"Abang,," ucap Mentari.
Saat ini keadaan rumah Mentari sudah sepi,, para tetangga yang membantu sudah pada pulang ke rumah masing-masing.
"Ini bantal dan selimut untuk Abang," ucap Mentari sambil menyodorkan kedua benda itu,, saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.
Ujang menerima benda itu tanpa melihat Mentari,, saat ini adik Mentari telah tidur lelap.
Mentari kemudian berniat meninggalkan Ujang namun sebagian dari hati Mentari merasa ada yang mengganjal,, Mentari memutuskan untuk duduk di samping Ujang,,, lebih tepatnya duduk di atas ranjang Dika.
"Pernikahan kita sudah terjadi Bang," ucap Mentari sambil menautkan jari-jari nya,, senyum gundah dari bibirnya tidak bisa Mentari sembunyikan sedikit pun.
"Kamu menyesal,, Tari?" ucap Ujang dengan nada suara pelan karena tidak ingin membangunkan Dika yang saat ini sudah tidur, Ujang menatap lekat pada Mentari yang saat ini sedang menunduk dalam,, dan sekali lagi Ujang menemukan raut wajah sedih yang begitu kentara dari Mentari.
Mulut Mentari tertutup rapat,, tapi detik berikutnya isakan lirih terdengar di telinga Ujang,, isakan yang sangat pilu yang menunjukkan bahwa betapa menyesalnya wanita di dekatnya saat ini.
"Tangisan mu sudah menjawab semuanya Tari,, seharusnya kamu berhenti sejak awal tapi kamu tetap keras kepala,, kamu memaksa aku,, sekarang nasi telah menjadi bubur,," ucap Ujang.
Ujang tampak menengadahkan wajahnya,, Ujang sangat tau bahwa hal ini pasti terjadi.
"Bang," ucap Mentari sambil memegang lengan Ujang,, Mentari tidak tega pada laki-laki yang berada di sampingnya saat ini,, tapi dia juga ingin meluapkan isi hatinya saat ini bahwa sebenarnya dia merasa begitu gegabah dalam memutuskan sesuatu sebelumnya.
Mata tajam Ujang menghunus nya,,, mata itu terlihat jelas sangat terluka,, meskipun Ujang tidak menampakkan nya secara terang-terangan,, tapi Mentari tau bahwa dia telah menyakiti harga diri pria itu.
"Dari awal kamu sudah egois Tari,, karena kamu mengatur semua orang sesuka hati kamu, cukup malam ini saja kamu menangis Tari,, karena air matamu tidak akan membuat ku menceraikan mu,," ucap Ujang.
Kalimat itu diucapkan Ujang dengan tegas dan lugas,, Mentari tampak tertegun sejenak kemudian Mentari mengusap air matanya sendiri,, Mentari tampak menarik nafas panjang mencoba untuk menetralkan jiwanya yang saat ini sedang gundah.
"Dari awal aku sudah mengatakan padamu bahwa kamu pasti akan menyesal di kemudian hari,, tapi tampaknya penyesalan datang begitu cepat padamu Tari,, bahkan belum sampai dua puluh empat jam kita menikah kamu sudah menangis-menangis seakan-akan aku berbuat aniaya padamu,," ucap Ujang.
Mendengar ucapan Ujang,, Mentari menoleh pada Ujang dengan wajah yang masih basah karena air mata.
"Beri Tari waktu Bang,, karena pernikahan kita bukan berdasarkan cinta," ucap Mentari.
"Waktu untuk apa Tari? jika yang kamu maksud adalah waktu agar kamu jatuh cinta padaku,, maka kamu tidak perlu memberi harap Tari,, jangan terlalu memaksakan dirimu,, aku tau betul aku bukan selera mu," ucap Ujang.
Sangat tepat sasaran,, kata-kata Ujang selalu membuat Mentari diam tak berkutik.
"Ini sudah larut Tari,, sebaiknya kamu tidur,, besok seharian kita akan bersanding jangan sampai mata mu bengkak saat itu,, yang dipaksa disini bukan kamu tapi aku yang dipaksa,, jadi Tari jangan terlihat seperti korban karena kamu lah pelaku sesungguhnya,," ucap Ujang lagi.
Setelah mengucapkan itu,, Ujang langsung merebahkan tubuhnya di samping Dika, ranjang Dika kekecilan untuk Ujang sehingga Ujang harus menekuk kaki panjangnya.
Mentari tidak berkata apa-apa lagi,, lalu setelah itu Mentari keluar dari kamar Dika, Ujang betul bahwa bukan Ujang yang memaksa tapi dirinya lah yang memaksa sehingga pernikahan ini terjadi.
Keesokan harinya..
Akhirnya pesta usai sudah dilaksanakan,, meninggalkan penat kepada ke dua mempelai,, saat ini mereka berdua tengah berada di dalam kamar pengantin mereka.
Seharian Mentari tampak gundah karena malam ini mereka akan satu kamar untuk pertama kalinya,, bolehkah dirinya mengajukan satu syarat? karena saat ini Mentari belum siap memberikan dirinya secara utuh pada suaminya,, Mentari belum siap sama sekali untuk melakukan malam pertama itu.
"Tari ayo mandi,, aku sudah selesai,," ucap Ujang yang muncul dengan rambutnya yang basah dan juga berantakan. Ujang langsung membawa pakaian ganti di kamar mandi,, karena saat ini Ujang keluar sudah memakai singlet dan juga celana kain.
Mentari sedikit mencuri pandang pada Ujang,, seratus persen Ujang adalah kebalikan dari Samuel,, otot lengan dan dada yang bertonjolan,, dada, kaki,, dan tangan yang dipenuhi bulu,, benar-benar memiliki maskulin yang sangat tinggi.
"Mana sisir Tari?" tanya Ujang.
Mentari pun tersadar,, untung saja Mentari tidak kepergok oleh Ujang bahwa tadi Mentari sedang menilainya.
"Di dalam laci itu Bang," ucap Mentari sambil menunjuk meja riasnya.
Ujang lalu menarik lagi meja rias Mentari untuk mencari sisir namun Ujang tidak melihatnya.
"Tidak ada Tari," ucap Ujang.
"Hah,, massa tidak ada sih Bang," ucap Mentari sambil bangkit dari duduknya lalu segera ke meja riasnya juga,, Ujang mundur sedikit ke belakang memberikan ruang untuk Mentari dan benar memang tidak ada sisir di tempat itu.
"Mana yah? seharusnya sih ada disini,, siapa lagi yang memindahkan nya?" gumam Mentari sendiri,, Mentari yakin pelakunya pasti Dika yang mengambil sisir itu diam-diam lalu tidak dikembalikan pada tempatnya,, Mentari sudah sangat hafal dengan kebiasaan adiknya itu.
"Tunggu yah Bang,, Tari cari sisir lain," ucap Mentari.
"Tidak usah saja Tari,," ucap Ujang sambil menggosok kembali handuknya yang basah dengan handuk.
Langkah Mentari langsung terhenti.
"Abang yakin?" tanya Mentari.
Ujang pun menganggukkan kepalanya.
"Baiklah Bang," ucap Mentari lalu segera mengambil pakaian gantinya dan juga handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandi.
Mentari tampak sengaja mengulur-ulur waktu,, sambil berpikir keras bagaimana caranya menyampaikan pada Ujang agar Ujang tidak tersinggung.
Dua puluh lima menit kemudian Mentari selesai mandi,, Mentari menarik nafas sejenak lalu keluar dari dalam kamar mandi.
Mentari melihat Ujang saat ini tengah duduk di kursi meja belajarnya dan tampak sedang membaca suatu buku,, mata pria itu masih terlihat sangat segar tidak terlihat mengantuk sedikit pun.
Mentari berjalan canggung,, seharusnya dirinya biasa saja karena dia melihat Ujang tampak tenang. Mentari yang gelisah dan canggung sendiri,, sedangkan Ujang tidak menampakkan gelagat aneh sama sekali,, terlihat sangat tenang dan tidak memberikan sinyal berbahaya sama sekali.
Akhirnya Mentari menemukan sisirnya di kamar Dika,, memang benar dugaannya dan Dika saat ini sudah tidur lelap.
"Tari,, ranjang ini untuk ditiduri kan?" tanya Ujang begitu Mentari sudah masuk kembali ke dalam kamar, Ujang terlihat menatap ragu pada kelopak mawar yang masih bertaburan di atas sprei putih itu.
Mentari mengumpulkan kelopak mawar itu sambil tersenyum geli.
"Ada-ada saja pekerjaan Ibu," ucap Mentari sambil berjalan ke luar kamar lalu membuang kelopak mawar itu ke tong sampah dekat dapur.
Begitu masuk di dalam kamar kembali,, Mentari melihat Ujang sudah merebahkan dirinya di atas ranjang,, Mentari tidak kunjung bergerak juga dari tempatnya dan hal itu memancing perhatian Ujang.
"Tari ada apa? tidak ada rencana pisah ranjang kan?" ucap Ujang.
Mentari langsung tergagap,, buru-buru Mentari naik ke atas ranjang merebahkan dirinya jauh-jauh dari Ujang.
Jantung Mentari berdetak lebih kencang,, apa yang akan terjadi sesaat lagi? apakah Ujang akan memaksakan kehendaknya malam ini? kalau Ujang melakukan nya apa yang harus dilakukan Mentari?
Sangat banyak pertanyaan di kepala Mentari.
"Tidurlah Tari,, ini malam terakhir kamu akan tidur di kamarmu,, karena mulai besok kita akan tinggal di rumah ku," ucap Ujang.
Mentari bergerak sangat kaku merebahkan kepalanya di atas bantal,, menarik nafas pelan-pelan dan juga menajamkan pendengarannya hingga tidak lama Mentari mendengar dengkuran halus dari Ujang.
Tidak terjadi apapun yang seperti Mentari pikirkan sejak tadi,, tidak ada pemaksaan sedikit pun,, tidak ada negosiasi juga dari Ujang,, dan Mentari merasa aneh,, lalu sebenarnya apa yang diharapkan Mentari? Ujang menyentuhnya? Mentari tersenyum masam dan kikuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kamu jgn Gila deh Mentari,,Diih kok aku yg kesel dgn sikap mentari ini,benar kat bapaknya,pikiran sikapnya madih kanak2 walaupun umur udah dewasa hadeeh🤦🏻♀️🤦🏻♀️🙄
2023-04-10
3
Qaisaa Nazarudin
SKAK MATT buat Tari,Menurut ku Tari terlalu Egois..Makanya jgn mengambil keputusan saat kita lg marah,penyesalan yg akan kita dapatkan..
2023-04-10
0
Bunga Dwi Femina
sabar banget si ujang..
2023-02-21
0