Mentari bangun sebelum subuh bahkan Mentari tidak menyadari bahwa dirinya saat ini tidak tidur sendiri lagi sudah ada yang tidur bersamanya,, Mentari masih mengumpulkan nyawa ketika merenggangkan badannya,, lalu tiba-tiba tangan Mentari menyentuh bulu. Bulu?
Mentari begitu terkejut,, Mentari langsung terlonjak kaget sambil bangun dari rebahannya, bagaimana bisa tangan itu mendarat di dada itu? itu sungguh memalukan tapi Mentari kan tidak sengaja. Untung saja si pemilik dada tidak terganggu dan saat ini terlihat masih melanjutkan tidurnya.
Wajah Mentari memerah begitu melihat kaos singlet yang dipakai Ujang sudah terlempar ke atas lantai,, sejak kapan? pikir Mentari,, Ujang juga tampak menendang selimut yang diberikan semalam.
Mungkin pria yang tidur bersamanya saat ini,, kepanasan padahal kipas telah dinyalakan. Wajar saja di tempatnya tinggal memang udaranya sangat panas.
Mentari mendengar suara adzan sayup-sayup dari mushala,, sedangkan bunyi kompor yang baru dinyalakan menandakan bahwa Ibu Mentari telah bangun lebih dulu.
Mentari berjalan menuju kamar mandi melakukan ritual subuh,, Mentari tidak mandi,, Mentari hanya menggosok gigi,, mencuci muka dan berwudhu untuk shalat subuh.
Saat Mentari keluar dari kamar setelah melaksanakan shalat subuh,, Mentari berjalan ke depan rumah dan langsung bertemu dengan Marni. Mentari dengan jelas melihat mata Marni membulat sempurna.
"Tari,, kamu tidak keramas?" tanya Marni.
"Hah,," Mentari benar-benar tidak mengerti dengan maksud dari pertanyaan Marni padanya.
"Rambut kamu nggak basah Tari?" ucap Marni lagi sambil menyipitkan matanya melihat Mentari penuh selidik,, ada nada bicara menggoda di dalam pertanyaan itu.
"Iya aku memang nggak keramas kok,," jawab Mentari.
"Ya ampun jangan...jangan...," ucap Marni lagi yang semakin menyipitkan matanya melihat Mentari.
"Jangan... jangan apa sih?" ucap Mentari semakin tidak mengerti dengan ucapan Marni. Sejujurnya Mentari tidak menyukai ibu-ibu yang satu ini,, tapi kata Ibu Mentari wanita ini selalu banyak membantu,, karena Marni adalah wanita cekatan dan pandai memasak,, meskipun mulutnya ikut cekatan juga.
"Ujang tidak sanggup melakukan itu Tari?" bisik Marni.
Mentari pun mengerti dengan maksud Marni,, Mentari semakin malas meladeni Marni,, sikap ingin tau Marni, Mentari sangat tidak suka,, entah apa yang dilakukan Ibu-ibu satu ini di rumahnya jam segini? bahkan Tuan rumah saja masih ada yang tidur tapi dia sudah datang subuh-subuh.
Namun Mentari akhirnya tau pasti wanita ini sedang menyelidiki nya lalu segera bergosip lagi.
"Kak Marni itu sebenarnya mikirin apa?" ucap Mentari.
"Itu mungkin selama ini gara-gara itu alasannya makanya si Ujang tidak mau menikah," ucap Marni dengan seenak hatinya.
Mentari benar-benar sudah tidak bisa menahan kekesalannya pada Marni.
"Kak Marni itu sadar nggak sih,, yang kakak bicarakan itu adalah suamiku?" ucap Mentari lagi.
"Oh maaf Tari,, Kakak nggak maksud seperti itu," ucap Marni dengan salah tingkah.
"Kakak jangan bergosip yah,," ucap Mentari yang sudah tidak tahan meladeni Marni,, dia pun segera berlalu dari hadapan Marni,, Mentari masih mendengar Marni mendecakan lidahnya.
Mentari kemudian berjalan menuju kamarnya,, suara gemericik air terdengar di telinga Mentari dari arah kamar mandi,, hingga beberapa menit kemudian Ujang keluar dari dalam kamar mandi dengan wajahnya yang basah.
"Ada sajadah Tari?" tanya Ujang.
Mentari tampak menajamkan pendengarannya,, jadi ternyata Ujang shalat juga? Mentari pikir Ujang tidak shalat melihat dari penampilan Ujang seperti preman yang tidak terlalu perduli mengenai ibadah.
"Ada,, tunggu yah Bang,, aku ambilkan dulu,," ucap Mentari sambil berjalan menuju lemari mengambil sajadah baru untuk Ujang.
"Tari,, kamu sudah shalat?" tanya Ujang.
"Iya sudah Bang," jawab Mentari.
"Kiblatnya dimana Tari?" tanya Ujang.
"Disini," ucap Mentari sambil menunjuk ke arah kanan.
"Disini,, Tari?" tanya Ujang lagi.
"Bukan Bang,, sedikit lagi agak miring,," ucap Mentari.
"Begini Tari?" tanya Ujang.
"Itu terlalu miring Abang," ucap Mentari.
Akhirnya Mentari mengambil sajadah itu lalu membungkuk,, membenarkan posisi sajadah Ujang agar menghadap kiblat supaya Ujang segera shalat,, saat Mentari berdiri tiba-tiba saja tangan mereka bersentuhan,, yah bulu itu yang Mentari sangat ingat.
Entah kenapa Mentari langsung meremang,, Mentari memandang Ujang,, dan Ujang pun memandang Mentari.
"Wudhu ku batal Tari," ucap Ujang lalu segera masuk ke dalam kamar mandi lagi.
Entah mengapa senyum Mentari merekah sempurna begitu melihat ekspresi wajah Ujang yang begitu datar karena tidak ingin bersentuhan dengan air lagi.
Tidak ada drama tangis-tangisan saat keluarga Mentari akan mengantar Mentari ke rumah Ujang,, malah Ayah Mentari terlihat begitu bersemangat untuk mengantar Mentari ke Bukit,, tidak ada yang sedih sama sekali bahkan adik Mentari bernama Dika terlihat cuek-cuek saja.
"Dika,, tidak salaman sama kakak mu?" tanya Ibu Mentari.
"Kakak memangnya mau kemana?" tanya Dika.
"Pindah ke rumah Bang Ujang,," jawab Mentari.
"Oh," ucap Dika yang cuek saja sambil fokus bermain game.
"Kok oh saja Dika?" tanya Mentari lagi.
"Kirain kakak mau kemana,," ucap Dika lagi.
"Kan pindah kakakmu Dika," ucap Ibu Mentari.
"Dekat rumah? kalau ke rumah Bang Ujang sih tinggal naik sepeda juga sampai,, aku dan temanku juga suka pergi ke sana untuk ambil buah kelapa milik temanku,," ucap Dika.
Mentari sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi begitu mendengar ucapan adiknya karena memang benar yang diucapkan adiknya.
Setelah sampai di rumah Ujang,, Ibu Mentari segera menyiapkan makanan yang sudah dimasak,, makanan untuk doa selamatan hanya beberapa orang saja yang datang.
Selepas isya keluarga Mentari dan juga Azis beserta istrinya pulang ke rumah masing-masing,, dan kini tinggallah Ujang dan Mentari berdua.
Baru kali ini Mentari masuk ke dalam rumah panggung milik Ujang,, rumah itu ada di belakang gudang,, memiliki tiga kamar dan juga ruang tamu yang sangat luas.
Perabot di dalam rumah itu merupakan perabot lama,, gorden yang Mentari yakini sudah puluhan tahun,, lantai rumah itu terbuat dari papan tapi sangat mengkilap,, banyak juga barang antik berupa guci-guci lama terpajang di dalam lemari kaca yang terbuat dari kayu jati.
Ada juga meja makan yang terlihat sudah lama tidak digunakan,, lampu hias model yang sangat jadul juga tergantung,, tampak tidak terlalu terang karena kacanya sudah termakan usia.
Mentari tampak masih bingung dimana harus menaruh pakaian nya dan kebingungan itu terlihat oleh Ujang.
"Kamar yang ada di depan mu Tari,, itu kamar kita,, kamar yang disamping itu adalah kamar Almarhum orang tua ku,, kamar yang satunya lagi dipenuhi dengan barang-barang lama," ucap Ujang.
Mentari mengangguk mengerti lalu segera masuk ke dalam kamar yang ditunjukkan oleh Ujang,, kamar itu terlihat luas dan isinya jauh dari apa yang dipikirkan Mentari sebelumnya.
Tampak spring bed yang masih baru bahkan plastik nya belum dibuka,, lemari hias yang aroma cat nya masih tercium,, ada lemari empat pintu berwarna putih.
"Ini perabot baru semua Bang?" tanya Mentari.
"Iya,, yang lama sudah lapuk," jawab Ujang.
"Bagus lemarinya Bang,, ini Abang yang buat?" tanya Mentari.
"Bukan,, aku beli lemari itu di toko,," ucap Ujang.
"Oh gitu,,"
"Iya, taruh pakaian kamu di lemari itu Tari,, lemarinya masih kosong,," ucap Ujang lagi.
"Baik Bang," ucap Mentari.
Setelah memasukkan bajunya,, Mentari kemudian di bawa Ujang untuk berkeliling,,
dapur Ujang terdapat kompor gas baru,, dispenser,, kulkas,, rice cooker bahkan merk nya pun belum terlepas sama sekali.
"Sepertinya dapur ini sudah lama tidak digunakan Bang?" ucap Mentari.
"Iya Tari,, aku memakai dapur kecil di gudang,, jadi kalau mau buat kopi tidak perlu jauh-jauh kesini,," ucap Ujang.
Mentari mengangguk.
"Terus kamar mandinya dimana Bang?" tanya Mentari.
"Kamar mandinya terpisah Tari,, di sebelah sini," ucap Ujang sambil membuka pintu,, Mentari berpikir pintu itu langsung membawanya ke kamar mandi,, rupanya tidak sama sekali,, pintu itu menuju ke tempat menjemur pakaian,, tepatnya di luar area rumah dan hutan disekelilingnya. Kamar mandinya? Mentari tidak percaya sama sekali ini bukan kamar mandi,, tapi bak air yang hanya ditutupi plastik terpal meskipun ini sudah malam hari,, Mentari dapat melihat nya dengan jelas.
"Ini?" tanya Mentari seakan tidak percaya,, bagaimana dia bisa mandi di tempat seperti itu,, bagaimana jika malam-malam dia ingin BAB,, Mentari benar-benar pusing memikirkan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
dite
minta bikinin yg tertutup lah tari, jangan pake ribut2
bilang aja biar enak kalo mau mandi junub malem2, pasti langsung bang ujang bikinkan buat kau
2022-09-12
1