalau Ayah jodohkan kamu dengan Ujang, gimana Tari,, apa kamu mau?" tanya Pak Mamad lagi.
"Apa!!!," ucap Mentari tersentak kaget.
Di tempat lain...
Azis tengah memisahkan kayu yang sudah di potong-potong untuk di olah menjadi berbagai macam perabot,, semua orang tau bahwa Ujang sebenarnya bukan orang miskin,, dia mempunyai hutan sendiri yang Ujang dapatkan dari warisan keluarga nya. Orang tua Ujang sudah meninggal dua-duanya.
Ujang anak tunggal,, Ujang tidak memiliki kerabat dekat karena Ibu Ujang juga anak tunggal,, Ujang pernah bercerita pada Azis bahwa Ujang menyesali dirinya karena tidak bisa mewujudkan keinginan Ibunya,, Ibunya ingin sekali memiliki cucu namun Ujang tidak dapat mewujudkan nya,, karena bagaimana mau punya anak jika istri saja Ujang tidak punya.
Rumah Ujang terletak di tengah-tengah hutannya,, Ujang sengaja tinggal disana dengan alasan akan lebih muda membawa kayu ke gudang nya, meskipun Ujang tinggal terpencil dari warga Desa lainnya tapi menuju ke rumah Ujang bisa dilewati oleh kendaraan roda empat.
Azis sebenarnya tidak jauh beda umurnya dengan Ujang,, hanya saja perbedaan nya,, rambut Azis sangat cepat beruban dan juga tubuh Azis tidak hot seperti Ujang.
Tak lama Ujang keluar dari rumah kayunya,, rambut gondrong Ujang masih terlihat basah karena Ujang baru saja selesai mandi,, Ujang memakai baju kaos tanpa lengan lebih tepatnya terlihat seperti singlet dan memakai celana jins pudar.
"Azis,, cat nya sudah kering atau belum?" tanya Ujang pada Azis sambil melihat pesanan meja Mentari.
Azis menganggukan kepalanya sambil memeriksa sekali lagi.
"Sudah kok,, kapan diantar Jang?" tanya Azis.
"Siang ini,," jawab Ujang sambil melihat catatan ditangannya.
"Dan setelah itu kita bisa menyelesaikan pesanan yang lain lagi,," ucap Ujang.
"Hmm Ujang tidak rugi juga kamu bertemu dengan gadis cantik nyasar itu,," ucap Azis.
"Dia bukan nyasar Azis,, dia memang sengaja datang kesini,," ucap Ujang lalu segera duduk di kayu dan mengambil korek apinya untuk segera merokok,, Ujang memang perokok berat.
"Lihat siapa yang datang Jang!!," ucap Azis begitu mendengar suara deru motor berhenti di depan pagar kayu Ujang.
"Jang,, aku yakin banget dia kesini karena ingin mencari mu,," goda Azis pada Ujang.
"Tentu saja dia mencari ku Azis,, dia itu pembeli dan aku ini penjual,," ucap Ujang lalu segera membuang rokoknya dan menginjaknya,, bagi Ujang melayani pembeli itu tidak sopan jika dirinya sambil merokok.
"Haduh,, Ujang kau itu selalu saja serius tidak bisa di ajak bercanda sedikit saja,," ucap Azis lalu segera mengangkat meja ke tempat yang lebih teduh.
Mentari kali ini memakai baju kaos kebesaran berwarna pink,,, dipadukan dengan celana pendek di atas lutut,, Mentari memang tidak suka memakai rok,, sedangkan kakinya beralaskan sendal jepit berwarna hitam.
Sejenak Mentari mematung menatap Ujang yang sedang berjalan ke arahnya,, Mentari berpikir apa istimewanya pria di hadapannya ini selain kedermawan nya,, sehingga Ayahnya sangat menyukai Ujang.
Ujang memiliki postur tubuh tinggi besar,, rambutnya gondrong dan sedikit ikal,, kulit Ujang sawo matang,,, jenggot dan cambang nya tumbuh bebas di wajahnya,, belum lagi bulu-bulu kasar yang terlihat sedikit dari singlet yang dipakai Ujang. Mentari tidak menemukan sama sekali keistimewaan dari diri Ujang. Semuanya biasa saja dimata Mentari.
"Meja ku sudah selesai Bang?" tanya Mentari sambil merubah ekspresi wajah nya,, tak ingin ketahuan Ujang bahwa tadi Mentari sedang menilai Ujang.
"Sudah,, nanti siang akan segera di antar,," ucap Ujang.
"Boleh aku lihat dulu nggak Bang? jadi kalau ada apa-apa bisa langsung diperbaiki dulu sebelum diantar,," ucap Mentari.
"Boleh,, silahkan ikut aku,," ucap Ujang.
Mentari mengangguk lalu segera mengikuti Ujang,, punggung lebar dan otot kuat menandakan bahwa Ujang seorang pekerja keras dan suka membawa beban berat,, tapi bagi Mentari itu bukanlah suatu keistimewaan sama sekali, Mentari rasa sangat berlebihan jika Ayahnya menjodohkan dirinya dengan pria yang sangat berbeda usia dengannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Devi Handayani
duh kenapa kyalanku sosok ujang jadi mirip can yaman yg ada di drama turki early bird😁😁😁
2023-02-15
2
M Dewi
aku mampir thor. teruslah untuk up.
2022-10-11
0
Andriani
yg sabar deh mentari, jodoh dari Ayah pasti oke punya.
2022-09-06
1