Anya sudah berputus asa dengan apa yang dia usahakan dan dianggap tidak ada cara yang mempan untuk mengembalikan ingatan Denis, sudah banyak cara tapi nihil. Dia melamun sambil menatap langit-langit kamarnya, memikirkan identitas asli dari pria yang dia selamatkan.
"Dari penampilannya dia terlihat seperti orang kaya, apa yang menyebabkannya kecelakaan? Apa itu murni kecelakaan atau disengaja?" monolognya yang memikirkan. "Hah, kenapa aku repot dengan ini? Apalagi sekarang sudah larut malam, sebaiknya aku tidur dan bangun lebih awal untuk bekerja." Anya menutup kedua matanya yang sudah terasa berat.
Sementara Denis tak bisa tidur, karena kepalanya selalu saja merasakan pusing di saat dia mencoba untuk mengingat identitas dan apa yang terjadi kepadanya. Dia memahami bagaimana Anya yang mencoba untuk membantunya. Dia cukup beruntung karena kesalahpahaman bisa teratasi dengan sangat baik, memutuskan untuk keluar dari rumah mencari udara segar dengan duduk di depan teras. Sorot pandangan melihat satu arah yang ada di depan, melihat beberapa orang yang masih berjaga di pos ronda yang ada di depan rumah.
"Dari pada melamun disana, sebaiknya kau kemari dan kita bermain gitar sambil bernyanyi. Bagaimana?" tawar salah satu pria yang berjaga di pos ronda sembari menunjukkan gitarnya.
Denis tidak mengerti, mengapa orang-orang di pos ronda menghabiskan waktu dengan cara seperti itu. Akibat tak punya kegiatan lain, akhirnya dia memutuskan untuk bergabung di pos ronda.
"Kopi?" tawar salah satu pria yang lebih tua darinya.
"Tidak, terima kasih."
"Aku tidak pernah melihatmu sebenarnya, dimana kau berasal?"
"Aku juga tidak tahu," jawab Denis yang memelankan suaranya.
"Semenjak kau tinggal di rumah Anya, banyak ibu-ibu yang begitu resah mengenai kehadiran mu satu rumah dengan seorang gadis."
Seketika Denis mengerutkan dahi karena tidak mengerti mengenai ucapan dari pria itu, Anya pernah berkata kalau sudah diberikan izin oleh pejabat setempat. "Tapi aku sudah diberi izin untuk tinggal sementara."
"Memangnya siapa yang memberimu izin?"
"Tentu saja pak RT dan juga pak RW." Jawab Denis dengan polos sementara yang lainnya sudah menduga hal itu dan hanya ekspresi ringan.
Di sore hari setelah pulang bekerja, Anya duduk di teras rumah, ditemani secangkir teh dan juga kue sebagai teman penghilang rasa lapar. Duduk termenung
"Pak RT dan pak RW tidak lama lagi akan di lengser dari jabatannya, mereka tidak bisa mengayomi tetangga dan juga warga daerah sekitar sini." Ucap salah satu pria yang berambut gimbal.
"Mereka hanya makan gaji buta saja, setiap permasalahan tidak pernah digubris."Sambung pria yang mengenakan sarung menutupi wajahnya layaknya seorang ninja.
"Tapi walau bagaimanapun juga aku tidak akan berbuat serong pada gadis itu," sela Denis dengan penuh keyakinan.
"Siapa yang bisa menolak pesona dari Anya? Bahkan kembang desa disini lewat Tapi sayangnya dia menjalin hubungan dengan Hendra si pengangguran kelas kakap, hanya modal dengkul dan kata-kata manis bisa menumpang hidup."
"Sebaiknya kamu jangan mendekati Hendra, dia preman di desa ini. Jangan sampai kau dikerjain olehnya karena tinggal satu atap dengan Anya." pria berwarna gimbal berusaha memperingati Denis, namun hanya dijawab santai karena dia tidak takut pada siapapun.
"Daripada kita bergosip seperti emak-emak komplek, bagaimana kalau kita bernyanyi saja?" ucap salah satu yang mencairkan suasana, nggak semua orang berteriak untuk setuju.
"Apa kau bisa bernyanyi?" tanya salah satu pria sembari menunggu kopi hitam.
"Entahlah aku juga tidak tahu, karena ingatanku yang belum pulih."
"Walaupun ingatanmu tidak utuh atau belum pulih, setidaknya kamu boleh mencoba. Mana tahu nanti kau mempunyai bakat ini dan mengingatkan akan kenangan mu di masa lalu."
Denis terus menolak ajakan dari para pria di pos ronda, karena dia tidak yakin mengenai suaranya yang bernyanyi hingga dia memutuskan tekad untuk melakukan apa yang diminta oleh teman barunya. Segera meraih gitar yang tampak sederhana dan mulai memetiknya dengan alunan melodi sebagai pengantar. Namun siapa sangka kalau suaranya begitu merdu dan membuat orang lain ikut menikmatinya.
Denis memutuskan untuk berangkat bekerja lebih dulu, dia telah membuat sarapan ala kadarnya. Namun di pertengahan jalan seseorang mencegahnya.
"Jadi kamu pria yang tinggal di rumah Anya?"
"Ya."
"Aku minta padamu untuk menjauh dari kekasihku, bukan hanya menjauh tapi kamu harus mengangkat kaki dari rumahnya."
"Apa kamu Hendra?"
"Ya, ternyata namaku cukup terkenal juga." Sombong Hendra yang tersenyum membanggakan diri.
"Menyingkirlah dari hadapanku!" ucap Denis yang dingin.
"Setelah kau menang bertarung denganku."
"Aku setuju," sahut cepat Denis yang menyetujui untuk bertarung secara jantan.
Hendra yang dicap sebagai preman desa semakin menyombongkan diri, memperlihatkan otot-ototnya yang begitu besar dan meremehkan lawannya. "Kau akan menyesal menyetujui perkataanku."
"Tapi aku sudah memikirkannya dengan baik." Keduanya bertarung menggunakan tangan kosong, pertarungan yang sama hebatnya namun masih bisa dikendalikan oleh Denis. Dia bahkan mengakui kalau pria yang menjadi lawannya cukup kuat, namun entah kekuatan dari mana dia bisa menangkis setiap serangan dari pria itu. Perlahan dia mengetahui keahliannya, hanya perlu sedikit diasah.
Hingga akhirnya pertarungan itu dimenangkan oleh Denis, namun wajahnya yang tampan terkena pukulan dari Hendra, tapi tidak cukup parah dari pria yang menjadi lawannya. Pertarungan bebas di alam terbuka terlihat oleh beberapa orang terutama Anya yang selalu melewati jalan itu menuju ke swalayan.
Anya segera berlari menghampiri dua orang pria yang bertarung, dia segera mengusir Hendra setelah memberinya hinaan karena pria itu hanya menjadi benalu di dalam hidupnya, dia sudah memutuskan segalanya untuk tidak akan pernah kembali walau pria itu membujuknya.
"Sebaiknya kamu pergi dari sini sebelum aku berteriak dan memanggil warga sekitar," ancam Anya yang membantu Denis dan membawanya menuju pinggir jalan
Anya begitu khawatir dengan kondisi wajah Denis yang sedikit tampak belur, dia segera mengobatinya membuat keduanya tampak dekat.
"Dia cantik juga," puji Denis di dalam hati sembari tersenyum memperhatikan Anya yang mengobati memar di wajahnya.
Anya menyadari kalau Denis memperhatikannya, dengan sengaja menekan memar itu hingga sang empunya meringis kesakitan.
"Auh, kau kasar sekali." ucap Denis yang lebih tepatnya berpura-pura kesakitan.
"Jangan memandangku seperti itu."
"Baiklah, apa pria itu adalah kekasihmu?"
"Bukan, dia hanya mantan kekasihku saja. Awalnya aku mencintainya, namun semakin lama pria itu hanya memanfaatkanku saja. Awalnya hubungan kami baik-baik saja, tetapi karena dia dipecat dan tidak ingin bekerja lagi membuatku harus berusaha ekstra untuk memenuhi kehidupannya juga." Anya menceritakan siapa Hendra yang sebenarnya, walau dia tidak bisa mempercayai Denis sepenuhnya. Dengan sedikit bercerita dapat mengurangi beban di hati, paling tidak bisa berbagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments