"Ibrahim, jika semua urusan kita telah selesai segera kembali ke kantor!" ucap Sean tegas setelah ia keluar dari aula rumah sakit. "Clarissa, baru saja mengirimkan pesan kalau ada klien penting yang ingin bertemu denganku. Jadi, jangan sampai membuatnya menunggu terlalu lama!"
"Siap, Tuan! Kalau Anda mau, kita bisa menuju parkiran sekarang." Tanpa mengucap sepatah kata, Sean melangkahkan kakinya menuju parkiran rumah sakit.
Sementara itu, di perusahaan Anderson Grup, seorang gadis kecil tengah duduk di sebelah Clarissa. Mereka berada di dalam ruangan CEO. Bila diperhatikan dengan seksama, kedua makhluk cantik itu tampak seperti sepasang ibu dan anak yang terlihat begitu bahagia.
"Tante Clarissa, coba lihat gambarku, bagus tidak?" Xena menyodorkan sebuah buku gambar ukuran A4 ke hadapan sang sekretaris.
Clarissa yang sedang membuat laporan pekerjaan menghentikan sejenak kegiatannya. Ia menyingkirkan laptop beserta teman-temannya ke samping, sengaja mengkosongkan meja di depan demi memandangi hasil karya Xena.
Pemandangan laut biru dengan hamparan pasir putih membentang di depan sana. Sebuah karang berukuran besar terdapat di sebelah kanan. Dua buah kelapa menjulang tinggi ke awang berada tepat di pinggir pantai. Sebuah perahu kecil tengah ditumpangi oleh tiga orang manusia, dua di antaranya adalah orang dewasa. Langit bewarna jingga dan disertai Sang Surya yang mulai kembali ke peraduan.
Bola mata Clarissa membulat sempurna ketika mengamati setiap detail gambar yang dihasilkan oleh anak kecil berusia lima tahun. Benar-benar bagus dan sangat menakjubkan. Permainan warna crayon yang dituangkan menciptakan mahakarya yang begitu memukai.
"Sayang, i-ini ... benar-benar kamu sendiri yang menggambarnya?" tanyanya tergagap. Tak percaya jikalau gambar pemandangan pantai yang ada di tangannya adalah hasil karya nona muda Anderson.
"Benar, Tante. Aku sendiri yang menggambarnya. Bagus tidak?"
Senyum merekah di bibir Clarissa yang ranum nan mungil, lalu ia berkata. "Bagus sekali, Sayang. Gambarmu ini seperti sungguhan."
"Nona Xena memang berbakat di bidang seni, Nona. Bakatnya diturunkan dari pihak sang Mommy yang kebetulan mempunyai jiwa seni turun temurun sejak dulu kala," jelas Imelda. Baby sitter Xena masuk ke dalam ruangan dengan membawa satu kotak makanan yang baru ia beli di kantin. Siang itu, putri cantik Sean meminta dibelikan bento berbentuk Teddy Bear lengkap dengan lauk pauk di dalamnya.
Belum habis keterkejutan Clarissa, kini ia kembali dikejutkan akan fakta tentang istri pertama dari sang bos. Kini, ia mengerti dari mana darah seni yang mengalir di tubuh Xena.
"Pantas saja Nona Xena begitu pandai, rupanya dia mempunyai jiwa seni dari nenek moyangnya." Clarissa berdecak kagum. "Benar-benar hebat!"
Gadis kecil berusia lima tahun beringsut mendekati Clarissa. "Tante tahu tidak, dua orang ini siapa?" tanyanya polos. Clarissa hanya menggelengkan kepala, sebab tak tahu siapakah gerangan yang dimaksud oleh Xena. "Ini, Daddy dan ini adalah ... Mommy Sabrina. Aku pernah bermimpi naik perahu bersama Mommy, tapi ... karena Mommy sudah di sisi Tuhan jadi aku cuma dapat menggambarnya saja, Tante." Mata hazel itu tampak berkaca-kaca. Sorot matanya menunjukan kerinduan yang mendalam terhadap sang mommy.
Clarissa merasa iba melihat kemalangan gadis kecil itu. Hatinya terenyuh dan entah kenapa, tiba-tiba saja jantungnya terasa nyeri kala tangan mungil Xena mengusut butiran kristal yang mulai menetes membasahi pipi. Ia menangis dalam diam, memendam rasa kehilangan tanpa memberitahu siapa pun.
Dengan gerakan cepat, Clarissa membawa tubuh Xena dalam pelukan. Memeluk tubuh si kecil begitu erat. "Don't cry, Baby. Tante yakin, Mommy-mu juga sangat merindukan Nona Xena." Mengusap punggung gadis kecil itu penuh cinta. "Kalau Nona Xena sedih, ingat selalu 'tuk mendo'akan Mommy Sabrina, ya, agar beliau tenang di sisi Tuhan."
Si kecil Xena tak menjawab, ia hanya menganggukan kepala lemah. Gadis kecil itu tengah menikmati keharuman tubuh Clarissa. Menikmati setiap sentuhan lembut berasal dari jemari tangan wanita itu. Seumur hidup, baru kali ini mendapatkan pelukan hangat dari seorang wanita. Pelukan yang menenangkan dan memberikan kedamaian seakan ia tengah dipeluk oleh mommy-nya sendiri.
***
Ketika lift berdenting dan terbuka, Sean langsung melangkah keluar dengan langkah panjang. Berkali-kali melirik arloji merk terkenal yang melingkar di pergelangan tangan. Rasa cemas meliputi diri disertai keringat dingin muncul di permukaan pori. Ia cemas jikalau sang klien menunggu terlalu lama dan berimbas pada pembatalan proyek yang tengah ditanganinya saat ini. Jika itu sampai terjadi, apa yang akan ia katakan kepada David?
Bisa saja 'kan David mengatakan bahwa dirinya adalah lelaki tak bertanggung jawab, tidak becus dalam mengerjakan apa pun. Sungguh, Sean tak menginginkan itu semua terucap dari papa-nya sendiri.
Suara langkah kaki tegas terburu-buru menuju ruangan CEO, sontak membuat Clarissa mengalihkan perhatiannya dari layar monitor di depan mata kepada sumber suara.
"Di mana klien itu? Apakah dia masih menunggu saya?" seru Sean dari jarak sekitar delapan meter di belakang meja kerja sang sekretaris.
Senyuman hangat Clarissa berikan pada sosok pria di depan sana. Ia bangkit dari kursi lalu berucap, "Selamat siang, Tuan Sean. Klien Anda masih setia menunggu di dalam ruangan."
Embusan napas bersumber dari pria di seberang sana, ia tampak terlihat lega kala mendengar jawaban Clarissa. Tanpa membuang waktu, tuan muda Anderson berlalu begitu saja meninggalkan sekretarisnya yang masih berdiri di balik meja kerja.
Di depan pintu coklat bertuliskan ruang CEO, Sean berdiri dengan degup jantung tak beraturan. Ini merupakan pertama kalinya ia membuat klien perusahaan menunggu terlalu lama. Ada rasa tak nyaman di dalam hati karena secara tidak langsung telah mengecewakan seseorang.
Tangan pria itu telah menyentuh handle pintu, lalu mendorongnya secara perlahan. Di saat daun pintu tersebut terbuka lebar, seorang gadis kecil berhambur dalam pelukan sambil berseru. "Surprise!"
Bola mata melebar seakan tak percaya jika putri tersayangnya datang ke perusahaan. Tubuh pria itu membeku di tempat. Pikirannya kosong melompong tak dapat berpikir jernih.
"Daddy, are you ok?" tanya Xena. Gadis kecil itu mendongakan kepala, memperhatikan ekspresi wajah sang daddy. Akan tetapi, Sean tak mengeluarkan sepatah kata pun.
"Maafkan saya, Tuan, jika telah lancang membiarkan Nona Xena dan Mbak Imelda masuk ke dalam ruangan." Suara lembut seorang wanita mengembalikan kesadaran Sean. "Saya bertanggung jawab atas semua kejadian ini. Jadi, kalau ada seseorang yang ingin disalahkan, orang itu adalah saya," ucapnya penuh percaya diri tanpa ada sedikit pun keraguan ataupun ketakutan dalam dirinya.
Clarissa menepati janjinya kepada Imelda dan Xena akan mengambil resiko atas keputusannya mempersilakan dua wanita itu masuk ke dalam ruang CEO tanpa meminta izin terlebih dulu kepada sang empunya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Lydia
Lanjut Author.... terima kasih 🙂👍🏻
2022-09-22
1
🍭ͪ ͩ📴🍀⃟🐍
hahaaaa kena prank s Sean... kasian dia.. 😂😂😂
2022-09-22
1