Mentari benar-benar tidak mampu untuk menghilangkan ekspresi wajah kesalnya,, mengapa pria di dekatnya saat ini begitu tidak perduli terhadap motornya sendiri,, bukankah pria ini sebenarnya punya banyak uang,, kalau bangun masjid saja Ujang mampu massa beli motor baru saja Ujang tidak mampu,, Mentari mengusap wajahnya sambil berjalan mendekat kepada Ujang.
"Koslet lagi Bang?" tanya Mentari.
"Iya Tari,," jawab Ujang.
Mentari menghembuskan nafasnya kasar.
"Maaf Tari motornya terpaksa di dorong lagi,, jadi kita sama-sama jalan kaki," ucap Ujang.
"Yah mau gimana lagi Bang? emang nggak ada pilihan lain kan, lagian Abang kenapa sih nggak beli motor baru aja, atau yang bekas juga bisa yang penting kondisinya masih bagus," ucap Mentari lagi.
"Motor ini banyak ceritanya Mentari,, banyak kenangan,, kalau motor ini dijual paling laku dengan harga satu juta," ucap Ujang.
"Segitunya Abang sama motor itu?" ucap Mentari.
Ujang tidak menyahut lagi,, mereka berjalan berdampingan di jalan Desa yang sudah sangat sepi saat ini,, para warga yang datang ke balai desa sudah pulang menggunakan motor masing-masing,, orang yang belanja pun ke warung sudah menggunakan motor tidak jalan kaki lagi sehingga jam segini sudah sangat sepi.
"Ini kedua kalinya kita jalan kaki Bang sambil mendorong motor yang mogok," ucap Mentari sambil tersenyum tapi bukan senyum bahagia.
"Iya dan ini akan menjadi beberapa kali lagi jika kita benar-benar menikah Tari," ucap Ujang,, entah kenapa ucapan itu tiba-tiba meluncur keluar begitu saja dari mulut Ujang.
Mentari terdiam sejenak lalu berusaha kembali menetralkan ekspresi wajahnya.
"Aku kalau menikah dengan Abang,, aku nggak mau naik motor itu lagi," ucap Mentari.
"Tanpa sadar kamu sudah menunjukkan bahwa kebiasaan ku tidak kamu sukai Tari," ucap Ujang.
"Kebiasaan memakai motor tua yang suka mogok sehingga rela jalan kaki tanpa mau membeli motor baru,, itu bukan kebiasaan yang harus dibanggakan Abang," ucap Mentari kesal.
"Kamu selalu saja suka berpikir melalui sudut pandang mu sendiri Tari,, tanpa mau perduli dengan sudut pandang orang lain,, motor ini milik Almarhum Ayahku,, hanya ini kenangannya yang membekas dengan motor ini kami bisa pergi kesana-kemari,, dan kenangan bersama nya itu sangat mahal,, tidak bisa dibayar dengan uang satu juta," ucap Ujang.
"Tapi Abang kan bisa beli motor baru tanpa harus menjual motor lama,, itu namanya pelit pada diri sendiri Bang," ucap Mentari.
Ujang berhenti lalu mengusap keringat nya yang jatuh di pelipis,, Ujang menatap Mentari dengan tatapan serius.
"Menyesal aku tawari tadi Tari?" tanya Ujang.
"Nggak tuh," jawab Mentari.
"Ya udah ayo lanjut jalan masih ada setengah kilo lagi perjalanan," ucap Ujang.
Mentari pun menuruti ucapan Ujang.
"Besok Ayah mengundang Abang ke rumah," ucap Mentari sambil berjalan.
"Ada acara apa? acara syukuran sunatan lagi?" tanya Ujang.
"Bukan,, adik aku itu cuma satu aja kok yaitu Dika yang kemarin syukuran sunatan nya,, Ayah mau melanjutkan perjodohan kita Bang,, aku tidak berubah pikiran sampai sekarang tentang itu Bang," ucap Mentari.
Terjawab sudah apa yang dipikirkan Ujang,, memang gadis satu ini Ujang tidak mengerti apa maunya. Ujang tidak bisa menerka-nerka kemauan gadis cantik satu ini.
"Tari," ucap Ujang kepada gadis cantik yang berwajah putih bersih itu,, gadis itu menatap Ujang dengan tatapan menunggu apa yang akan dikatakan Ujang padanya.
"Kamu mengenalku Tari,, aku sudah tua,, aku bahkan lebih cocok jadi om mu,, jika kamu memang ingin menikah kamu bisa mencari pemuda desa yang jauh lebih muda dan juga berpendidikan,, memaksa menikah dengan ku kamu akan menyesal di kemudian hari Tari," ucap Ujang.
"Aku tidak lagi memikirkan usia,, latar belakang,, pendidikan bahkan status sosial Bang, aku telah menyerahkan urusan jodoh ku pada Ayah,, dan Ayahku bahagia jika aku di jodohkan dengan Abang,, maka dari itu aku tidak ada rencana untuk membatalkan perjodohan kita," ucap Mentari lalu ingin segera berjalan ke samping rumah nya.
"Tari," ucap Ujang sambil memegang erat tangan Mentari membuat Mentari menghentikan langkahnya,, Mentari melihat ekspresi wajah Ujang tampak menegang,, terlihat jelas ketegasan pada ekspresi wajah Ujang.
Mentari tidak takut sama sekali,, Mentari malah mendongak menatap mata Ujang juga.
"Pernikahan itu bukan main-main,, bukan sandiwara seperti kisah mu dengan Samuel," ucap Ujang.
Mendengar itu Mentari malah semakin mendekat kepada Ujang hingga jarak mereka tersisa satu jengkal saja,, Mentari wanita dewasa yang bisa mengambil keputusan untuk hidup nya sendiri.
"Aku dan Samuel tidak pernah bersandiwara,, perasaan ku pada Samuel benar-benar tulus hanya saja Samuel mengkhianati ku," ucap Mentari.
Ujang memejamkan matanya sejenak saat aroma mint yang keluar dari mulut Mentari menyapu indra penciumannya,, gadis yang berada di depannya saat ini sangat nekat menantang laki-laki dewasa seperti Ujang,, sebelum setan yang mengambil alih Ujang dengan segera bergerak mundur sedikit.
"Dan kamu tidak memiliki rasa apapun padaku,, Tari," ucap Ujang lagi.
"Tapi Bang Ujang tidak mungkin mengkhianati aku seperti yang dilakukan Samuel,, karena Abang pilihan Ayah sudah pasti itu yang terbaik untuk ku, Ayah tidak mungkin salah menilai,, dan Ayah juga tidak mungkin memilih kan pria sembarangan untuk ku," ucap Mentari lagi.
"Tari,, lebih baik kamu berfikir lah sekali lagi," ucap Ujang.
"Pokoknya kita akan menikah Bang,, tidak ada alasan lagi untuk aku berfikir,," ucap Mentari sambil menunggu reaksi Ujang.
"Baiklah! tapi ingat satu hal Mentari,, aku tidak akan melepaskan kamu,, sampai raga dan nyawa berpisah,, besok aku akan datang ke rumah mu jam sembilan pagi, sampaikan pada Ayahmu besok aku datang melamar mu,," ucap Ujang,, Ujang tidak menunggu lagi jawaban dari Mentari,, mereka langsung berpisah di persimpangan jalan untuk ke rumah masing-masing.
Flashback on...
Pria itu mengayuh sepedanya di bawah terik matahari yang seakan membakar kulit,,, sepeda itu tampak kelelahan sama seperti orang yang mengayuh sepeda. Dua karung jagung yang di gantung memakai keranjang di belakang tampak tidak berkurang sedikit pun,, jagung itu tidak laku di pasar.
Pria itu sekitar berusia empat puluh tahun lebih,, wajahnya terlihat kuyu,, istrinya di rumah pasti sedang menunggunya pulang dan berharap membawa beras.
Pria itu berteduh di bawah pohon,, dia tidak sendirian ada seorang anak laki-laki tampan yang ikut berteduh di bawah pohon memakai seragam SMA,, anak laki-laki itu adalah Ujang.
"Darimana pak?" tanya Ujang kepada laki-laki yang sudah terlihat tua dan juga kecapean,, laki-laki itu adalah Pak Mamad,, Ayah Mentari.
Pak Mamad kenal anak laki-laki berseragam SMA itu adalah anak juragan kayu yang tinggal di bukit.
"Dari pasar nak mau jual jagung tapi tidak laku," ucap Pak Mamad.
"Itu berapa kilo pak?" tanya Ujang.
"Maksud mu nak?" tanya Pak Mamad.
"Berapa kilo semuanya pak? aku akan beli semuanya," ucap Ujang.
"Apa kamu sungguh-sungguh?" tanya Pak Mamad seakan tidak percaya.
"Iya pak,, berapa sekilo?" tanya Ujang lagi.
"Aku jualnya perkarung nak bukan perkilo," ucap Pak Mamad.
"Begini apa cukup pak?" tanya anak laki-laki tampan itu sambil mengeluarkan uangnya.
Pak Mamad menganggukan kepala dengan perasaan bahagia.
"Rumah bapak dimana? biar aku saja yang jemput pak,, tidak usah diantar,," ucap Ujang yang mengerti pasti Pak Mamad akan kesusahan jika mengantar di rumah nya yang berada di bukit.
Pak Mamad benar-benar takjub pada kebaikan anak laki-laki tampan berseragam SMA yang berada di hadapannya saat ini.
Flashback off...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Tgu kamu jd bini nya kamu mintak bli motor deh Tari,pasti ujang akan membelikan mu,buat apa duit banyak cuman di simpan doan fak ke pake..😃😃😃
2023-04-10
1
Devi Handayani
hmm begitu ceritanya... oke deh... lanjuttt😍😍😍
2023-02-15
0
dite
ujang pernah tampan, aseeekkk
😂
nanti kalo udah di kerok di dandani jg tampannya kliatan lagi ya wkwkwkw
2022-09-11
2