Silent
...Ada kalanya hujan tidak dapat menghapus luka ini....
...Tidak dapat menghapus air mata yang mengalir untukmu....
...Namun hanya satu senyuman, aku ingin tersenyum seperti dedaunan yang menerima tetesan hujan....
Yoka.
Semua orang tersenyum mengambil foto. Tertawa bersama, alunan musik terdengar mengalun indah. Benar-benar pesta yang sempurna, dirinya melangkah, menatap wajah cantik itu sekali lagi.
"Anggeline..." batinnya, kata-kata panggilan yang tidak terucap. Tidak ada suara yang keluar dalam tangisan yang tertahan.
Brak!
Dengan sengaja, seorang pemuda menabraknya menumpahkan red wine ke pakaiannya.
"Maaf, Bisu..." cibiran dari Theo, sahabat dari mempelai pria.
Yoka hanya terdiam, masih terdiam, tersenyum hambar. Cinta memang sebuah pembodohan bukan? Seluruh pesta pernikahan ini menggunakan uang warisan dari almarhum ibunya.
Tidak dapat memiliki apapun, walaupun hanya secuil senyuman Anggeline.
Dari mana semua ini berawal? Anggeline, seorang guru piano yang dicintainya. Berharap dapat menerimanya yang bisu, namun dirinya hanyalah sebuah batu pijakan. Kala gadis itu mengenal Malik, saudara tirinya.
Matanya menelisik, air matanya mengalir. Tertunduk mengepalkan tangannya, membawa kado kotak musik berbentuk piano kecil. Berharap Anggeline dapat mengingatnya, seseorang yang mengasihinya. Seseorang yang membantunya, membuka teater.
Namun, segalanya terasa hambar.
Brak!
Malik melempar kado yang hendak diberikan Yoka, saudara tirinya. Melempar hingga hancur berantakan. Mengapa dapat seperti ini? Sang ayah datang menghampiri. Narendra, itulah namanya, mendekati penuh angkara murka.
"Kenapa kamu datang!? Kamu mau membuat ayah malu karena memiliki putra bisu sepertimu!!" bentak Narendra, menarik jas yang dikenakan Yoka.
Jemari tangan Yoka mengepal air matanya mengalir. Mengapa seperti ini? Malik hanyalah anak sambung Narendra. Mengapa lebih dicintai daripada dirinya yang seorang anak kandung?
Salsa, ibu sambungnya mendekat, tersenyum sinis, kemudian memeluk lengan Narendra.
"Ayah..." panggil Yoka dalam hati, tertunduk seorang diri. Malam dimana ibunya meninggal akibat diperkosa dan dibunuh di depan matanya, malam itu juga yang membuat rasa trauma dalam dirinya. Bibir yang tercekat kesulitan bicara, bahkan setelah belasan tahun, dirinya hanya dapat terdiam menyadari kekurangannya.
Malik hanya tersenyum menyambut kedatangan para tamu. Memiliki segalanya? Itulah Malik, seumuran dengan Yoka. Seorang anak yang dibawa Salsa dari pernikahan sebelumnya. Sebelum menikah dengan Narendra.
"Pergi!! Kembalilah ke villa!! Kamu hanya membuat ayah malu!!" bentak Narendra pada putranya.
Namun, Yoka masih saja berusaha memungut pecahan kotak musik berbentuk piano, sebagai hadiah terakhirnya untuk Anggeline.
Krak!
Jemari tangannya diinjak ayahnya sendiri. Seolah-olah muak dengan dirinya yang bisu. Bisu? Itu bukan keinginannya, mungkin bagaikan sebuah takdir Tuhan untuknya.
Tangan yang terlihat sedikit membengkak, sulit digerakkan. Jemari tangannya masih berusaha memunguti isi kotak kado yang berceceran. Hadiah terakhirnya untuk Anggeline, wanita yang dicintainya.
Melangkah mendapatkan cibiran dari tamu yang sebagian besar kalangan atas, termasuk beberapa selebriti. Dirinya kasta terendah di tempat tersebut. Hanya seorang pecundang bisu.
Pria yang tidak memiliki apapun lagi, memberikan kotak kado pada mempelai wanita.
Brak!
Kotak itu kembali dibanting, isinya diinjak oleh Anggeline. Benar-benar hancur, sebuah kotak musik, terbuat dari kristal yang dipesannya khusus. Apa terlalu memalukan memiliki anggota keluarga bisu? Bukankah hati yang tulus adalah kemuliaan.
Bukan? Ternyata bukan, cacat tetaplah cacat.
Plak!
Satu tamparan dilayangkan Anggeline, pada pemuda rupawan di hadapannya. Pemuda yang memakai setelan jas berwarna putih, ternoda red wine, menghadiri pernikahan mantan kekasihnya.
"Kamu sengaja mempermalukan Malik dengan hadir disini!?" tanya Anggeline.
Yoka hanya terdiam, ingin menjawab tujuan datang adalah Anggeline. Namun, jemari tangannya gemetaran, merindukan wanita yang meramaikan hari-harinya di villa yang sepi. Seorang wanita yang kini berselimut gaun putih indah bersanding dengan saudara tirinya yang lebih sempurna.
"Kamu bisu!! Karena itulah Malik lebih sempurna darimu!!" suara bentakan yang menggelegar, wanita itu, mendorong tubuh Yoka.
Apa dirinya *njing yang memerlukan belas kasih? Diusir di setiap tempat? Entahlah.
Yoka melangkah pergi, keluarga yang bahagia tanpa kehadirannya. Memakan uang warisan almarhum ibunya. Dirinya tertunduk, meninggalkan ballroom hotel. Hingga hujan turun dengan lebat.
Dengan cepat dirinya berteduh di halte bus. Jemari tangannya menadah air hujan. Mungkin berharap luka di hatinya akan memudar. Walaupun terasa sulit.
Hingga seberkas cahaya membelah awan, menampakan sinar matahari yang indah, dibalik hujan yang turun bagaikan tirai transparan.
Apa akan ada seseorang di hidupnya? Atau dirinya hanya akan seorang diri. Menjalani hidup yang terasa sepi.
Satu persatu kenangannya terbayang, kala dirinya bermain air bersama Anggeline, guru pianonya. Perlahan menyatakan cinta padanya, bermain piano bersama di dalam villa miliknya. Bahkan Yoka meminta pengacara keluarganya membuatkan gedung teater untuk Anggeline.
Namun, kenangan bagaikan luka yang tertancap. Kala Malik mulai hadir merebut satu-satunya cahaya yang ditemuinya.
Kala itulah semuanya berubah, Anggeline pergi hampir setiap hari bersama Malik, melupakan dirinya.
Apa kesalahannya? Dirinya menemukan batu giok indah, kemudian membersihkannya mengukirnya perlahan dengan jemari tangannya yang kotor. Namun semua bagaikan tidak ada artinya kala kata-kata bisu itu terucap. Mungkin jemari tangannya terlalu kotor untuk memakai gelang giok yang disayanginya. Wanita yang dirubahnya dari seorang guru piano dengan gaji kecil, menjadi pemilik gedung teater, menggarap beberapa pertunjukan besar.
Wanita yang juga meninggalkannya, meludahinya kala dapat mengepakkan sayapnya.
Yoka kembali melangkah di tengah derasnya air hujan. Menatap ramainya kendaraan yang melintas. Tidak memiliki keluarga, tidak dapat bicara, bahkan wanita yang dicintainya memilih pria lain.
Air matanya mengalir, bercampur air hujan, membasahi pipi hingga dagunya.
"Ibu..." panggilnya lirih tidak terdengar, mengingat satu-satunya orang yang tulus padanya. Melangkah menunggu lampu penyebrangan berubah merah. Pertanda dirinya ingin mengakhiri segalanya, melangkahkan kakinya. Bersiap tubuhnya akan terpelanting kendaraan, menutup matanya, merelakan jika ini saat untuk bertemu dengan ibu kandungnya yang telah terlebih dahulu menghadap-Nya.
Kriet!
Suara rem mobil terdengar, tidak ada yang terjadi? Perlahan pemuda itu membuka matanya.
"Minggir!! Kamu sudah gila ya!?" bentak sang supir truk yang hampir menabraknya, mungkin kepala truk hanya berjarak sekitar 15 centimeter dari tubuhnya.
Seorang gadis berambut pendek, memakai masker tiba-tiba datang mendekat.
"Maaf pak ..." ucapnya, menarik tangan Yoka. Perlahan membawanya ke halte bus.
Gadis yang meraih jemari tangannya yang bengkak akibat injakan Narendra. Sedikit luka terlihat disana, perlahan gadis itu mengeluarkan plaster, mengobati luka gores.
"Kamu ingin bunuh diri?" tanyanya. Dengan cepat Yoka mengangguk.
"Karena patah hati?" tanya wanita itu lagi. Pemuda itu kembali mengangguk.
Sang wanita berambut pendek, yang masih memakai masker itu, menekan jemari tangan Yoka, membuatnya meringis.
"Kamu bisu?" tanyanya lagi, dengan cepat Yoka mengangguk kembali.
"Begini, cinta seperti tissue dan sapu tangan. Sesuatu yang terkadang sulit dibedakan. Tapi tissue hanya singgah di hidupmu, dipakai sekali kemudian dibuang. Tapi sapu tangan akan selalu ada untukmu, jika kamu merawat dan mencintai hatinya."
"Jangan mencoba bunuh diri! Karena akan ada sapu tangan menggantikan sehelai tissue bekas. Mungkin kamu akan menemukan orang yang kamu cintai nanti..." lanjut sang gadis.
Yoka mulai dapat tersenyum."Mungkin aku akan menemukan seseorang seperti Anggeline..." batinnya.
Gadis itu mulai mengenakan kerudung yang melekat di sweaternya.
"Aku pergi dulu..." ucapnya berlari di tengah derasnya air hujan.
Perlahan Yoka tertawa dengan suara tertahan.
*
Wanita itu mulai berhenti di dekat tempat penitipan laundry. Mengambil beberapa pakaian. Sedikit membuka maskernya ketika membayar. Sesuatu yang aneh, wajah yang mirip, bahkan menyerupai Anggeline.
"Aku ingin mengambil laundry atas nama Dora..." kata-kata darinya penuh senyuman, rambut pendek dengan poni? Mungkin model rambut mirip tokoh animasi Dora The Explorer. Tapi wajah rupawan tanpa perawatan, wanita penuh semangat, dengan pakaian lusuh.
Sepasang kupu-kupu terbang ditengah hujan diiringi sinar matahari yang turun. Mungkin sebuah pertemuan yang bagaikan suatu keajaiban, tanpa mereka sadari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
ahjuma80
plg sebel nemu karakter ortu kyk begitu
2024-08-31
2
Maya Kitajima
aku selalu suka novel novel karya kk otot
2023-06-13
2
Rina Rizkyana
bagus
2023-02-18
1