Sedikit bersalah

Anya tak habis pikir, dia mengusap wajahnya dengan kasar dan berjalan meninggalkan pria itu. 

"Kau mau kemana?" 

"Menjauh darimu." Sahut Anya yang berlalu pergi tempat itu, dia kembali menyusun beberapa barang yang baru saja dikeluarkan dari gudang. Tidak menggubris panggilan dari pria itu dan melanjutkan pekerjaannya berharap jika waktu berlalu dengan cepat. 

Seluruh tubuh nya merasa sangat remuk, begitu banyak barang yang harus dia bawa sendiri, namun itu semua sudah terbiasa dia lakukan. Setelah pekerjaan selesai dia dan Denis pulang ke rumah, hanya terdiam dan tidak menggubris perkataan dari pria itu yang menurutnya sangatlah menjengkelkan. "Bisakah kau diam?" 

"Apa kesalahanku kali ini?" tanya Denis yang menetap gadis di sebelahnya dengan raut wajah yang polos. 

"Aku sangat lelah dan tidak ingin berdebat, jangan memancing emosiku." 

Di sepanjang perjalanan keduanya hanya terdiam hening, sebenarnya Denis ingin membuka suara tapi mengingat perkataan dari gadis itu yang melarangnya untuk berbicara. 

"Ya Tuhan…mau sampai kapan pria ini adakan menginap di rumahku? Bagaimana kalau dia mencoba untuk melecehkanku?" beberapa pikiran yang mulai menghantuinya, seakan menjadi momok menakutkan. Bagaimana bisa dia tinggal bersama dengan seorang pria asing yang asal usulnya tidak diketahui olehnya. 

Denis terus memperhatikan Anya yang selalu saja ketus padanya, dia juga tidak mengerti mengapa dirinya tidak mengingat apapun. "Apa kau tidak menemukan sesuatu?" tanyanya yang membuka suara.

"Tidak, selain pakaianmu yang formal itu. Apa dulunya kau seorang pegawai di perusahaan? Dan mengalami kecelakaan hingga di bawa arus sungai, tapi mengapa tidak ada polisi yang mencoba mencarimu?" 

"Mana aku tahu, kalau aku tahu mungkin akan kembali ke rumahku."

Suasana kembali hening, sepi bagai kuburan dengan pikiran masing-masing. Anya memikirkan bagaimana dirinya bisa membantu Denis, apakah ada cara lain agar pria itu kembali mengingat identitas. Dia menghentikan langkah membuat pria itu mengikutinya, tatapan yang mengarah tertuju mempunyai arti. 

"Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Denis dengan tatapan selidik sambil berwaspada. 

"Aku tahu cara mengembalikan otakmu yang konslet itu," terang Anya yang tersenyum lebar, membuat Denis meneguk saliva dengan susah payah dan memundurkan langkah untuk berjaga-jaga. 

"Kau mau apa? Katakan dulu!" protes Denis yang memberi isyarat supaya gadis itu tidak mendekatinya. 

"Maafkan aku!" ucap pelan Anya semakin membuat kecurigaan Denis juan menyeruak. 

"Apa?" 

Belum sempat memasang kuda-kuda, Anya memegangnya dan membenturkan kepala di batang pohon besar beberapa kali hingga membengkak dan terasa nyeri. "Kenapa kau lakukan itu!" pekiknya yang merasa harga diri sebagai laki-laki di permainkan dengan begitu mudahnya. 

"Jangan berlebihan, itu hanya bengkak sedikit saja. Lagipula aku membantumu dalam menyelesaikan permasalah ini, kau akan berterima kasih padaku." Ucap Anya yang menyombongkan dirinya. 

"Kau gadis gila! Kalau otakku semakin tidak beres, apa kau akan bertanggung jawab?" tegas Denis yang berjalan mendekati Anya, hingga gadis malang itu memundurkan langkah. 

"Berhenti disana!" sekarang giliran Anya yang terpojokkan, sedikit merasakan takut saat pria itu terlihat serius. 

"Kenapa? Ada tiga benjol di dahiku dan itu semua kaulah yang menjadi akar permasalahannya." 

"Lalu? Dimana letak kesalahanku? Maksudku baik dengan membantumu agar mengingat segalanya." 

"Ya, bukan hanya itu saja alasannya. Tapi kau ingin aku pergi dari rumahmu, benar begitu?" ucap Denis dengan raut wajah dingin, mengukung gadis itu dengan tatapan dingin membuat aura yang selama ini masih terpendam perlahan mulai keluar.

Anya cengengesan, karena Denia terlihat sangat berbeda di kala pria itu emosi, terlihat lebih seram dan bahkan mengalahkan hantu dan setan. "Bisakah kita melupakan kejadian ini dan kembali kerumah?" usulnya yang mempunyai ide terlintas begitu saja di saat kondisi dalam terjepit. 

Setibanya mereka ke rumah, Denia berjalan bagai seorang pemimpin. Aura yang di bawa oleh pria itu juga dapat dirasakan oleh Anya. Namun, dia tidak peduli di saat perut yang keroncongan minta di isi. Berjalan menuju dapur dan mencari sesuatu yang bisa di makan dan mengganjal perut yang lapar. 

Tidak ada apapun di dapur, bahkan kulkasnya terlihat kosong, sedikit kecewa dengan hal ini. Perut yang terus berbunyi membuatnya tidak ingin menunggu waktu lama, dan tersenyum sumringah di saat menemukan sebungkus mie instan rebus rasa ayam kari. "Hah, tidak masalah. Masih ada mie rebus, dan sedikit mengurangi rasa lapar ku." Gumamnya yang mengupas bawang merah dan bawang putih, tak lupa dengan potongan daun seledri di bagian akhir. 

Anya begitu bersemangat di kala mencium aroma mie instan yang menyeruak di seluruh ruangan, mengambil cabai rawit di belakang rumah sebagai penyedap akhir. 

"Tinggal satu sentuhan lagi, merasakan pedas alami dan membuat banjir keringat." Monolognya yang membayangkan memakannya, tapi menahan sebentar lagi untuk mengambil bahan terakhir.

Denis merasakan aroma yang menggugah selera, tiba-tiba perutnya terasa sangat lapar dan mencari sumber aroma yang memekakkan hidung. "Aroma apa ini?" monolognya seraya mencari sumber dan melihat semangkok mie rebus dan mencicipinya. Rasa yang begitu aneh membuatnya merasa ketagihan, mulai dari aroma bumbu dan rasa yang juga tidak kalah nikmat. 

Tanpa menunggu lama, Denis keasikan makan dan sangat terkejut melihat mie yang berada di atas kuali sudah di lahap habis olehnya. 

"Kau menghabiskannya?" ucap seseorang yang mengagetkan Denis. 

"Ini sangat nikmat, apa kau masih menyimpannya sedikit?" ucap Denis tanpa rasa bersalah sedikit pun. 

"Itu stok terakhir ku, mengapa kau habiskan dan tidak menyisakannya sedikit, hah?" geram Anya yang memukul bahu pria itu melampiaskan rasa kekesalannya. 

"Maaf, aku mengira kalau kamu sudah menyimpan bagaikan untukmu sendiri."

"Memangnya kau siapa? Sampai harus aku menyisakannya untukmu. Kalau ingin, tinggal beli saja di warung, kau pria sialan yang berbuat seenaknya." 

"Maaf, aku benar-benar tidak tahu kalau kamu belum makan."

"Hah, terserah." Anya yang merasakan perut melilit sudah tidak tahan lagi, tidak menghiraukan hujan yang turun cukup deras. 

"Kau mau apa?" 

"Ke warung. Jangan hentikan aku!" ketus Anya yang hendak menerobos hujan.

"Tidak, kau akan jatuh sakit. Biar kan aku menebus kesalahanku, dan akan membelikan makanan untukmu." 

Akhirnya Anya memilih untuk diam, sambil memegang perutnya yang terasa lapar. Dia tidak punya pilihan lain dan membiarkan pria itu mencarikan makanan untuk mengganjal perutnya yang kosong. "Terserah padamu saja, karena sekarang aku sudah tidak tahan lagi." 

"Baiklah, tunggulah disini!" Denis merasa bersalah karena dirinya sudah menghabiskan makanan milik sang empunya rumah, untung saja dia mempunyai sedikit uang dari hasil tip yang diberikan oleh pelanggan di swalayan. Upah karena sudah berfoto dengannya, diberikan secara suka rela tanpa memungut biaya. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!