Mentari memandang Ujang dengan tatapan mata tak percaya sama sekali,, Mentari masih berharap Ujang akan mengatakan pada dirinya bahwa masih ada kamar mandi yang lebih layak untuk digunakan,, Mentari tidak bisa membayangkan bisa saja ketika dia sedang mandi lalu binatang dari hutan masuk ke dalam.
"Abang serius ini?" tanya ulang Mentari berharap Ujang tidak serius mengatakan itu.
"Iya Tari,, ini memang tidak sebagus kamar mandi di kamar mu," ucap Ujang.
"Bukan masalah bagus atau tidaknya Abang,, tapi ini karena letaknya terpisah dari rumah,,," ucap Mentari sambil cemberut,, sungguh keinginan Mentari untuk buang air kecil sudah hilang.
Ujang diam saja,, ini yang Ujang khawatirkan semenjak Mentari ingin menikah dengan dirinya, bahkan baru dua hari saja Mentari sudah memperlihatkan sikap tidak bisa menerimanya.
"Tari mau tidur aja," ucap Mentari sambil berbalik lalu melangkah menuju tangga untuk masuk ke dalam rumah lalu segera ke kamar.
"Bahkan plastik spring bed tidak dibuka,," ucap Mentari kesal sambil memijat kepalanya lalu sekali tarik plastik spring bed itu terbuka.
"Apa ini tidak ada alasnya?" keluh Mentari lagi pada Ujang.
"Aku belum sempat membelinya,," ucap Ujang sambil membuka sebuah kotak yang berada di sebuah peti kecil.
"Ini ambillah dan beli apa saja yang menurut mu sangat penting,," ucap Ujang sambil memberikan Mentari seikat uang.
Mentari tampak melongo begitu menerima seikat uang itu dari Ujang.
########
Mentari menaikkan selimutnya namun belum bisa tertidur juga,, bunyi jangkrik sangat menggangu dirinya.
Jika di rumah nya udara terasa begitu panas maka di rumah Ujang udara terasa begitu sejuk. Namun kipas tetap saja menyala,, Mentari menyadari seperti nya pria itu sangat ketergantungan pada kipas.
Mentari benar-benar merasa asing dengan kamar ini,, rumah ini dan juga pria yang sedang tidur di sampingnya saat ini.
Setelah Mentari menerima uang dari Ujang tadi mereka langsung memutuskan untuk tidur,, tidak ada percakapan berarti sama sekali, Ujang langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang belum ada alasnya,, sedangkan Mentari hanya diam sambil tidur memunggungi Ujang dan larut dalam pikirannya sendiri.
Mentari mencoba meyakinkan dirinya jika dirinya harus menerima keadaan Ujang apa adanya,, setiap kali Mentari merasa jenuh dengan pernikahan nya yang baru beberapa hari saja,, Mentari mencoba menasehati dirinya jika inilah resiko yang harus dirinya tanggung karena keputusan yang diambilnya kemarin.
Tidak ada malam pertama sama sekali,, jika tadinya Mentari berpikir Ujang tidak menyentuhnya karena Ujang malu berada di rumah mertua,, tapi sekarang bukankah suasananya sangat mendukung? udara yang terasa dingin,, sepi dan hanya suara jangkrik saja yang terdengar. Mentari langsung mencoba menepis segala pikiran aneh-aneh nya,, Mentari bukan berharap akan mendapatkan malam pertama dari pria itu, namun bukankah dirinya dan pria itu sudah sah? Samuel saja memutuskan dirinya karena laki-laki itu tidak mendapatkan apa yang dia inginkan dari Mentari,, alasan Mentari pada Samuel karena mereka belum menikah jadi tidak boleh melakukan hal itu,, sedangkan Ujang adalah suaminya,, mereka sah baik secara hukum maupun agama, namun sepertinya kecantikan yang selama ini dipuja-puja oleh para pria di luaran sana tidak mampan untuk pria seperti Ujang.
Mentari merubah posisi tidurnya menjadi terlentang,, lalu segera menyamping melihat ke samping Ujang,, Ujang memakai baju kaos tanpa lengan,, celana jins yang pudar dan bulu tangan yang lebat,, cambang juga yang mulai tumbuh kasar. Ujang merupakan cerminan dari laki-laki yang sangat jantan. Mentari teringat pernah membaca suatu artikel,, entah artikel itu benar atau tidak,, bahwa pria yang memiliki bulu berlebih memiliki kecenderungan seksual yang lebih kuat dari pria-pria lain,, saat ini Mentari yakin bahwa penulis artikel itu salah.
Mentari menjadi terkekeh sendiri begitu menyadari pikirannya yang sudah kemana-mana.
######
Mentari bangun dan langsung melaksanakan shalat subuh,, ketika Mentari selesai membuatkan kopi untuk Ujang,, Ujang tampak muncul dari dalam kamar dengan rambut berantakan khas orang yang baru bangun tidur,, Ujang berjalan lurus melewati Mentari khas Ujang yang cuek.
Beberapa menit setelah itu Ujang yang telah selesai shalat tampak sedang duduk di kursi yang terbuat dari anyaman rotan,, itu merupakan kursi meja makan di rumah ini.
"Tari,, kapan kamu mau ke pasar?" tanya Ujang.
"Pagi ini boleh nggak Bang?" tanya Mentari balik.
"Tentu,, aku yang akan mengantar kamu,," jawab Ujang.
"Hm,, apa saja yang akan kita beli nanti Abang?" tanya Mentari.
"Terserah pada kamu saja Tari,, kemungkinan alat-alat rumah tangga,, dan kalau masalah kamar mandi,, Azis akan mengerjakannya hari ini," ucap Ujang.
Mentari pun mengangguk.
"Oh iya Bang,, uang yang semalam Abang kasih itu terlalu banyak,," ucap Mentari.
Mentari sempat menghitung uang yang diberikan Ujang padanya itu senilai dua puluh lima juta,, seumur hidup Mentari belum pernah memegang uang sebanyak itu,, dia hanya anak kos-kosan yang masih dibiayai orang tua.
"Pegang saja, beli apa yang kamu butuhkan,, jika memang masih ada sisa kamu simpan saja," ucap Ujang.
"Baiklah Bang,," ucap Mentari. Berbicara dengan Ujang memang selalu membuat dia kehabisan topik pembicaraan.
"Bagaimana tidur mu semalam Tari?" tanya Ujang.
"Oh itu sangat lelap kok Bang,," jawab Mentari.
Mentari jelas-jelas berbohong,, Mentari baru bisa tidur jam satu,, dan jika dia mengingat apa yang dia pikirkan semalam membuat Mentari langsung malu sendiri.
"Abang,, aku boleh nanya nggak?" ucap Mentari lagi.
"Boleh Tari," ucap Ujang sambil menghabiskan kopinya,, lalu dagu pria itu mendongak,, Mentari bisa melihat jelas jakun pria itu naik turun saat menelan membuat Mentari berdehem,, melihat hal itu tadi membuat tenggorokan Mentari terasa kering.
"Abang tidak pernah menceritakan apapun tentang diri Abang padaku,," ucap Mentari.
"Kamu tidak pernah bertanya,," ucap Ujang.
"Jadi kalau Tari tanya,, apa Abang akan jawab?" ucap Mentari lagi.
"Tergantung pertanyaan mu Tari," ucap Ujang.
"Abang pernah punya pacar nggak?" tanya Mentari.
Ujang langsung mengalihkan perhatian nya dari cangkir ke wajah Mentari.
"Pernah,," jawab Ujang dengan santai, yang berarti Ujang tidak merasa terganggu sedikit pun dengan pertanyaan Mentari.
"Benarkah Bang, berapa kali?" tanya Mentari.
"Satu kali," jawab Ujang.
"Massa sih," ucap Mentari.
"Aku serius,," ucap Ujang.
"Kapan Abang punya pacar?" tanya Mentari lagi.
"Waktu aku SMA," jawab Ujang.
"Mantan Abang siapa?" tanya Mentari.
Ujang mengeluarkan rokoknya lalu mengisapnya, kemudian tidak lama disusul dengan asap,, Mentari tidak suka itu tapi Mentari juga tidak ingin informasi yang sepotong-sepotong didengarnya.
"Kamu serius ingin tau,, Tari?" tanya Ujang.
Mentari mengangguk,, sebenarnya dia tidak terlalu serius hanya saja supaya dia memiliki topik untuk bicara dengan Ujang.
"Kamu mengenal dia,, seharian kemarin dia berada di rumah mu bantu-bantu,," ucap Ujang.
"Hah benarkah? tapi yang mana yah Bang? berapa lama kalian pacarannya?" tanya Mentari lagi.
"Tiga tahun,," jawab Ujang.
"Hah, lumayan lama itu,, terus kenapa kalian bisa putus?" tanya Mentari.
"Kami tidak putus cuma langsung berakhir begitu saja,, dia pindah ke Kota karena mau kuliah,, setelah itu kami tidak ada komunikasi sama sekali,, tau-tau dia nikah duluan,," ucap Ujang.
"Ya ampun dia mengkhianati Abang?" ucap Mentari.
"Dia hamil duluan," ucap Ujang.
"Astaga,," ucap Mentari dengan bola mata yang membulat sempurna.
"Kuliah dia tidak selesai,, dia menikah dengan pria yang menghamilinya,, lalu tiga bulan kemudian dia melahirkan anak nya,," ucap Ujang lagi.
Mentari menggeleng,, dia ikut prihatin dengan apa yang dialami Ujang karena dia juga pernah merasakan patah hati,, namun sejauh yang dia lihat ketika Ujang cerita tidak ada luka di mata Ujang,, tidak ada emosi sedikit pun,, Ujang malah terlihat santai menikmati rokoknya.
"Abang baik-baik saja waktu itu?" tanya Mentari.
"Aku kecewa itu sudah pasti sebagai pria harga diriku serasa diinjak-injak olehnya,, tapi menurut ku lebih baik aku tau duluan daripada setelah menikah,, aku bersyukur bisa terbebas dari dia,," jawab Ujang.
"Sungguh miris," ucap Mentari.
"Biasa saja Tari," ucap Ujang.
"Memangnya Abang bisa langsung bangkit setelah itu?" tanya Mentari.
"Maksud mu?" tanya Ujang balik.
"Abang tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar untuk melupakan seseorang yang kita cintai," ucap Mentari,, Mentari merasa ucapan itu cocok untuk dirinya juga.
"Aku tidak mencintai dia," ucap Ujang.
"Lalu kenapa kalian bisa pacaran?" tanya Mentari sedikit heran.
"Karena dia yang menembak ku lebih dulu,," jawab Ujang.
"Hm Tari tidak percaya,, massa sih tidak ada cinta?" ucap Mentari.
"Benar-benar tidak ada,, aku belum pernah benar-benar jatuh cinta pada seorang wanita,," ucap Ujang.
"Apa? Abang belum pernah benar-benar jatuh cinta pada seorang wanita? itu benar-benar tidak mungkin,, Tari tidak percaya," ucap Mentari.
"Ya sudah kalau tidak percaya," ucap Ujang santai.
"Abang sudah sebesar ini tapi belum pernah jatuh cinta?" tanya Mentari lagi tak percaya.
"Bukan sebesar ini,, tapi setua ini,," ucap Ujang.
"Ahh iya,, maksud Tari begitu Abang," ucap Mentari.
"Iya belum pernah,," ucap Ujang.
"Sungguh aneh," ucap Mentari.
"Mungkin juga," ucap Ujang.
"Abang tidak memiliki kelainan kan?" ucap Mentari yang mengira Ujang jeruk makan jeruk.
Ujang merasa tersinggung dengan pertanyaan Mentari,, dan entah kenapa secepat kilat Mentari sudah berada di pelukan laki-laki itu.
"Perlu bukti,, Tari?" ucap Ujang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Apa itu mirna iya,kayaknya,Di lihat dr sikap dan mulutnya mirna kayaknya iya deh..
2023-04-10
1
Bunga Dwi Femina
buktiin bang..buktiin 🤣
2023-02-21
0
M Dewi
Tari..Tari ditantang Ujang kether deh kamu
2022-10-11
0