"Tidak!" Seketika Clarissa terbangun dari mimpinya. Deru napas wanita itu memburu ketika mimpi buruk datang menghampiri. Lagi dan lagi, mimpi itu mengganggu di setiap malamnya. Entah sudah berapa kali nona muda Smith bermimpi tentang hal yang sama.
"Nona! Nona Clarissa, apakah Anda baik-baik saja?" Isma sedikit meninggikan nada suara seraya mengetuk pintu kamar mandi dengan cukup kencang.
Saat ia mengantarkan matcha hangat ke kamar Clarissa, tanpa sengaja mendengar suara teriakan dari dalam kamar mandi. Khawatir terjadi hal buruk menimpa sang majikan, wanita itu memutuskan menggedor pintu untuk memastikan Clarissa dalam keadaan baik-baik saja.
Suara gedoran pintu cukup kencang mengembalikan nyawa Clarissa yang sempat melayang beberapa saat. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, rupanya si pemilik mata almond baru saja tertidur saat dirinya tengah berendam di dalam bath tub.
Tangan Clarissa menyentuh jantungnya yang berdegup lebih kencang dari biasanya. Saking kencangnya seolah mau copot dari tempatnya. "Ya Tuhan, kenapa mimpi itu terus datang menghantuiku? Aku sungguh tersiksa setiap kali bermimpi yang sama," keluhnya. Wajah wanita itu terlihat pucat pasi.
"Nona Clarissa! Nona!" Suara bernada penuh kecemasan masih terdengar di seberang sana. Isma masih setia menunggu jawaban Clarissa.
Menghirup napas dalam seraya memejamkan mata sejenak. Clarissa berusaha mengatur napas serta menenangkan diri. Setelah tenang, barulah ia membuka suara.
"Isma, aku baik-baik saja. Kamu tidak usah mengkhawatirkanku!" seru wanita itu. Nada suara sengaja ditinggikan agar orang di seberang sana mendengar.
Mendengar seruan dari dalam kamar mandi, Isma menghela napas panjang. Merasa lega karena Clarissa dalam keadaan baik-baik saja.
Lalu, pelayan itu kembali berkata. "Perlukah saya bantu Nona keluar dari kamar mandi? Jika iya, maka saya akan mencarikan kunci cadangan yang disimpan di laci dapur."
"Tidak perlu, Isma! Aku bisa keluar sendiri tanpa bantuanmu. Sudah, sebaiknya kamu tinggalkan kamarku segera!"
Tanpa banyak membantah, Isma menjawab. "Baik, Nona." Pelayan itu pamit undur diri dari dalam kamar. Hendak mengerjakan pekerjaan rumah yang sempat tertunda.
Tidak lama kemudian, Clarissa sudah mengenakan piyama tidur pendek dengan motif Flamingo. Bagian dada terdapat satu buah saku yang bisa digunakan menaruh apa pun.
Duduk di sofa single menghadap ke luar jendela. Pandangan mata lurus ke depan, memperhatikan gemerlap indahnya cahaya lampu kendaraan dari lantai tujuh. Ia menyesap secara perlahan matcha hangat yang telah dibuatkan oleh Isma. Menikmati setiap cairan hangat yang masuk ke dalam tenggorokan.
Suara bunyi ponsel nyaring, membuat Clarissa terdistraksi. Lantas, ia mengulurkan tangan ke depan meraih telepon genggam yang ada di atas meja bundar terbuat dari kaca.
"Halo, Cla. Bagaimana hari pertamamu bekerja di perusahaan baru, apakah sangat menyenangkan?"
Clarissa tersenyum lebar kala mendengar suara merdu sang sahabat. Walaupun kini ia dan Dahlia terpisah jarak yang cukup jauh, tetapi persahabatan di antara mereka tetap terjalin dengan baik. Terlebih, sebentar lagi wanita cantik di seberang sana akan menjadi kakak iparnya maka hubungan mereka semakin dekat. Tak hanya sebatas sahabat melainkan sebagai saudara ipar.
"Nothing special. Semuanya biasa-biasa saja," jawabnya singkat. "Kamu tahu, Li, Bos-ku itu tipe atasan yang ingin segala sesuatunya dikerjakan saat itu juga. Dia tidak mau jika seluruh karyawan menunda-nunda pekerjaan."
"Beruntungnya aku sudah dilatih mengerjakan sesuatu dengan cepat sehingga dapat mengikuti ritme kerja atasanku itu." Terkekeh pelan kala mengingat kejadian tadi siang. Ketika Ibrahim sempat meragukan kemampuannya dan betapa terkejutnya pria itu saat melihat file berisi laporan hasil rapat yang ia janjikan akan selesai dalam kurun waktu satu jam.
Di seberang sana, Dahlia semakin dibuat penasaran. Lantas, ia mengubah mode panggilan telepon menjadi video call. Calon istri dari Devan Smith begitu merindukan momen saat keduanya bisa bercerita sambil tertawa bersama.
"Coba ceritakan padaku, ada hal apa saja yang terjadi padamu hari ini! Jika memang tidak ada yang spesial, lantas kenapa kamu terkekeh." Memicingkan mata penuh selidik sambil memperhatikan wajah sahabatnya.
Clarissa menaruh cangkir kosong ke atas meja, lalu menyenderkan punggung di sandaran sofa empuk yang ada di kamar utama. "Tadi sempat ada kejadian lucu di kantor. Asisten pribadi Bos-ku, dia tampak ragu saat aku mengatakan akan menyelesaikan laporan hasil rapat tadi siang bersama beberapa karyawan perusahaan. Dia pikir, aku ini sekretaris amatiran yang tak bisa mengetik menggunakan sepuluh jari."
"Lalu, apa yang kamu lakukan untuk menunjukan bahwa dirimu bukanlah sekretaris amatiran? Apakah kamu beradu mulut dengan orang itu karena tidak terima jikalau dirimu diremehkan orang lain?" tanya Dahlia penasaran. Entah mengapa, ia selalu ingin tahu tentang hal yang terjadi kepada Clarissa.
Jika dulu bisa setiap saat bergosip dengan sang sahabat, kini mereka hanya dapat bercengkrama lewat sambungan telepon di malam hari, sebab keduanya disibukan oleh pekerjaan masing-masing.
Clarissa mendengkus kesal. "Tentu saja tidak! Untuk apa aku melakukan hal itu! Membuang waktuku saja!"
"Jika tidak, lantas apa yang kamu lakukan, Cla? Come on, jangan buat aku penasaran."
Clarissa menarik napas dalam, kemudian mengembuskan secara perlahan. "Aku hanya memberikan senyuman manis kepadanya. Lalu, segera mengerjakan apa yang diminta oleh Bos-ku. Dan ... saat aku menyerahkan laporan, pria itu tampak begitu terkejut melihat apa yang ada di atas meja. Bola mata rekan kerjaku itu seakan hendak menggelinding di depan high heels-ku karena tidak mengira jika aku dapat membuat laporan dalam waktu satu jam saja."
Sontak, Dahlia tertawa mendengar perkataan Clarissa. Mungkin sebagian orang cerita itu terdengar garing, tapi tidak bagi kekasih Devan. Perutnya terasa geli seakan ada jutaan tangan tak kasat mata sedang menggelitikinya.
"Astaga, Cla. Aku bisa membayangkan bagaimana air muka serta bola mata rekan kerjamu itu. Dia pasti seperti mayat karena wajahnya begitu pucat. Benar, 'kan tebakanku?" Clarissa menganggukan kepala sebagai jawaban.
"Tampaknya, dia tidak tahu siapa dirimu yang sebenarnya. Clarissa Dianti Jenia kok dilawan. Ada-ada saja." Menggelengkan kepala sambil menyeringai seperti orang bodoh.
Terjadi keheningan beberapa saat. Kedua wanita cantik itu tampak sedang sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Li, saat aku sedang berendam air hangat, tanpa sengaja tertidur. Kemudian, aku bermimpi hal yang sama. Aku ... melihat wanita itu hadir lagi dalam mimpiku," ucap Clarissa lirih. Ia menggigit bibir bawah dan bulu kudunya berdiri. Mimpi itu begitu menyeramkan hingga membuatnya sulit memejamkan mata kembali.
Posisi Dahlia yang semula terbaring di atas ranjangnya yang empuk segera duduk tegak sambil memang wajah serius. Dengan lirih ia berkata, "Jadi, kamu memimpikan wanita jahat itu lagi?" Clarissa menganggukan kepala sebagai jawaban.
Menghela napas kasar. Wajah yang semula berseri karena kedua sudut bibir tertarik ke atas kini berubah sendu. Hati Dahlia ikut tersayat-sayat kala mendengar cerita dari sahabatnya.
Walaupun tahu jikalau seseorang bermimpi buruk, sebaiknya tidak usah diceritakan kepada siapa pun. Namun, ia tidak tega bila Clarissa memikul derita itu sendirian. Lantas, ia memaksa Clarissa untuk menceritakan mimpinya, berharap sedikit meringankan penderitaan wanita itu.
"Sudahlah, Cla, jangan kamu pikirkan lagi. Anggap saja itu bunga tidur. Terpenting saat ini, kamu fokus pada tujuan awalmu datang ke Jakarta. Buat dirimu terlihat hebat, sangat menarik sehingga Bos-mu jatuh hati kepadamu. Setelah itu, barulah kamu jalankan rencanamu."
"Balaskan dendammu kepada orang-orang yang telah menyakitimu. Jangan biarkan mereka hidup bahagia di atas penderitaanmu selama ini," timpal Dahlia.
Clarissa terdiam, mencerna setiap kalimat yang dikatakan oleh Dahlia. Kata-kata itu memang benar adanya. Ia tak boleh gentar dalam menjalankan misi balas dendamnya.
"Baiklah, aku tidak akan memikirkan tentang mimpi buruk itu lagi. Li, terima kasih banyak karena kamu bersedia menjadi teman curhatku. Aku beruntung sekali mempunyai sahabat sekaligus calon kakak ipar sepertimu," puji Clarissa. Kalimat itu berasal dari lubuk hatinya yang terdalam.
Dahlia tersenyum manis sambil menjawab, "Nope! Itu memang sudah menjadi tugasku sebagai sahabat terbaikmu. Clarissa, semangat!" Mengepalkan sebelah tangan kanan ke hadapan sahabatnya, memberikan semangat pada wanita itu.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Linda M
saya masih blm menyerti jalan cerita ya,siapa suami yg menjebak istri ya,dan bagaimana nasib istri yg dihianati
2022-09-22
3
Deni Fa Lie Sa
dari awal baca sampai sekarang binggu karena cerita macam sinetron langsung skrip diepisode 5 tahun kemudian Carissa balas dendam tidak jelas
kalau Xena anak Carissa berarti itu suami nya Carissa dan kenapa bisa menikah dengan wanita
2022-09-17
4
🍭ͪ ͩ📴🍀⃟🐍
penasaran banget... apa mungkin anak nya s Sean itu anak s Clarissa ya???
2022-09-17
2