Dengan sangat terpaksa, Adam menggunakan sarung dan baju koko milik ustadz, Raka. Dia juga di paksa melepaskan kalung rantai keramat miliknya itu.
Kini mereka tengah berada di rumah ustadz pimpinan yang sering di sebut Aba oleh para santri di pesantren tersebut.
"Ada gerangan apa kamu kemari, Mar? Sudah sangat lama kamu tidak berkunjung ke sini!" tanya Aba pada papa Ammar.
"Maafkan saya, Aba karna sudah sangat lama saya tidak datang, selama ini saya di luar negeri, dan baru lima tahun saya kembali lagi ke sini," jelas papa Ammar, dia merasa tidak enak pada Aba yang ternyata saudara nya. Aba pimpinan itu adalah sepupu dari almarhum ayah nya papa Ammar.
"Apa ini Adam?" tanya Aba, melihat anak muda itu yang begitu acuh.
"Iya, Aba, ini anak bungsu kami, sementara Farhan masih di luar negeri!" terang papa Ammar.
"Sudah sangat besar ya," imbuh Aba lagi.
"Iya, Aba. Dia baru saja lulus sekolah SMA!" jawab papa Ammar.
"Tujuan saya ke mari ingin menitipkan Adam di sini bersama Aba," terang papa Ammar menyampaikan maksud dan tujuan nya.
Adam langsung mendelik, dia tidak suka mendengar ucapan sang papa. Mama Anggi hanya menggeleng melihat sikap anaknya. Di sana mereka juga di dampingi oleh ustadz Raka.
"Apa Adam beneran mau mondok?" tanya Aba pada Adam.
"Tidak!" jawab Adam ketus.
"Hekhem!" deheman papa Ammar sambil menatap kesal pada anak nya.
"Iya," imbuh Adam lagi karna mendapatkan tatapan tajam dari sang Papa.
Aba tersenyum, sebagai pimpinan dia sudah sering mendapatkan muridnya yang tidak mau mondok atau di paksa oleh orangtuanya.
"Bagus, orang muda seperti kamulah penerus dan penentu di hari kelak!" ujar Aba sambil tersenyum ramah. Namun, Adam hanya berekspresi datar.
Perbincangan mereka terhenti saat dua santriwati membawakan minum untuk mereka. Rumah Aba memang berada di kompleks putri, jadi setiap ada tamu yang berkunjung, maka akan ada santriwati yang membuatkan minum.
"Raka, bisa kan Adam tinggal dulu di dalam bilik mu?" tanya Aba pada murid nya itu.
Ustadz Raka mengangguk dengan sangat patuh "Bisa, Aba."
"Tidak mau!" tolak Adam dengan ketus.
Mereka mengerutkan kening nya "Kenapa tidak?" tanya mama Anggi.
"Karna Adam ingin tinggal di kamar sendiri, tidak suka tinggal bersama orang lain!" elak Adam.
Aba masih tersenyum "Ini di pesantren, bukan di kost. Di sini tetap tinggal bersama orang lain, lebih tepatnya di sini saling berbagi tempat. Masih mending kamu tinggal bersama ustadz Raka, sebab kalian hanya tinggal berdua." imbuh Aba, mencoba menjelaskan pada Adam.
"Lalu, kenapa dia bisa tinggal satu kamar sendiri?" tanya Adam, wajahnya masih sangat ketus, tidak ada senyuman sedikit pun di wajah tampan bermata hazel itu.
"Karna ustadz Raka sudah menjadi dewan guru di sini, jadi hanya guru yang sudah mengajar yang boleh tinggal satu bilik seorang. Lagi pula, kamu harusnya beruntung bisa tinggal di kamar guru, sebab di saat di kasih hafalan saat mengaji, kamu bisa bertanya pada Ustazah Raka." imbuh Aba lagi, mereka benar-benar harus bersabar menjelaskan pada Adam.
"Aku tidak mau, pokok nya aku tetap mau tinggal satu kamar seorang diri. Papa kan banyak uang, buat saja satu rumah untuk Adam tinggali di sini!" kilah nya begitu kekeh. Yang benar saja, seorang keturunan Nugraha tinggal di tempat kecil, itupun bersama dua orang lagi.
"Adam Naven Nugraha..." pekik mama Anggi bersamaan dengan papa Ammar. Melihat raut wajah kedua orang tua nya, Adam langsung merasa kesal.
"Ck, selalu saja!" gerutunya.
Aba dan Raka hanya terkekeh, sangat jelas jika Adam masih sangat labil dalam mengartikan kehidupan di pesantren.
Karna rasa kesal yang ada di hati nya, Adam langsung bangun ingin keluar, tapi kakinya tanpa sengaja menginjak ujung sarung yang dia gunakan, hingga membuat Adam jatuh terlungkup di depan dua santriwati yang membawa beberapa cemilan dan kue.
Mama Anggi langsung bangun dan membantu sang putra untuk bangun, Adam memegang jidatnya yang terasa berdenyut karna terhantuk begitu keras pada lantai. Saat dia bangun, tanpa sadar sarung yang dia gunakan langsung jatuh ke bawah, sehingga hanya menyisakan bokser yang dia gunakan dari rumah.
Dua santriwati yang berdiri masih mematung itu seketika berteriak saat melihat sarung di pinggang Adam melorot ke lantai. Mereka langsung berbalik dan kembali ke dapur tanpa berniat lagi meletakkan cemilan untuk para tamu.
Papa Ammar, Aba dan ustadz Raka sontak menahan tawa mereka, bagaimana tidak, Adam berdiri dengan sangat angkuh dengan memakai baju koko, tapi di bawah hanya menggunakan bokser tidur.
Dengan menahan kesal, Adam memegang sarung yang di lantai lalu mengikatnya asal, sebelum keluar dia menatap tajam pada Raka, karna laki-laki itulah yang tadi mengikat sarung di pinggang nya.
"Kamu mau kemana?" tanya mama Anggi pada putranya.
"Keluar!" jawab Adam ketus, dia langsung melangkah keluar dengan perasaan kesal, wajahnya terlihat sengit. Dia tidak perduli para santriwati sedang senyum-senyum ketika dia lewati. Dia yakin, pasti kejadian dia terlepas sarung tadi sudah di cerita kan oleh dua wanita yang melihat nya tadi.
Sementara di dalam, Papa Ammar meminta maaf pada Aba atas sikap Adam, dia pun menceritakan keluhan nya menghadapi sikap anak nya itu.
"Saya harap, Adam bisa menjadi pribadi yang baik setelah dia masuk dan menetap di sini!" ucap papa Ammar.
"Benar, dan jika dia berbuat ulah dan suka membantah, maka kami mohon, Aba jangan jengah dan mengeluarkan Adam dari pesantren ini!" pinta mama Anggi. Dia tau persis watak anaknya, dia tau Adam akan berbuat ulah agar di keluarkan dari pesantren ini.
Aba mengangguk sambil tersenyum "Sebisa mungkin Aba akan memberikan nasehat dan juga berusaha mengubah nya menjadi anak yang baik dari sebelumnya!" jawab Aba.
Setelah izin pada pimpinan, papa Ammar, Mama Anggi dan ustadz Raka juga keluar dari mansion Aba.
"Nak Raka, om titip Adam sama kamu ya. Tolong kasih masukan untuk nya, dan jika dia berulah, maka kamu bisa menghubungi Om!" pinta papa Ammar, dia langsung memberikan nomor ponselnya pada Raka, sebab Ustadz Raka sudah di perbolehkan membawa handphone.
"Baik, Om. Sebisa saya akan memberikan dia pemahaman!" imbuh ustadz Raka.
Papa Ammar memang mengenal ustadz Raka, sebab papa Ammar adalah rekan bisnis Faris dan juga Diki.
"Terimakasih banyak Nak!" ucapnya, mereka pun berjalan pada bilik Raka. Tapi sebelum itu mereka mencari Adam yang sudah dulu keluar.
Sementara putra bungsu Nugraha kini masih berjalan di halaman pesantren, entah kemana, yang jelas dia tidak terus berjalan dengan menendang setiap apa yang ada di hadapan nya. Dengan tangan memegang ujung sarung, sebab dia tidak bisa mengikat di pinggang nya. Wajahnya juga terlihat sangat kesal.
"Kalian lihat apa, hah? Apa ingin mata kalian gw congkel?" sentak Adam bertanya pada para santri laki-laki yang menatap nya aneh.
Sontak mereka semua bubar karena merasa ngeri melihat tatapan tajam mata Adam.
"Adam Naven Nugraha!"
.
.
.
~Bersambung.
...Haha ... Maaf ya babang Adam, aku ngetawain kamu, habisnya kamu lucu sih....
...Jangan lupa Like komen dan juga Vote kakak ku sayang....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Teruterubuzu
rejeki nomplok buat santriwatinya.. ups sorry (sambil menutup mata dgn tangan dijatuhkan)
2022-10-09
0
Teruterubuzu
🤣🤣🤣🤣 malu eh.. mau ditaruh kemana tuh muka adam.. turun harga diri adam 😃
2022-10-09
0
Ike Handayani
🤣🤣🤣🤣
2022-10-02
1