Karin mendobrak pintu rumahnya dengan kasar. Wanita itu membuang sembarang beberapa paper bag berisi belanjaang miliknya ke lantai sebelum akhirnya menghempaskan tubuhnya yang sintal ke atas sofa. Setengah hari berkeliling mall, membeli bermacam pakaian, tas, dan sepatu branded membuat wanita itu cukup kelelahan tetapi juga merasa puas karena bisa membeli apa yang diinginkan olehnya tanpa harus mencemaskan persoalan uang.
"Nyonya Karin dari mana, kenapa jam segini baru pulang?" tanya Desi, kepala pelayan di kediaman Anderson.
Merasa dirinya tengah diinterogasi, Karin emosi lantas ia memicingkan mata menatap tajam ke arah wanita paruh baya di sampingnya. "Memangnya kamu siapa hingga aku berkewajiban untuk memberitahu ke mana dan jam berapa aku pulang!" Wanita itu menegakkan posisi badannya hingga duduk tegak di atas sofa. "Kamu itu cuma pelayan di rumah ini, jadi jangan pernah mengurusi urusan pribadiku jika tak mau aku adukan pada Mama Anita!"
Seketika mulut Desi terkunci, tak ada lagi sepatah kata yang terucap dari bibirnya. Ia bungkam ketika Karin mengancamnya. Jika dirinya benar-benar diadukan, dan Anita memecatnya, bagaimana nasib keluarganya di kampung? Apakah ia masih bisa mengirimkan uang kepada ibu serta anak-anaknya untuk biaya sekolah?
Bermodalkan ijazah SMP yang dimiliki untuk mencari pekerjaan zaman sekarang rasanya sangat sulit terlebih usianya pun sudah tak lagi muda. Oleh sebab itu, lebih baik diam daripada karirnya sebagai kepala pelayan di rumah itu terancam.
"Maafkan saya, Nyonya. Lain kali tak 'kan mengulangi kesalahan yang sama," tuturnya sembari menundukan wajah.
Karin kembali menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Ia naikkan kedua kakinya ke atas meja, lalu berkata, "Kamu bawa semua barang-barang ini ke kamar. Ingat, jangan sampai rusak!" Wanita itu menekankan kalimat terakhir.
"Baik, Nyonya!" Lantas, Desi meraih beberapa paper bag itu dan saat ia hendak mengayunkan kaki, suara Karin menghentikan langkahnya.
"Di mana Tuan Sean dan Xena? Kenapa rumah ini sepi sekali seperti kuburan!"
Desi menarik napas dalam. Kesabaran wanita itu sedang diuji semenjak kedatangan Karin di rumah itu. "Tuan Sean belum pulang dari kantor. Nona Xena sepertinya mengunjungi Tuan Muda di perusahaan. Sementara Nyonya dan Tuan Besar, mereka--"
"Stop!" sergah Karin cepat. Tangan wanita itu terangkat di udara. "Tidak perlu kamu jelaskan ke mana Mama Anita dan Papa David pergi. Ibu mertuaku sudah memberitahu sebelum dia mengirimkan pesan kepadamu!"
"Sudah sana, bawa semua barang belanjaanku. Sekalian siapkan air hangat dan tuangkan essential oil aroma mawar ke dalam bath tub, aku ingin berdendam malam ini!"
Tak banyak bicara, Desi bergegas menuruti perintah Karin. Ia menundukan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan istri dari sang nyonya muda.
Karin mendengkus kesal. "Menyebalkan sekali, baru tiba di rumah sudah diinterogasi macam seorang penjahat saja!"
Kedua tangan Karin terentang ke samping kanan dan kiri. Tatapan mata menatap ke langit-langit berwarna putih. Seringai jahat terukir di sudut bibir. "Tak kusangka, kehidupanku jauh lebih sejahtera semenjak menikah dengan Sean. Walaupun hingga detik ini dia tidak mencintaiku, tapi setidaknya aku dapat hidup bergelimang harta dan tak perlu mencari cara merampas harta kekayaan si Cupu!"
"Beruntungnya si Berengsek itu pun mati mengenaskan dalam kecelakaan sehingga aku dapat terbebas dan menikmati indahnya dunia ini," sambungnya. "Aah ... rupanya Tuhan memang begitu baik kepadaku."
***
Karin menanggalkan seluruh pakaian yang dikenakan olehnya hingga tubuh sintal bak seorang model polos tanpa sehela kain pun yang menutupi. Jemari tangan meraih jubah mandi yang telah disediakan oleh pelayan. Di saat hendak melangkah memasuki kamar mandi, dering ponsel wanita itu berbunyi.
Seulas senyum terlukis di wajahnya yang cukup cantik. Tanpa melihat nama si pemanggil, ia menggeser warna hijau di layar ponsel.
"Halo, Sayang. Ada apa kamu meneleponku? Bukankah kita sudah sepakat, jika aku di rumah kamu tidak akan menghubungiku?" ucap Karin saat sambungan telepon terhubung.
Pria di seberang sana berdecak kesal sambil berkata, "Aku cuma mau mengingatkanmu agar segera menjalankan rencana kita. Sudah lima tahun kamu menikah dengannya tapi sampai sekarang belum pernah sekalipun kalian berhubungan layaknya suami istri."
"Kalau terus begini, bagaimana kita akan menguasai seluruh harta kekayaan keluarga Anderson! Pokoknya aku tidak mau tahu, malam ini kamu harus bisa mendapatkannya. Gunakan gaun malam transparan berwarna merah menyala, semprotkan parfum yang sering digunakan oleh mendiang istrinya. Setelah itu habiskan malam kalian bersama selagi Tuan dan Nyonya Anderson tidak ada di rumah."
"Jangan sampai rencana kita gagal. Aku sudah bosan melihat tampang sok keren lelaki itu! Aku ingin segera menghancurkan keangkuhan dalam diri Tuan Muda Anderson!" ucap seseorang di seberang sana dengan emosi menggebu-gebu.
"Baiklah. Malam ini aku akan mencoba merayunya. Semoga saja dia tertarik dan mau menjamahku," sahut Karin pasrah. Ia lelah jika terus bertengkar dengan kekasih gelapnya itu.
"Bagus. Aku tunggu kabar selanjutnya. Good night, Sweetheart." Kemudian sambungan telepon terputus.
Diletakannya benda pipih berbentuk persegi panjang itu ke atas nakas di samping tempat tidur. "Selalu saja memaksaku untuk melakukan itu. Beruntungnya dia mempunyai paras tampan seperti Sean. Jika tidak, sudah kutinggalkan dia sedari dulu."
Tepat pukul sembilan malam, Sean beserta Xena dan Imelda baru saja tiba di kediaman Anderson. Sebelum mengantarkan Clarissa pulang ke apartemen, si kecil Xena meminta Sean mampir ke sebuah restoran Jepang untuk makan malam bersama dengan idolanya yang baru, yaitu Clarissa. Kini, gadis kecil itu terlelap dalam gendongan sang daddy.
"Imelda, tolong bawa Xena ke kamar. Gantikan dia dengan piyama yang baru!" titah Sean.
"Apakah saya perlu membangunkan Nona Xena lagi dan memandikannya untuk kedua kali?" tanya Imelda sebelum membawa Xena ke lantai dua.
"Tidak perlu. Tubuh anakku tidak berkeringat, hanya butuh ganti pakaian saja."
"Baiklah kalau begitu, saya undur diri dulu, Tuan. Permisi." Membungkukan kepala, lalu melangkah maju ke depan dengan membawa Xena dalam gendongan. Gadis kecil itu tampak lelap sekali hingga berkali-kali dibangunkan, kelopak matanya tak bergerak sedikit pun.
Setelah kepergian Imelda, Sean memutuskan 'tuk pergi ke kamarnya. Ia melonggarkan dasi yang melilit di leher sambil mengayunkan kaki menaiki undakan anak tangga menuju lantai dua. Rumah seluas dan semegah itu terasa lapang apabila tidak ada David dan Anita, pasangan paruh baya yang tengah menikmati waktu liburan ke Singapura.
Sepanjang jalan, ia memandangi bingkai foto yang ditempel di dinding. Mulai dari foto dirinya bayi sampai ia menikah dengan Sabrina, semuanya terpampang nyata di depan sana.
"Walaupun pernikahan kita singkat, namun aku bahagia karena kamu telah menitipkan Bidadari kecil untuk menjadi penyemangatku menjalani kejamnya dunia ini. Aku janji padamu, Baby, akan terus menjaga, merawat dan membesarkan Xena dengan penuh cinta dan kasih sayang."
Tangan kekar itu telah menyentuh handle pintu, dan dia segera mendorong pintu tersebut hingga terbuka lebar. Biasanya Desi memerintahkan seorang pelayan menyalakan lampu di kamar Sean, namun entah kenapa malam ini ruangan itu gelap gulita tanpa ada cahaya lampu yang menerangi.
Sean berjalan secara perlahan mencari saklar lampu. Namun, langkah kaki terhenti kala seseorang memeluk tubuhnya dari belakang. Berada dalam posisi sedekat ini, pria itu bisa menghidu aroma parfum milik mendiang sang istri menempel di tubuh seseorang.
"Please touch me, Sean!" ucapnya dengan nada sesensual mungkin.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Widi Widurai
krn suami cla mati makany dia bingung nyari cara buat milikin harta clarissa. kan scr legal mgkin blm ada keterikatan hukum.
2024-05-22
0
Widi Widurai
suami clarissa mati juga?? wkwkwkk amsyong
2024-05-22
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
ow ow ... ternyata ini dia selingkuhannya Karin ..... .ternyata dia dj4l4ng ... 🤮
2023-02-12
0