Keesokan hari, di kediaman Anderson para pelayan tengah berkutat dengan peralatan dapur. Mereka sibuk menyiapkan hidangan yang siap disantap oleh seluruh anggota keluarga.
Walaupun setiap pagi tuan dan nyonya besar Anderson terbiasa mengkonsumsi roti serta salad sebagai menu makan pagi, tetapi tak jarang mereka meminta pelayan menyiapkan makanan berat untuk disantap. Begitu pun dengan Sean, pria bertubuh jangkung yang wajahnya bak Dewa Yunani tak keberatan jikalau menu yang dihadangkan berupa aneka ragam nasi seperti, nasi kuning, nasi goreng ataupun nasi uduk. Ia tetap menyantap segala yang terhidang di atas meja dengan suka cita dan penuh rasa syukur.
"Papa dengar, katanya sekretaris barumu sudah mulai masuk kerja. Apakah itu benar?" tanya David ketika melihat Sean baru saja turun dari lantai dua. Penampilan mantan duda beranak satu terlihat rapi dengan setelan jas berwarna navy dipadu kemeja putih serta dasi warna senada yang melilit leher semakin memberikan kesan keren membuat para kaum Hawa terpesona oleh ketampanan pewaris tunggal Anderson Grup.
Sean menarik kursi di sebelah David, lalu duduk secara perlahan. "Benar, Pa. Kemarin pagi dia sudah mulai bekerja di kantor. Aku pun mengajak wanita itu menghadiri rapat bersama beberapa karyawan yang akan terlibat dalam rencana peluncuran alat kesehatan bagi lansia."
"Lalu, bagaimana pendapatmu tentang wanita itu? Kamu ... menyukainya?" Pertanyaan ambigu itu meluncur begitu saja di bibir pria berdarah Amerika, kelahiran lima puluh tahun lalu.
"Menyukai? Maksud, Papa, apa?" tanya Sean. Kedua alis saling tertaut seraya menatap penuh tanya kepada sang papa.
David terkekeh sambil meraih gelas jus alpukat di atas meja makan. Ia menyesapnya perlahan hingga tersisa setengahnya. Suatu kebiasaan yang sering dilakukan sebelum menyantap menu sarapan yang dimasak oleh pelayan.
"Menyukai kinerja wanita itu. Memangnya kamu pikir, menyukai dalam artian apa, hem?" papar David sambil menaik turunkan kedua alis. Sengaja menggoda anak tunggalnya sambil meninggikan nada bicara, berharap agar Karin mendengar percakapan mereka. Sejak dulu hingga sekarang, ia sama sekali tak menyukai menantu barunya itu. Kalau bukan karena hutang budi, mungkin sudah dari dulu wanita itu dibuang ke jalanan dan membiarkannya menjadi gelandangan.
"Namun, jika kamu menyukai sekretarismu itu sebagai lelaki dewasa, Papa tidak keberatan kok. Kamu boleh mempunyai istri lebih dari satu. Papa yakin, Xena akan senang karena mempunyai Mommy baru. Siapa tahu, Mommy-nya yang baru bisa memberikannya adik bayi mungil nan menggemaskan." Pecah sudah tawa tuan Anderson. Suara bariton pria itu menggema memenuhi penjuru ruangan.
Karin yang saat itu baru saja memerintahkan kepala pelayan untuk membawakan paketan barang yang ia beli di salah satu market place terkenal di tanah air tampak begitu gusar. Wajah wanita itu merah padam disertai sorot mata tajam bagaikan seekor elang yang siap menghabisi mangsa. Ia merasa tersinggung oleh ucapan mertua lelakinya itu.
Selama menjadi istri dari seorang Sean Anderson, ia memang diperlakukan bak seorang ratu. Berbagai fasilitas mewah dan juga pengawalan ketat dari beberapa bodyguard ia dapatkan. Namun, kasih sayang dari suami serta mertua lelaki tak didapatkan. Hanya Anita yang menyayangi dan memperlakukannya dengan baik layaknya seorang ibu terhadap anak perempuannya.
Jemari tangan membalik piring terbuat dari keramik kualitas nomor satu yang tertelungkup di atas meja makan dengan sedikit membantingnya sehingga terdengar suara dua benda saling beradu satu sama lain.
"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Karin saat David dan Sean memandang ke arahnya. Berbohong kepada mereka, padahal gerakan itu sengaja dilakukan sebagai bentuk aksi kekesalannya terhadap papa mertuanya.
"Aku dan Clarissa hanya sebatas rekan kerja saja, Pa. Tidak ada hubungan istimewa di antara kami. Jadi, Papa jangan berpikiran macam-macam," tukas Sean. Ingin mengakhiri perbincangan pagi ini dan menyantap sarapan dengan tenang.
"Papa ini ada-ada saja. Masa mendukung anaknya untuk poligami sih!" tegur Anita sesaat setelah ia masuk ke dalam ruang makan. Jemari wanita itu menggenggam erat jemari mungil Xena, cucu kesayangannya. "Walaupun dalam agama kita diperbolehkan mempunyai istri lebih dari satu, bukan berarti para kaum Adam seenaknya saja menikah lagi dengan wanita lain. Ada banyak hal yang perlu dijadikan bahan pertimbangan sebelum memutuskan menikahi lagi."
Anita membantu Xena duduk di sebelah kursinya. Setelah memastikan gadis kecil berambut pirang kecoklatan aman, barulah ia duduk di kursinya. "Lagipula, atas dasar apa Papa menyuruh Sean menikah lagi? Karena Papa ingin agar Xena ada teman bermain, begitu?" skaknya. Anita memang selalu membela Karin saat menantu kesayangannya itu disudutkan.
Sejak awal sudah tahu jikalau David tidak menyukai pilihannya. Namun, ia bersikeras dan menulikan telinga saat suami tercinta mengajukan protes atas keputusannya menjodohkan Sean dengan Karin di saat anak kesayangannya itu masih dalam masa berkabung atas meninggalnya ibu kandung Xena.
"Kalau cuma itu alasannya, kenapa Papa tidak meminta Sean tinggal satu kamar dengan Karin. Dengan begitu, harapan Papa untuk memiliki cucu baru akam segera terkabul. Benar begitu, Sayang?" tanyanya kepada Karin. Mengulum senyum di wajah sambil menatap dengan sorot penuh kehangatan.
Dengan suara yang dibuat selembut mungkin dan senyuman semakin mungkin, Karin menjawab. "Benar, Ma. Aku bersedia memberikan pewaris kepada keluarga ini jika Papa dan Mama memang menginginkan cucu dari rahimku."
"Tuh, 'kan, apa kata Mama! Untuk apa Papa susah payah membujuk Sean agar jatuh cinta kepada sekretarisnya jikalau istrinya sendiri bersedia mengandung benih dari putra kita. Daripada mencari wanita yang tak jelas bibit, bebet dan bobotnya lebih baik memberikan kesempatan kepada menantu cantik kita ini agar bisa berdekatan dengan suaminya." Anita menatap Karin sambil mengulum senyum di wajah. "Kamu, mau 'kan, Sayang, memberikan cucu kepada kami?"
Tanpa pikir panjang, Karin menganggukan kepala. Dengan percaya diri dia menjawab, "Mau, Ma. Berapa pun jumlah cucu yang Mama dan Papa inginkan, aku bersedia mengabulkannya." Memberikan tatapan penuh cinta, wanita itu menatap lekat mata hazel pria tampan di sebelahnya. Sudut bibir tertarik kala membayangkan tubuhnya menyatu dengan tubuh kekar sang lelaki.
Di saat Karin tengah berbahagia karena impiannya untuk bisa memiliki Sean seutuhnya segera terkabul, berbanding terbalik dengan Sean. Pria itu tampak merasa tak nyaman dengan pembahasan tersebut.
Menghela napas panjang sambil berkata, "Namun, aku tidak bersedia menabur benihku kepada Karin, Ma. Karena sampai kapan pun, aku tidak akan pernah mencintai wanita ini. Di hatiku, hanya ada Sabrina seorang."
Setelah mengucapkan kalimat terakhir, ia bangkit dari kursi. Tak berniat sarapan di rumah karena sudah tidak berselera makan. "Aku pamit berangkat bekerja. Maaf, tidak bisa sarapan bersama Papa dan Mama." Pria itu mendekati kursi Xena dan mencium puncak kepala anaknya. "Xena, Daddy pergi ke kantor dulu. Kamu jangan nakal saat di sekolah. Apa pun yang dikatakan Mbak Imelda harus dituruti. Mengerti, Nak?"
Gadis kecil berusia lima tahun menganggukan kepala. Wajahnya yang polos serta bola matanya yang jernih membuat Sean semakin merindukan sosok mendiang istri tercinta.
"Mengerti, Daddy!" ucapnya patuh.
Setelah Xena mencium punggung tangan Sean, dan Sena mencium punggung tangan kedua orang tuanya, pria itu melangkah meninggalkan kediaman Anderson bak istana kerajaan menuju tempatnya mengais rezeki.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
wadduuuh .... Sean to rhe point gituh ....
barti Karin bertahan 5 thn pasti cuma krn bisa hidup enak yak ... hidup teejamin dgn fasilitas dan batang2 "level platinum" ...
2023-02-11
0
🍭ͪ ͩ📴🍀⃟🐍
weeehhhhhh s sean dingin dan jutek abis... hahaaa kasian s karin...
gtu dehh resiko jadi ulet keket...
2022-09-18
1