Denis sangat senang kalau Anya menyukai masakannya, memang dulu dia sudah terbiasa memasak mengingat dirinya yang tinggal sendiri saja di sebuah apartemen. Senyum bahagia terpancar saat melihat senyuman indah yang di suguhkan tepat di hadapannya, kebahagiaan yang tidak bisa diukur saat masakannya mulai ludes habis dimakan tak bersisa.
"Aku baru pertama kali makan masakan itu, sangat lezat sekali. Astaga, aku menghabiskan banyak sekali hingga perutku tidak bisa menampungnya lagi." Ucap Anya yang jujur, dia tidak memikirkan untuk menjaga image sebagai seorang gadis yang menghabiskan makanan di hadapan seorang pria tampan.
Denis tersenyum bahagia, menyeka salah satu sudut bibir pria itu dengan sangat lembut. "Maaf, ada sisa makanan yang menempel di bibirmu, aku membersihkannya." Sebenarnya itu hanyalah alasan saja, dia menikmati itu dan menempelkan sisa makanan di jari dengan seolah-olah ada yang menempel di bibir gadis itu.
"Hem, terima kasih." Sahut Anya yang tersenyum.
"Sama-sama."
Setelah makan selesai, Anya segera membersihkan dirinya karena merasakan keringat setelah pulang bekerja dan itu sangatlah mengganggu. "Aku ingin mandi dulu, makananmu sangat lezat. Kau cukup handal dalam memasak, dan bahkan lebih lezat dari masakanku." Pujinya membuat Denis tersenyum puas, usahanya membuahkan hasil yang sangat memuaskan.
Di malam hari, Anya duduk sendirian dia di depan teras rumah. Dia menatap bintang-bintang yang bertaburan di atas langit, tersenyum saat dirinya mengenang masa lalu memiliki keluarga yang lengkap. "Heh, untuk apa aku memikirkan mereka. Selama ini mereka tidak pernah mencariku atau menemuiku walau sekali saja, tentu hal ini terjadi karena masing-masing sudah mempunyai keluarga. Apalah aku yang hanya sebatang kara, tidak mempunyai keluarga juga tidak akan membuatku tiada. Persetan dengan semua itu," geramnya yang melupakan kenangan manis saat mempunyai keluarga lengkap, baik ayah maupun ibunya yang sudah tidak peduli lagi dan menganggapnya tiada.
"Kamu melamun sendiri?" Denis datang mengejutkan Anya, menyerahkan secangkir teh untuk mereka nikmati. "Minumlah teh ini dan kamu akan merasa baikan."
"Terima kasih." Anya tersenyum sekilas dan menyeruput teh itu.
"Sudah merasa baikan?"
"Hem, jauh lebih baik."
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Denis yang penasaran. "Kamu melihat bintang-bintang?"
"Hem, bintang itu sangat indah. Tapi sayang, mereka hanya muncul dan terlihat di malam hari saja. Tidak ada yang bertahan dengan lama, bahkan matahari juga akan tenggelam, begitupun dengan bulan yang juga hilang saat siang hari." Jelas Anya yang membuat Denis berpikir dua kali lipat.
"Sepertinya permasalahan mu cukup besar." Denis mulai menerka, apalagi saat melihat raut wajah Anya yang sedih.
"Hem, tidak ada yang lebih memprihatinkan dariku. Aku punya keluarga baik ayah maupun ibu, tapi semenjak mereka bercerai saat aku duduk di bangku sekolah atas. Apa kau tahu bagaimana rasanya mendengar mereka yang setiap hari berantem dan berteriak?"
"Apa?"
"Ya, itulah aku yang hanyalah anak tak beruntung. Aku putus sekolah dan tidak melanjutkan kuliah, sungguh ironis sekali nasibku ini. Kedua orang tuaku sekarang sudah mempunyai keluarga masing-masing hanya aku yang tersisa di tempat ini, tempat di mana nenekku lah yang merawatku. Namun, dia juga pergi, apa aku ini anak pembawa sial?" Anya melirik Denis dengan raut wajah yang sedih, begitu banyak beban yang dipikulnya sendiri sebagai seorang sebatang kara yang tidak mempunyai keluarga.
"Jadi inilah yang membuatnya begitu tangguh? Dia menjalankan hidup yang begitu keras hanya demi sesuap nasi. Selama ini aku tidak bersyukur, di berikan uang yang banyak tapi malah menghambur-hamburkan dengan sesuatu yang tidak berguna." Denis terdiam, dia merasakan menyesal saat memikirkan gaya kehidupan yang mewah dan juga glamor, tanpa memikirkan rakyat kecil yang menangis hanya demi sesuap nasi. "Aku turut prihatin denganmu, kau gadis yang sangat tangguh dan juga bisa menerima kenyataan pahit." Ucapnya yang memuji.
"Apa aku punya pilihan lain? tidak ada yang bisa aku lakukan, selain mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijazahku saja."
"Kau wanita mandiri, aku salut dengan perjuanganmu yang tidak mudah."
Anya tersenyum membuat Denis terpesona dengan senyuman tulus yang menuju ke arahnya.
Anya pergi ke suatu tempat karena ada keperluan mendadak, dia segera pergi namun di pertengahan perjalanan malah dicegat preman yang tak lain adalah sang mantan kekasih.
"Menyingkirlah, kenapa kau mencegatku?" ketus Anya.
"Anya, aku tahu kalau kamu masih mencintaiku. Kembalilah padaku, aku mohon!" bujuk Hendra sambil memegang tangan Anya dengan sangat lembut.
"Maaf, tapi aku tidak akan kembali lagi denganmu." Tolak Anya yang sudah tidak ingin kembali pada pria yang hanya memanfaatkan nya saja.
"Apa ini karena pria itu? Apa karena dia kau menolakku, Anya?"
"Hah, jangan sok tahu. Bercerminlah terlebih dahulu, aku tidak akan buta lagi bagaimana kau mencoba untuk memanfaatkanku."
"Ck, aku sudah bilang akan mencari pekerjaan dan membayarkan semuanya untukmu. Jangan egois!"
"Egois? Kau mengatakan aku egois? Aku tahu bagaimana kau hanya memanfaatkanku untuk menumpang hidup. Jangan menyalahkan orang lain atas dirimu sendiri!" Anya segera berlalu pergi meninggalkan Hendra.
"Lebih baik kau mengusir Denis, dia hanya memberikan pengaruh buruk saja padamu!"
Hendra tak berputus asa, dia mengejar dan menyamakan langkah kaki Anya yang mencoba untuk menghindarinya. "Jangan mengikutiku!" ketus gadis itu.
"Aku ingin kau mengusirnya, apa kau ingin para warga yang mengusirnya?" Ancam Hendra yang menghentikan langkah kaki Anya.
Anya segera menoleh dengan tatapan tajam juga sarkas, dia tidak suka bagaimana Hendra yang mencoba untuk membenci Denis. "Siapa kau yang bisa mengaturku? Enyahlah dari hadapanku!" ucapnya yang mulai kasar.
Hendra mencoba untuk kembali mendapatkan cinta dari mantan sang kekasih, menggunakan segala bujuk rayu agar bisa kembali lagi bersama dan juga menjadikan gadis itu sebagai sandaran untuk hidup enak tanpa harus bekerja keras.
Anya menghempaskan tangan Hendra dengan kasar, dia marah karena pria itu mencoba untuk balikan padanya. Pantang baginya untuk menjilat ludah sendiri, menjadi motto yang selama ini di pegang teguh. "Aku tidak akan memungut sampah yang sudah aku buang." Tegasnya seraya berjalan cepat agar terhindar dari pria yang menurutnya sangat mengganggu.
"Denis itu pria buronan, sebaiknya kau mengusirnya!" pekik Hendra dari kejauhan, dia mencoba untuk memberitahu dan memperingati sang mantan kekasih karena beberapa orang yang dia temui di klub sedang mencari pria yang tinggal di rumah Anya.
Anya menoleh juga menghentikan langkah kakinya, kesal karena pria itu mengatakan hal buruk mengenai Denis. "Berhentilah memfitnah seseorang, kau hanya mengada-ada untuk mencari alasan agar aku menerimamu kembali. Dia segera beranjak pergi dan tak menggubris peringatan Hendra yang hanya dianggap bualan semata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments