"Clarissa, makan siang bareng yuk? Aku malas kalau pergi ke kantin sendirian!" ajak Nani, salah satu karyawan perusahaan. Wanita berusia dua puluh enam tahun itu adalah teman kerja Clarissa yang kedua setelah Ibrahim, menyambut ramah kedatangan sang sekretaris.
Di saat sebagian karyawan wanita di Anderson Grup menatap iri dan penuh benci kepada Clarissa karena anak angkat Alvin Smith berhasil menjadi satu-satunya wanita yang bisa berdekatan setiap saat dengan sang CEO, hanya Nani-lah yang tersenyum hangat sambil mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan. Sejak saat itu, hubungan mereka semakin dekat.
Clarissa mendongakan kepala sambil menjawab, "Kamu pergi duluan saja, Nan. Masih tanggung nih. Sebentar lagi selesai," tolaknya halus.
Nani mendengkus kesal. "Ayolah, Cla! Ini waktunya seluruh karwayan perusahaan istirahat. Begitu pun denganmu. Aku yakin, Tuan Sean dapat memaklumi kenapa pekerjaanmu belum selesai meski jam istirahat telah usai."
"Tapi ... aku tetap merasa tidak tenang jika menunda pekerjaan."
Menarik napas dalam, kemudian mengembuskan secara perlahan. "Aku tahu kamu ingin terlihat sempurna di mata Tuan Sean hingga menyelesaikan semua pekerjaan tepat waktu, tapi tidak dengan cara ini juga Cla. Tubuhmu membutuhkan haknya. Jangan karena terlalu asyik bekerja, kamu sampai mengabaikan kesehatan."
"Kamu itu sekretaris baru di sini, dan baru beberapa hari bekerja. Apa kata Tuan Sean dan orang di luaran sana kalau tahu kamu mengambil cuti karena sakit. Mereka bisa menjadikanmu bahan gunjingan selama satu bulan lamanya." Nani sengaja meninggikan nada suara agar orang-orang yang iri kepada Clarissa mendengar. Ia tidak suka dengan sikap sesama rekan kerjanya yang selalu sibuk bergosip sana-sini serta menjelek-jelekan kekurangan orang lain.
Beberapa orang yang melintas menatap sinis ke arah meja kerja Clarissa. Mereka merasa tersindir atas ucapan yang meluncur dari bibir Nani.
Tak mau mengecewakan Nani, akhirnya Clarissa menuruti ajakan rekan kerjanya. "Ya sudah, kalau begitu aku siap-siap dulu. Kamu tunggu di bawah, aku segera menyusul."
Senyuman hangat terukir di wajah Nani. Wajah sumringah karena berhasil mengajak Clarissa makan bareng di kantin. "Oke, Bos! Aku tunggu di lobi!" ucapnya dengan penuh semangat.
Sebelum meninggalkan ruangan, Clarissa terlebih dulu merapikan berkas laporan yang berserakan di atas meja. Meskipun deadline pekerjaan masih satu minggu lagi, tetapi ia menyicil pekerjaannya agar saat hari H, wanita cantik itu bisa sedikit lebih santai sambil memikirkan cara menarik perhatian Sean agar semakin pria itu menyukainya.
Selama menekuni profesi sebagai seorang pelakor, baru kali ini Clarissa mengalami kesulitan menaklukan targetnya. Hanya modal tampang saja tidak cukup membuat Sean jatuh dalam pelukannya. Ia mesti menunjukan keahlian serta kepintarannya agar pria itu bertekuk lutut dan sudi kiranya menyingkirkan Karin dari sisi keluarga Anderson.
Sean adalah tipe pria dingin yang tak mudah jatuh cinta sehingga berpenampilan menarik, polesan make up tebal bahkan terkesan menor sekalipun tidak akan mampu meluluhkan kerasnya hati sang CEO. Jika ingin merebut hatinya, maka gunakan otak dan kemampuan yang dimiliki. Kelak, pewaris tunggal Anderson Grup pasti tergila-gila dan di saat itulah, Clarissa dapat membalaskan rasa sakit hati dan dendamnya kepada Karin, wanita yang ada hubungannya dengan masa lalu nona muda Smith.
Suara derap langkah high heels Clarissa menggema ke penjuru lorong perkantoran. Melangkah dengan anggun sambil sesekali menyapa rekan kerjanya yang berjenis kelamin laki-laki. Kedatangan wanita itu di perusahaan, menjadikannya bahan percakapan para kaum Adam. Mereka terpikat akan kecantikan yang dimiliki oleh wanita itu.
"Nona Xena, kita sudah tiba di kantor milik Anderson Grup," ucap sopir pribadi yang diberikan tugas mengantar jemput nona muda Anderson.
Mata hazel dengan bulu mata lentik mengerjap berkali-kali. Xena memandangi gedung pencakar langit dari dalam jendela mobil. Cukuo takjub melihat bangunan di depan sana tampak begitu kokoh dan megah sekali.
Imelda menolehkan pandangan ke arah samping sambil memperhatikan tingkah anak asuhnya. Tersenyum samar kala memandangi wajah polos gadis kecil itu. Ada rasa iba dalam diri ketika mengingat betapa malangnya nasib Xena karena sejak kecil sudah ditinggalkan oleh ibu kandungnya.
Setelah puas memandangi kemegahan bangunan di depan sana, Xena menatap iris coklat milik Imelda, baby sitter yang telah menjaganya sejak berusia satu bulan. "Kita boleh masuk ke dalam sekarang, Mbak?"
Sang baby sitter mengulum senyum sambil menjawab. "Jika Nona Xena ingin turun sekarang, boleh. Mbak Imelda akan menemani Nona muda bertemu Tuan Sean."
"Saat Nona Xena bertemu Tuan Sean, apa yang akan disampaikan kepada beliau?" tanya Imelda kala ia dan si kecil Xena melangkah bersisian masuk ke dalam gedung delapan lantai yang berada di pusat ibu kota. Jemari tangan menggenggam jemari mungil milik nona muda Anderson.
"Aku akan meminta pangku Daddy, Mbak. Lalu, mengajak Daddy bermain tebak-tebakan dan memintanya membelikan satu cup es krim berukuran besar," jawabnya penuh semangat.
Sebuah permintaan sepele dari seorang anak kecil berusia lima tahun. Tidak muluk-muluk, hanya meminta minta dipangku, bermain dan dibelikan es krim. Seharusnya sih mudah untuk dikabulkan, bukan?
Tak tahan melihat sikap polos dan menggemaskan Xena, Imelda membungkukan sedikit badan dan mencubit ujung hidung mancung gadis kecil itu. "Iih, anaknya siapa sih, kok menggemaskan sekali?"
Xena menjawab, "Anak Daddy Sean dan Mommy Sabrina dong!" ucapnya lantang. Meskipun usianya masih kecil, tetapi ia sudah mengerti jikalau ibu kandungnya telah kembali ke sisi Tuhan sejak dirinya masih bayi. Oleh karena itu, Xena selalu rajin mendo'akan sang mommy sehabis menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim.
Saat tiba di depan meja resepsionis, Imelda menghentikan sejenak langkahnya. Baby sitter Xena bertanya pada dua wanita cantik di balik meja kerja.
"Permisi, Nona. Ruangan Tuan Sean Anderson di lantai berapa? Saya ingin mengantarkan Nona Xena bertemu dengan Daddy-nya."
Kedua wanita itu saling memandang satu sama lain, lalu menatap ke arah Imelda dan Xena secara bergantian.
Wajah cantik dengan mata hazel mirip sang daddy memang sekilas terlihat seperti Sean Anderson, tetapi dua resepsionis wanita itu tetap harus menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.
Lantas, salah satu dari mereka berucap. "Bisakah Nona tunjukan kartu identitas diri serta bukti yang menunjukan bahwa kalian berdua memang orang terdekat Tuan Sean. Hanya sekadar bukti saja kalau Nona bukanlah seorang penyusup yang berniat jahat terhadap perusahaan ini."
Terdengar embusan napas kasar bersumber dari Imelda. Sungguh, ia merasa tersinggung oleh ucapan resepsionis itu. Akan tetapi, kembali teringat kalau ia tak berhak kesal ataupun marah karena kedua wanita di depan sana hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang resepsionis.
Tanpa membuang waktu, Imelda segera mencari kartu identitas miliknya dan menguarkan telepon genggam dari dalam tas ransel kemudian menyodorkan ke hadapan dua resepsionis itu.
"Ini, Nona. Kalian bisa perhatikan dengan seksama wajah anak kecil di samping saya ini. Dia adalah putri dari Tuan Sean, namanya Nona Xena Humaira Anderson." Tampak wajah kedua resepsionis itu berubah pias. Beberapa kali tertangkap basah sedang menelan saliva susah payah.
Sangat wajar jikalau kedua resepsionis itu tak mengetahui bahwa gadis kecil bermata hazel itu adalah anak kandung Sean, sebab sejak lahir hingga beberapa hari lalu Xena tinggal dan menetap di Amerika. Baik dia ataupun Sean tidak pernah pulang ke Indonesia sehingga banyak karyawan yang tak mengetahui kalau si rambut pirang kecoklatan itu adalah nona kecil Anderson.
"Ehm ... maafkan saya, Nona. Kami hanya menjalankan tugas saja."
"Lalu, apakah kami boleh tahu di mana ruangan Tuan Sean?"
"Boleh, Nona. Ruangan Tuan Sean ada di lantai tujuh. Nona dapat menggunakan lift di sana untuk menuju ruangan CEO perusahaan." Wanita cantik itu menunjuk ke arah pintu lift yang biasa digunakan oleh karyawan perusahaan.
"Baik. Terima kasih," jawab Imelda singkat seraya memasukan kembali kartu identitas beserta telepon genggam miliknya. Beruntungnya ia menyimpan foto keluarga Anderson saat mereka sama-sama liburan di Jepang satu tahun lalu. Jika tidak akan sulit sekali meyakinkan kedua petugas resepsionis itu kalau Xena adalah cucu dari pemilik perusahaan Anderson Grup.
Kini Xena dan Imelda sedang berdiri di depan pintu lift, menunggu pintu persegi terbuat dari besi terbuka sempurna. Ketika pintu itu berdenting dan terbuka lebar, iris mata coklat bersitatap dengan pemilik mata hazel. Saling menatap lekat satu sama lain.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
sudah semestinya Imelda juga jangan arogan ...
2 resepsionis cuma menjalankan tugas...
kebayang gak kalo ada orang jahat yg tipu2, trus maen dikasih izin ke tempat CEO ?
Imelda juga harusnya dikasih "hukuman" krn diem2 ngajak Xenia ke kantor ..
gimana kalo ternyata daddy Sean ada meeting penting di luar dan gak balik lagi ke kantor ?
itu anak bakalan nangkring sesiangan di kantor bapake .... belom makan siang pulak ... 😓
2023-02-11
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
oh ... target nya cuma Karin ya ? kirain Sean juga ....
kalo kek gitu mah ... ntar malah Cla yg jatuh cinta sama Sean niiiy .... 🤭🤭
2023-02-11
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
ooohhh ... kirain Cla bener2 berperan sbg orang yg gada sangkut paut nya dgn kel. Smith ... sbg "rakyat jelata" gituuuh .... ternyata jadinya sbg anak angkat ?
kek nya kalo sbg anak angkat Alvin Smith ... bakalan dpt keistimewaan juga deh ...
mana ada perusahaan lain yg berani nolak "anak angkat" Alvin Smith ?
jangankan anak angkat ... di negara +62 ... di sebut sbg "kerabat" ato "dibawa" sama salah satu petinggi aja .... wuiiiiihhh ..... bisa langsung tokcer lolos ....
tes cuma basa basi yg basi banget ...
*issshhh ... Neng Gemoy curhat ... 🤭😁😉
2023-02-11
0