Menikahi Mentari? Ujang tersenyum hambar,, rasanya Ujang tidak perlu menanggapi ucapan Mentari,, gadis kecil yang emosinya masih sangat labil itu,, namun apa yang disampaikan gadis kecil itu begitu mengganggu nya,, entah kenapa Ujang memikirkan ide gila Mentari itu hingga sampai saat ini.
Sudah satu minggu berlalu Ujang menganggap ucapan gadis kecil itu hanya sebuah lelucon saja yang tak perlu dianggap serius,, tapi tetap saja itu sangat mengganggunya padahal biasanya Ujang tidak akan mengambil pusing.
"Hei,, kau bermenung lagi Jang? kamu sedang jatuh cinta Jang?" ucap Azis yang tiba-tiba sudah berada di dekat Ujang sambil mengambil sebatang rokok dari tangan Ujang yang hendak dibakar oleh Ujang.
"Jatuh cinta? Bang Azis ini kalau bicara selalu ngawur," ucap Ujang.
"Hmm awas saja kalau beneran kamu jatuh cinta baru tau rasa kamu Jang," ucap Azis lagi.
Ujang hanya mengabaikan ucapan Azis,, Ujang lalu mengambil sebatang rokok lagi lalu membakarnya,, saat ini mereka tengah istirahat untuk makan siang.
"Bang,, aku boleh tanya?" ucap Ujang tiba-tiba.
"Wah sepertinya akan ada obrolan yang sangat serius nih," ucap Azis lalu segera memperbaiki duduk nya menghadap Ujang,, jarang-jarang Ujang mau bertanya.
"Menurut Abang,, Mentari itu gimana?" tanya Ujang.
Azis langsung tersenyum lebar sangat lebar lebih tepatnya seperti senyum menggoda.
"Oh jadi dia yang membuat mu jatuh cinta Jang?" ucap Azis masih dengan senyum khas menggoda.
"Memangnya kalau aku bertanya pendapat,, itu sudah termasuk jatuh cinta Bang?" ucap Ujang.
"Tidak juga Jang,, tapi aku harus tau mengapa tiba-tiba seorang Ujang menanyakan tentang wanita padaku," ucap Azis lagi.
"Ya sudahlah Bang,, tidak jadi," ucap Ujang lalu mematikan rokoknya.
"Baiklah,, kau cepat sekali berubah pikiran Jang,, oke aku akan jawab,, tapi pertama-tama aku harus tau dulu kamu meminta pendapat ku dari sudut pandang mana?" ucap Azis.
"Memangnya ada berapa sudah pandang?" tanya Ujang yang tidak mengerti.
"Dari sudut pandang sesama laki-laki atau sudut pandang orang tua Jang?" tanya Azis lagi.
"Terserah Abang aja," ucap Ujang.
"Mentari itu cantik Jang,, bahkan sangat cantik,," ucap Azis.
"Kalau itu aku juga sudah tau Bang," ucap Ujang.
"Mentari itu enak dipandang ibaratnya seperti sebuah permata yang sangat indah dan berharga," ucap Azis lagi.
"Abang terlalu bertele-tele,, ayo kerja!" ucap Ujang yang tidak puas dengan jawaban Azis,, Ujang lalu mengambil paku yang tergantung di tiang kayu.
"Jang,, jika kamu menikah dengan Mentari,, kamu adalah pria paling beruntung Jang bisa menikah dengan gadis yang sangat cantik itu,, aku dengar-dengar Jang,, Ayahnya sangat ingin menjodohkan kalian,, sampai-sampai semua lamaran pemuda di kampung di tolak oleh Ayahnya,, karena dia ingin kamu yang jadi mantunya," ucap Azis.
"Abang ini terlalu berlebihan,," ucap Ujang.
"Ya sudah Jang kalau kamu tidak percaya yang jelasnya itulah yang terjadi,, Oh yah nanti malam sehabis isya ada pertemuan di balai desa,, kamu ikut yah Jang ini berkaitan dengan kemajuan kampung kita, kita mendapatkan bantuan dari pemerintah jadi harus dirapatkan dulu bantuan itu mau digunakan untuk apa," ucap Azis.
"Aku rasa memperbaiki jalan lebih bermanfaat karena seringkali mobil pengangkut kelapa sawit terguling karena jalanan yang licin apalagi kalau habis hujan," ucap Ujang.
"Nah itu gunanya Jang kamu harus datang nanti malam,, karena pendapat mu itu tidak ada gunanya kalau disampaikan disini,, pendapat mu itu akan bermanfaat disampaikan pas rapat nanti malam," ucap Azis.
"Nanti juga ada Mentari,, dia kan bendahara Jang," ucap Azis sambil tersenyum menggoda.
Ujang hanya mendengus mendengar ucapan Azis.
Malam hari..
Ujang datang terlambat ke balai desa,, Ujang menyelesaikan pekerjaan nya dulu karena yakin akan pulang terlambat malam ini,, besok Ujang harus mengantar meja di Madrasah.
Beberapa pejabat desa sudah duduk berjejer di depan,, suara pak desa terdengar sangat lantang sehingga para warga yang datang bisa mendengar ucapan nya.
Ujang mengambil tempat duduk di samping Azis,, tidak jauh dari pak desa yang saat ini sedang berdiri.
"Kok terlambat Jang?" tanya Azis dengan berbisik.
"Iya,, aku menyelesaikan pekerjaan ku dulu," jawab Ujang sedikit berbisik juga.
"Oh,, eh Ujang lihat itu Mentari," ucap Azis sambil melihat ke arah Mentari,, mata Ujang pun mengikuti arah pandangan mata Azis,, saat ini Mentari berada di sebelah kanan dengan memakai jilbab instan,, Mentari terlihat sesekali menulis sesuatu yang penting lalu kembali melihat kepada warga yang hadir.
"Jadi,, kami mendapatkan bantuan dana sebesar empat ratus juta rupiah,, disini sudah ada beberapa usulan kepada saya namun usulan itu masih kita kumpulkan untuk dibicarakan bersama,, sebelum saya kemukakan apa saja yang menjadi usulan,, apa ada lagi yang mau menambahkan?" tanya Pak desa.
"Jang,, kamu mau usul tidak?" tanya Azis.
"Tidak Bang," jawab Ujang.
"Katanya tadi kamu mau dana desa itu untuk membangun jalan di desa," ucap Azis lagi.
"Abang saja yang sampaikan," ucap Ujang sambil melihat beberapa orang yang sudah angkat tangan dan nama-nama nya juga sudah dicatat oleh moderator.
"Kamu malu karena ada Mentari yah," goda Azis sambil senyum-senyum.
Ujang lagi-lagi mendengus mendengar godaan Azis padanya.
Dan akhirnya rapat berakhir jam sepuluh lewat,, para hadirin yang datang kebanyakan dari toko masyarakat,, para pemuda pemudi dan anggota organisasi sosial desa,, Azis pulang lebih dulu dengan alasan bosan melihat beberapa orang yang tidak terima dengan hasil rapat. Makanya Azis lebih memilih pulang tidur. Ujang mengeluarkan motornya dari tempat parkir,, agak susah karena Ujang harus menggeser dulu sebagian motor yang menghalangi agar motornya bisa keluar dari tempat parkir.
"Bang Ujang,," ucap seseorang dari belakang Ujang.
Ujang segera menoleh.
"Eh kamu Tari,, mana Ayahmu?" tanya Ujang sambil melihat disekelilingnya sejenak.
"Sudah duluan pulang Bang," jawab Mentari.
"Kamu sama siapa Tari?" tanya Ujang lagi.
"Tadi sama-sama Ayah, tapi motornya sudah dibawa pulang oleh Ayah, tadinya mau numpang sama Nur tapi karena Nur ngantuk dia jadi pulang duluan,, jadi sekarang Tari mau jalan kaki sendiri aja," ucap Mentari.
Ujang tampak berpikir sejenak.
"Naik saja Tari,, biar aku antar pulang," ucap Ujang.
Mentari tampak berpikir sejenak lalu tanpa pikir panjang Mentari naik ke motor Ujang,, beberapa orang yang melihat itu ada yang berbisik ada juga yang berdehem menggoda mereka.
"Tumben Ujang,, mau membonceng seorang gadis," ucap seorang pria yang seumuran dengan Ujang.
"Daripada membonceng istri orang," ucap Ujang.
"Wah aku harap setelah ini status perjaka tua mu itu hilang," ucap pria itu lagi.
"Amin," ucap Ujang tidak perduli lalu motor itu perlahan melaju meninggalkan balai desa.
"Siapa laki-laki tadi Bang?" tanya Mentari.
"Udin,, musuhku waktu di sekolah dulu," jawab Ujang.
"Nggak ada akhlak banget massa terang-terangan menghina Abang," ucap Mentari kesal sambil merapatkan jaket yang dipakainya, udara malam ini terasa sangat dingin karena seharian tadi hujan.
"Menghina apa?" ucap Ujang.
"Tadi kan dia ngatain Abang perjaka tua di depan banyak orang," ucap Mentari.
"Itu bukan menghina Tari tapi kenyataannya memang seperti itu," ucap Ujang.
"Kalau aku yang digitukan pasti aku akan balas,, muka jelek banyak jerawat kayak gitu tapi gayanya sok banget," ucap Mentari.
"Syukurnya bukan kamu yang digitukan Tari," ucap Ujang.
Mentari benar-benar kehabisan topik jika bergosip dengan Ujang,, karena bergosip dengan Ujang benar-benar tidak asik sama sekali.
"Kenapa Bang,, kok tiba-tiba Abang menepi?" tanya Mentari.
"Turun dulu Tari,, sepertinya motorku mogok lagi," ucap Ujang.
Lagi-lagi Mentari hanya menarik nafas lelah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Putri Yaya
Kok bisa mirip banget ma suamiku sih bang Ujang ini,,,dulu jg gitu motor dah ribuan kali mogok tetep aja gak mau ganti,pdhl duit ada.
Akhirnya aku beli sendiri 🤣🤣🤣🤦🤦
2022-09-20
1
Andriani
ganti lah kretamu itu jang, kasihan mentari jadi banyak jalan deh.
2022-09-08
0