Pagi nya...
Mentari sama sekali belum bisa mengembalikan mood nya,, masih ada yang mengganjal di hati Mentari,, tapi Mentari tidak mampu meluapkan nya,, semalam Mentari susah tidur,, sementara Ujang malah tidur pulas seperti kerbau saja.
Ujang meminta Mentari untuk mengantar kopi dan juga kue di gudang,, Mentari sempat menggoreng pisang setelah subuh tadi dan itu bisa mengganjal perut.
Azis baru saja sampai,, Azis sempat menyapa Mentari sebelum mengambil pahat,, Mentari pun menyahut tapi tidak seramah biasanya,, hal itu tentu menjadi pertanyaan di dalam otak Azis.
"Istrimu kenapa Jang? wajahnya kok cemberut gitu seperti baju kusut,," tanya Azis sambil memandang punggung Mentari yang telah menghilang di balik pintu rumah panggung Ujang.
"Tidak tau dia seperti itu dari kemarin," jawab Ujang santai lalu sesekali dia mengambil gelas kopinya lalu meminumnya sedikit sementara tangannya terus bekerja.
"Kamu itu harus banyak belajar Jang,, istrimu itu ibaratnya anak remaja yang dimana kamu harus pandai-pandai dengannya, menghadapi perempuan itu memang sangat sulit Jang," ucap Azis lagi.
Ujang memandang Azis sekilas lalu kembali fokus lagi pada kuas cat yang sedang berada di tangannya.
"Pandai-pandai gimana Bang?" tanya Ujang.
"Yah seperti jika dia membuatkan kamu kopi,, setidaknya kamu ucapkan terima kasih," ucap Azis.
Ujang tertarik dengan pembahasan itu,, Ujang kemudian meletakkan kuas cat lalu datang duduk di dekat Azis.
"Bang,, kemarin itu dia bertanya padaku," ucap Ujang.
"Bertanya apa?" tanya Azis.
"Mengenai mantan pacar ku,," ucap Ujang lagi.
"Terus?" tanya Azis.
"Yah ku jawab seadanya,, mantan pacarku adalah Marni,, ehh dia malah langsung ngamuk Bang," jawab Ujang bingung.
Azis langsung terkekeh geli.
"Wanita itu memang seperti itu Jang,, dijawab salah,, tidak dijawab salah,, jika didiamkan malah lebih salah lagi," ucap Azis.
"Terus aku harus bagaimana Bang?" tanya Ujang.
"Jawab saja Jang tapi ada caranya,, misalnya yah nih kamu jawab seperti ini,, Abang memang pernah pacaran dengan Marni tapi kamu yang paling cantik dan juga paling baik,," ucap Azis menirukan gaya pada Ujang tapi terlihat sangat berlebihan.
"Itu namanya berbohong Bang,, kan dulu si Marni itu cantik juga tapi sekarang sudah berumur dan punya anak makanya tidak cantik lagi,," ucap Ujang.
"Kadang wanita itu perlu dibohongi Jang,, istriku saja yah,, yang pinggang nya lebar satu hektar itu,, badannya sebesar gajah tapi tidak terima jika dikatakan gemuk,, jadi aku terpaksa mengatakan bahwa dia adalah wanita tercantik di dunia ini,, padahal fitnah Jang,, mengakui istri paling cantik di dunia yang kenyataannya tidak,, bikin makan hati Jang," ucap Azis.
Ujang langsung tertawa kecil tapi tidak memperlihatkan gigi nya,, menurut nya Azis memang lucu.
"Nah jadi Jang menyenangkan istri itu banyak caranya Jang,," ucap Azis.
"Termasuk berbohong?" ucap Ujang.
"Demi kebaikan tidak apa-apa Jang,, daripada dia mengamuk seperti singa betina,, cari aman saja Jang," ucap Azis.
Ujang tampak merenung,, baru saja Ujang mau menyambung pembicaraan,, Mentari tiba-tiba muncul dengan pakaian yang sudah rapi. Sweater pink dan celana jins,, helm juga sudah terpasang di kepalanya,, tapi wajah Mentari masih cemberut.
"Abang,, Tari mau ke rumah Ibu," ucap Mentari tanpa melihat Ujang,, lalu segera mengeluarkan motornya sendiri.
"Aku antar Tari," ucap Ujang.
"Nggak usah,, Tari bisa sendiri,," tolak Mentari cepat.
Ujang langsung melemparkan pandangannya pada Azis,, Azis langsung memberikan tatapan pada Ujang seolah-olah mengatakan "antar saja" mau tak mau Ujang segera mengikuti saran dari Azis yang sudah lebih berpengalaman menghadapi wanita daripada dirinya.
"Sini motornya,, aku akan antar,," ucap Ujang.
Mentari hanya pasrah,, padahal sebenarnya dia ingin sendiri tapi pria yang membuatnya kesal malah ikut dengannya,, itu malah membuat mood nya semakin buruk.
"Tari,, pegang yang erat,, jalanan licin habis hujan,," goda Azis disertai tawa menggoda. Mentari hanya cemberut,, Mentari malah duduk memberi jarak dirinya dan Ujang. Intinya Mentari sangat kesal pada Ujang meskipun Ujang sudah meminta maaf padanya.
"Pernah boncengan dengan Samuel nggak,, Tari?" tanya Ujang.
"Sering,," jawab Mentari ketus.
"Duduknya seperti ini juga?" tanya Ujang lagi.
"Iya," jawab Mentari.
"Nggak jatuh,, Tari?" tanya Ujang lagi.
"Nggak," jawab Mentari.
"Berarti hebat yah Samuel,," ucap Ujang.
"Memang dia hebat," ucap Mentari.
"Sayang yah kalian sudah putus dan kamu sekarang menjadi istriku,," ucap Ujang.
"Abang nggak usah bicara lagi,," ucap Mentari yang sudah naik darah sampai ke ubun-ubun,, rasanya Mentari ingin sekali mencakar-cakar Ujang saat ini.
Tiba-tiba motor berhenti,, Mentari merasa heran kenapa berhenti mendadak,, bahkan helm Mentari sampai membentur di bahu Ujang.
"Turun,, Tari," ucap Ujang.
Mentari mendengus namun tetap menuruti ucapan Ujang,, Mentari lebih tertarik melihat kebun sawit di sekitarnya saat ini, hari masih pagi sekitar jam tujuh lewat.
"Aku tidak mau kita terus bertengkar seperti ini, tidak enak jika dilihat oleh Ayah Ibu,, kita sudah seperti musuh saja padahal kita nikahnya baru dua hari,," ucap Ujang.
Mentari tidak menyahut sama sekali.
"Jadi sebelum kita sampai di rumah mu,, lebih baik masalah ini kita selesaikan sekarang,," ucap Ujang sambil memasukkan dua tangannya di dalam saku celana,, aroma sabun tercium samar di indera penciuman Mentari,, Mentari juga baru menyadari betapa tinggi dan besarnya Ujang,, Ujang tampak seperti membungkuk jika berhadapan dengan dirinya.
"Jadi masalahnya apa?" tanya Ujang lagi.
Ujang sungguh-sungguh bertanya,, dia baru tau makhluk bernama perempuan itu sungguh memusingkan.
"Tidak ada," ucap Mentari ketus.
"Tidak ada,, tapi kamu marah terus,, kamu cemberut terus,, aku jadi bingung," ucap Ujang.
"Tari tidak suka kalau Abang menyebut nama Marni,," ucap Mentari melirik pada Ujang walaupun sekilas.
"Tadi malam kan aku sudah minta maaf padamu,, tapi pagi ini kamu masih kesal sama aku,, aku tidak tau lagi salahku dimana," ucap Ujang.
Mentari pun tidak tau salah Ujang dimana, yang jelasnya dia masih sangat kesal,, mungkin harga dirinya sebagai wanita cantik terluka begitu menghadapi kenyataan bahwa perjaka tua ini tidak tertarik padanya sedikit pun,, tidak menyentuh dirinya sama sekali,, Mentari benar-benar kesal dengan pikirannya sendiri.
"Ayo Bang kita berangkat,, Abang sadar nggak sih kita jadi pusat perhatian orang yang lewat di sekitaran sini," ucap Mentari.
Ujang hanya pasrah saja dengan keras kepala istrinya ini.
Rumah Mentari...
"Kenapa dia?" tanya Pak Mamad begitu melihat Mentari yang langsung masuk ke dalam kamarnya begitu selesai mengucapkan salam.
"Dari tadi malam dia begitu marah terus,," jawab Ujang.
Pak Mamad langsung tertawa. Sebagai Ayah Mentari dia tentu lebih memahami anaknya dari siapapun.
"Mentari itu memang seperti itu,, badannya saja yang terlihat besar tapi dia itu belum dewasa,, masih seperti anak-anak,,, jadi kamu harus belajar menyesuaikan diri dengan dia," ucap Pak Mamad.
"Maksudnya?" tanya Ujang yang lagi-lagi tidak mengerti.
"Dia itu anak yang kesannya mandiri tapi sebenarnya dia itu sangat manja, jadi kamu harus memahami nya dan mendidik dia supaya bisa lebih dewasa,," ucap Pak Mamad.
"Tari,, ada orang belanja,," ucap Ibu Tari dari arah dapur. Keluarga Tari memang punya kios di depan rumah.
Mau tidak mau Tari tetap keluar melewati Ujang dan Ayahnya begitu saja,, Pak Mamad hanya tersenyum geli melihat Mentari,, sedangkan Ujang terus menatap punggung Mentari dengan matanya.
"Eh Tari," ucap seorang wanita.
Lihat siapa yang datang saat ini,, kalau bukan wanita yang dari tadi malam diperdebatkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ujang udah ajak bicara itu harusnya kamu keluarkan segala uneg2 yg ada,jangan di pendam dan mengambil kesimpulan sendiri Tari,,
2023-04-10
1
Andriani
si mantan yang belanja, makin badmood si mentari.. 🤣🤣🤣🤣
2022-09-13
0
Nurleiana Jafar
up lagi thorr
2022-09-13
0