Sesampainya di kantor, Sean melengos begitu saja tanpa membalas sapaan para karyawan yang kebetulan berpapasan dengannya. Suasana hati pria itu dalam keadaan buruk akibat percakapannya dengan Anita tadi pagi. Ia tak suka sikap sang mama yang terkesan egois dan ingin menang sendiri. Oleh karena itu, untuk menghindari sesuatu yang tak diinginkan, ia lebih memilih menghindari seluruh karyawan perusahaan daripada melampiaskan kekesalan kepada orang yang tidak bersalah.
Melangkah dengan langkah panjang menyusuri lorong perkantoran menuju ruangan CEO. Suara derap langkah sepatu mahal pria itu menggema seirama degup jantung yang beraturan. Berbelok ke lorong sisi kanan kemudian terus melangkah hingga tiba di ruangan paling ujung.
"Selamat pagi, Tuan Sean." Suara lembut seorang wanita menghentikan langkah sang CEO baru perusahaan. Seulas senyum manis terukir di wajahnya yang cantik.
Seakan ada medan magnet yang menarik tubuh Sean hingga membuat pria itu membalikan badan lalu menatap iris coklat milik sang sekretaris. Entah mengapa, melihat senyuman wanita itu hatinya kembali damai laksana hujan yang turun di tengah musim kemarau panjang, begitu menyejukan.
"Tumben sekali pagi-pagi begini, Tuan Sean sudah tiba di kantor." Clarissa melirik benda berbentuk bundar di pergelangan tangan, waktu masih menunjukan pukul tujuh lebih tiga puluh menit. "Seingat saja, kita baru akan rapat bersama para petinggi rumah sakit pukul sepuluh pagi nanti. Lalu, kenapa Tuan jam segini sudah sampai?"
Pertanyaan Clarissa mengingatkan kembali kejadian tadi pagi saat ia berada di ruang makan. Lantas, pria itu mendengkus kesal sambil berkata. "Memangnya kenapa kalau saya tiba di kantor lebih pagi? Adakah aturan yang mengatakan jikalau seorang CEO perusahaan harus datang lebih akhir dibanding para pekerjanya. Jika ada, tolong jelaskan kepada saya terdapat di lembaran surat perjanjian pasal berapa dan nomor berapa!"
Clarissa tersenyum lebar. Dengan santai namun tetap anggun, ia menjawab. "Memang tidak ada aturan seperti itu di surat perjanjian kontrak. Saya cuma heran saja kenapa Tuan bisa datang sepagi ini. Jika biasanya para pemimpin perusahaan sengaja datang mepet waktu karena ingin menghabiskan waktu lebih lama bersama istri serta anak, kenapa Tuan malah memilih datang tepat waktu? Apakah, Nyonya Sean tidak menyiapkan sarapan untuk Anda?" Melirik sinis sebentar, kemudian menampilkan wajah manis seperti sedia kala.
Sean memberikan tatapan dingin kepada Clarissa yang menanyakan pertanyaan menohok tepat ke jantung sang CEO. "Jangankan menyiapkan sarapan, cara memasangkan dasi saja tidak becus!"
Sontak, Clarissa tertawa mendengar jawaban atasannya. Seharusnya ia tak perlu menanyakan pertanyaan yang sebenarnya dia sendiri sudah tahu jawabannya. Sejak dulu, Karin memang tidak pandai merawat suami. Wanita itu hanya bisa bersolek, berfoya-foya serta menghabiskan harta yang dimiliki. Sangat jauh dari kata istri serta ibu yang baik bagi Sean dan Xena.
"Ck! Kenapa kamu tertawa, memangnya ada yang lucu!" mendengkus kesal karena merasa direndahkan oleh bawahannya. Namun, jauh di lubuk hati terdalam, ia merasa hatinya yang dingin kini mulai mencair kala berinteraksi dengan seorang wanita asing yang baru ditemuinya sebanyak dua kali. Sungguh benar-benar aneh!
Clarissa mengatupkan kedua bibir, lalu suara tawa itu hilang sendirinya. "Maafkan saya, Tuan. Tadi cuma refleks saja. Tidak ada maksud menertawakan Anda."
Sean mendes*h pelan. "Sudahlah, jangan membahas soal itu lagi! Lebih baik sekarang, kamu carikan saya sarapan. Mau roti ataupun nasi, saya tidak masalah. Asalkan itu makanan halal dan didapatkan dengan cara baik, maka akan saya santap."
Sang sekretaris tersenyum, "Baik, Tuan. Segera saya laksanakan!"
Tepat pukul sepuluh pagi waktu setempat, Sean ditemani Ibrahim menghadiri rapat di salah satu rumah sakit terkenal di kota Jakarta. Rapat kali ini sang CEO tidak mengikutsertakan Clarissa, sebab banyak pekerjaan yang harus dikerjakan oleh wanita itu. Biarlah Ibrahim saja yang mengurusi segala keperluan ataupun mencatat hal penting selama pertemuan berlangsung. Toh hanya pertemuan dengan para petinggi rumah sakit dan perkenalan dengan pemimpin baru Anderson Grup, seharusnya asisten Sean dapat menanganinya, bukan?
"Ibrahim, selama pertemuan berlangsung, jangan lupa catat semua hal yang dirasa penting. Saya tidak pertemuan kita kali ini hanya setor wajah saja tanpa membawa oleh-oleh dalam bentuk tulisan. Mengerti?"
"Mengerti, Tuan. Serahkan semuanya kepada saya. Saya tidak mungkin mengecewakan Anda!" jawab Ibrahim penuh percaya diri. Ia tidak mau kalah dari Clarissa, yang hanya pegawai baru di perusahaan. Oleh karena itu, ia ingin menunjukan kemampuannya di hadapan Sean.
Sementara itu, di tempat berbeda seorang gadis kecil baru saja keluar dari sebuah gedung berlantai tiga. Ia ditemani baby sitter-nya berjalan bersisian melewati lorong sekolah. Teriknya sinar matahari tak menyurutkan senyuman di wajah nona muda Anderson. Terus mengulum senyum sambil menyapa satu per satu guru serta teman-temannya.
"Mbak Imelda, bisa tidak kalau kita mampir sebentar ke kantor Daddy? Aku belum mau pulang sekarang," pinta Xena pada baby sitter-nya dengan sorot mata penuh pengharapan.
Imelda mengerutkan kedua alis, sebagai tanda bahwa ia tengah kebingungan. Selama bekerja menjadi baby sitter Xena, ini pertama kalinya ia mendengar gadis itu meminta dirinya menemani pergi ke kantor Sean. Padahal dulu, ketika masih tinggal di Amerika, selepas pulang sekolah, Xena lebih suka bermain di rumah bersama boneka Barbie, kesayangannya daripada harus menemui Sean di kantor.
Namun, kali ini entah ada angin apa, gadis kecil itu meminta dirinya menemani pergi ke perusahaan yang didirikan oleh sang kakek. Mungkinkah karena Xena takut jikalau dirinya dimarahi lagi oleh Karin? Atau karena memang gadis kecil itu sangat merindukan Sean sehingga ingin sekali bertemu dengan daddy-nya?
Imelda menghentikan langkah, kemudian membungkukan tubuhnya sehingga sejajar dengan tinggi badan Xena. Menatap dengan lekat mata hazel yang mirip sekali dengan sang daddy. "Nona Xena ingin sekali bertemu Daddy?" tanyanya lembut seraya mengusap rambut gadis kecil itu.
Dengan polosnya Xena menjawab, "Iya, Mbak. Aku ingin sekali bertemu Daddy. Bisakah kita menemui Daddy di kantor?"
Kedua sudut bibir Imelda tertarik ke atas, lalu ia berkata, "Boleh! Tapi, sebelum pergi ke kantor Daddy, Mbak Imelda akan mengirimkan pesan terlebih dulu kepada Grandma agar Grandma tidak mengkhawatirkan Nona Xena. Setelah itu, baru kita pergi menemui Daddy. Setuju?"
"Setuju!" seru Xena.
Lantas, Imelda bangkit dari posisinya saat ini. Gadis muda itu mengelurkan benda pipih dari dalam saku seragam yang dikenakan.
[Selamat siang, Nyonya Anita. Saya ingin meminta izin mengajak Nona Xena menemui Tuan Sean di perusahaan. Mungkin sore hari kami baru kembali.] Pesan singkat terkirim.
Tak berselang lama, telepon genggam milik Imelda berdering. Terlihat pop up notifikasi di layar ponsel.
[Oke! Kamu boleh mengajak cucuku ke perusahaan. Namun, kamu jaga dia baik-baik. Jangan pernah sekalipun dia hilang dari pandangan matamu!]
[Baik, Nyonya!]
Setelah mendapatkan izin dari nyonya besar, Imelda bergegas mengajak Xena menuju parkiran. Di sana, sudah ada sopir yang siap mengantarkan ke mana mereka inginkan.
Saat di perjalanan, Xena yang duduk di samping Imelda berucap. "Mbak Imelda, jangan kirimkan pesan pada Daddy ya kalau aku akan menemuinya di kantor. Aku ingin membuat kejutan untuk Daddy." Tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putih dan bersih.
Imelda mengangat ibu jari yang ditautkan dengan jari telunjuk hingga menbentuk huruf O. "Oke, siap, Nona Xena!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
harusnya mbak Imelda nanya dulu ke daddy Sean ... minta izin lah ...
kan katanya selama ini Xena belom pernah ke kantor daddy nya ...
2023-02-11
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
hati2 Sean ...... Cla itu seperti kijang .... keliatannya jinak, tapi susah ditangkap .. 😁😁
2023-02-11
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
hahaha .... Sean kepancing deh !! 🤭🤭
2023-02-11
0