Denis memutuskan dirinya menerobos hujan deras dengan bantuan kain untuk mengurangi tubuh yang basah, dia berlari menuju sebuah warung dan memesan makanan yang biasa disukai oleh Anya. Entah mengapa dia merasa aneh dikala memesan makanan di warung kecil, namun menepis perasaan itu dan segera kembali pulang untuk memberikan makanan yang baru saja dibeli.
"Ini, kamu makanlah!" Denis menyerahkan nasi goreng kesukaan dari gadis itu. Dia segera berlalu pergi dengan tubuh yang menggigil, segera mengganti pakaian dan kembali bergabung dengan hanya yang tengah menikmati makanan yang baru saja dibeli. sedikit ada kebanggaan di hatinya, berjuang demi kebaikan begitu membuatnya merasa sangat senang. "Apa nasi goreng itu enak?" tanyanya yang membuat gadis itu menoleh.
"Tentu saja, ini sudah menjadi langgananku sejak lama. Terima kasih karena sudah memberikannya untukku," ucapannya yang tersenyum dan menyantap makanan itu dengan begitu nikmatnya.
Tidak butuh waktu banyak bagi Anya menghabiskan sebungkus nasi goreng, melirik Denis yang hanya duduk diam sembari mengamati pakaian yang dipakai. "Kenapa kau selalu melirik pakaian yang aku berikan?"
"Apa tidak ada pakaian yang lain? Aku tidak terbiasa memakai pakaian yang murahan seperti ini, apalagi selama tinggal di sini kulitku terasa gatal-gatal dan teriritasi." Ucap polos Denis yang melepaskan baju kaos oblong dan membiarkan dirinya bertelanjang dada. "Setidaknya ini lebih baik," ucapnya yang menghilang nafas.
"Seharusnya kau bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini, masih untung aku memberikan baju peninggalan mendiang ayahku. Apa kau ingin memakai daster ibuku?" ketus Anya yang spaningnya semakin tinggi, Entah mengapa dia merasa kalau Denis sangatlah berbeda terutama dari segi selera berpakaian dan juga bagaimana pria itu sangat takjub dengan makanan yang baru saja dilihat. "Aku sangat yakin jika ada sarafmu yang terlepas, hingga membuatmu seperti orang gegar otak. Apa amnesia begitu sangat buruk? Sehingga kau seperti anak bayi yang baru saja dilahirkan tidak mengerti apapun."
"Entahlah aku merasa kalau semua ini masih baru, bisakah kita pergi berbelanja pakaian? Aku ingin mengganti semua pakaian usang itu dengan yang baru. Lagi pula aku merasa gatal dan alergi memakai pakaian murahan dan juga terlihat jelek," ucap jujur dari Denis semakin membuat Anya murka, dia tidak terima kalau pakaian dari mendiang ayahnya disebut sebagai pembawa alergi.
Anya bertolak pinggang saraya menetap pria yang ada di depannya, dengan mengibarkan bendera perang dan protes demi meminta keadilan. "Kau selalu saja protes ini dan itu membuat aku pusing saja, kenapa tidak kau pergi saja dari rumahku dan anggap kita tidak saling bertemu. Seakan kau ini adalah orang kaya yang baru pertama kali melihat cara kehidupan rakyat jelata seperti itu, lagi pula apa peduliku dengan hal itu?"
"Ayolah, aku tidak bermaksud untuk membuatmu marah hanya mengungkapkan kebenaran saja. Belikan aku sepasang pakaian yang layak!" Denis menyatukan kedua tangannya dan ingin mendekati Anya, berharap agar gadis itu perbaiki hati dengan membawanya ke pusat perbelanjaan dan membeli pakaian baru.
Seketika Anya tampak berpikir, dia terdiam sambil mencerna perkataan dari pria itu. "Siapa Denis sebenarnya? Kenapa sampai sekarang tidak ditemukan identitas pria ini. Aku sudah memperhatikan gerak-geriknya dan juga sikap yang sangat berbeda dariku, apa dia orang kaya atau seorang crazy rich?" itulah yang ada di pikirannya saat ini, dia sudah bertekad untuk mengembalikan pria itu ke keluarganya mungkin saja sangat mencemaskan dan juga sudah berusaha.
Anya membingkai wajah Denis menggunakan kedua tangannya, melihat setiap inci dari wajah tampan itu dan mencari pembenaran walau terlihat konyol. Dia merasakan sesuatu di kepala bagian belakang pria itu yang masih bengkak. "Dari caranya berbicara dan juga sikapnya yang sangat angkuh itu terlihat sedikit berbeda, dia juga sangat terkejut melihat makanan seperti mie instan dan juga beberapa menu makanan yang selama ini aku masak. Kulitnya putih bersih bahkan lebih glowing dari kulitku, seperti perawatan yang sangat mahal." Ucapnya di dalam hati.
"Ada apa denganmu?" pasrah Denis yang menatap Anya dengan jengkel.
"Aku sangat yakin kalau kamu pria kaya, tapi kemungkinan itu hanya empat puluh persen saja." Anya melepaskan cengkramannya dan menatap jengkel ke arah pria itu entah mengapa bawaannya yang selalu kesal.
"Lalu, apa kamu mempunyai rencana?"
"Besok pagi sekali kita pergi ke sungai tempat aku menemukanmu."
"Hem."
Keesokan harinya, Anya dan Denis seperti biasa berjalan kaki menuju sungai yang biasa mereka lewati setiap pulang kerja. Namun kali ini dia ingin mencari bukti mengenai identitas pria itu.
"Apa kau mengingat tempat ini? Cobalah berusaha untuk mengingat apa yang terjadi padamu." Anya mendorong Denis untuk mengingat kembali apa yang terjadi.
Perkiraan dari Anya tak membuahkan hasil, saat Denis yang memaksakan diri untuk berpikir membuat kepala terasa seperti dihantam oleh beberapa batu besar. "Aku sudah tidak bisa memikirkan apa yang terjadi."
Anya yang awalnya bersemangat menjadi kecewa karena tidak menemukan titik terang dari identitas pria itu. "Coba sekali lagi mungkin saja kau mengingatnya."
Denis memejamkan kedua mata dan mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi semakin keras dia mengingat semakin kuat juga rasa sakit di kepala. Tidak tahan dengan memaksa mengingat segalanya, dia berteriak dengan histeris membuat Anya berlari ke arahnya dan memberikan pertolongan pertama.
"Denis." Pekik Anya yang menangkap tubuh pria itu sebelum ambruk jatuh ke atas tanah. "Maafkan aku yang memaksamu, segera bukalah matamu dan jangan membuatku sangat takut." menepuk pipi dengan pelan untuk menyadarkan pria yang ada di dalam pelukannya.
Dengan terpaksa Anya membaringkan tubuh kekar itu, kini dirinya begitu menyesal karena membuat diri sendiri dalam kerepotan. "Hah, karena usahaku yang gagal ini semakin membuatku bernasib sial." Gumamnya yang segera menyeret tubuh pria itu untuk kembali ke rumahnya.
Membutuhkan waktu yang cukup lama, dan bahkan dia kembali meminta izin kepada atasan untuk datang sedikit terlambat. Kini dirinya berhasil untuk sampai ke rumah, dan membaringkan tubuhnya di atas sofa yang merasakan tubuh yang remas.
"Hah, oh Tuhan…mengapa kau begitu menguji kesabaranku ini? Aku terjebak dengan pria aneh sepertinya." Keluh Anya yang mengerang.
Denis yang tinggal di kediamannya membuat para tetangga berpikiran negatif, namun dirinya sendiri tidak ambil pusing karena mengingat pak RT dan juga pak RW malah membebankan pria itu kepadanya. Entah mengapa dia merasa sedikit dirugikan? Awal niatnya ingin menabung tapi harus menanggung biaya kehidupan dari pria yang dia temui tergeletak di pinggir sungai.
"Kalau sampai para tetangga mulai membicarakanku? Maka aku akan menyeret RT juga RW dalam kasus ini, karena merekalah yang tidak mempunyai tanggapan maupun inisiatif apapun." Monolognya yang mulai mengomel panjang lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments