Hudson mematikan panggilannya, menghela napas kasar. Kemudian kembali berjalan keluar dari toilet, menuju ke ruangan rektor.
Banyak hal yang sejatinya ada dalam fikirannya tentang sosok Martin. Pria yang mengabdi pada keluarga Melda sama seperti Arsen. Hanya setia dan menuruti semua keinginan Melda, setidaknya itulah yang sering diceritakan Arsen tentang keluarga tuan mudanya. Namun sekarang? Martin mengirim putra tunggalnya untuk tinggal di villa, menjadi asisten Yoka?
Dirinya hanya pernah bertemu sekali dengan putra Martin, kala pria itu membawa putranya untuk mengikuti kuliah khusus. Mempersiapkan apapun untuk putranya, menjadi pria yang sempurna untuk mengurus bisnis dan bahkan memiliki bakat beladiri seperti Yoka. Walaupun semua hanya isu yang didengarnya tentang putra sang pengacara, yang hanya memiliki selisih usia beberapa bulan dari Yoka.
Apa sebenarnya tujuan Martin? Membawa putranya untuk mendapatkan kepercayaan, menjadi parasit pembunuh atau benar-benar hanya untuk melindungi Yoka.
Tapi mengirim putra yang bahkan dibiayai kuliah olehnya di universitas terbaik di luar negeri hanya untuk mengabdi pada seorang pemuda bisu? Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan seorang ayah. Apa Martin memiliki niat buruk sepeninggal Melda?
Perlahan pintu di hadapannya dibuka olehnya.
Sang rektor telah berada di tempatnya saat ini. Dosen lain telah pergi meninggalkan ruangan. Sedangkan Delima, istri sang rektor sekaligus ibu dari Shofie masih duduk di atas sofa penuh rasa ego terlihat benar-benar kesal.
Hudson menghela napas kasar, mulai duduk di sisi lain sofa, menatap ke arah dua orang mahasiswi yang merupakan anak didiknya. Serta Dora yang baru mendaftar untuk kuliah di jurusan lain.
"Hudson, aku sudah mendengar cerita dari kedua belah pihak. Dia belum terdaftar sebagai mahasiswi universitas ini, jadi lebih baik panggil pihak kepolisian, laporkan atas tidak kekerasan pada putriku," ucap sang rektor memijit pelipisnya sendiri.
Ini bukan pertama kalinya putrinya membuat ulah. Namun, selalu diselamatkan olehnya. Mungkin karena benar-benar sudah jenuh sang rektor memberi syarat pada putrinya jika ingin membuat masalah, harus memastikan mahasiswa atau mahasiswi yang berurusan dengannya tidak dari kalangan menengah ke atas atau memiliki koneksi. Agar lebih mudah diatasi.
"Tidak bisa." Hudson mengenyitkan keningnya.
"Kenapa? Dia yang membuat masalah dengan putriku. Lagipula, kamu lihat sendiri leher putriku memerah karena cakarannya," ucap sang rektor sengit. Bagaimana pun Shofie adalah putrinya, seburuk apapun sifatnya. Shofie selalu benar, pasalnya putrinya hanya membuat masalah dengan mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah.
Sesuatu yang dapat dengan mudah dihadapi sang ayah.
"Anda lihat sendiri ada tiga bekas cakaran yang berdarah di tubuh Dora. Di tambah sudut bibirnya yang membiru. Ini pertarungan satu lawan dua, mahasiswa lain juga menyaksikan kalau Shofie dan Siska yang pertama menyerang Dora. Di taman ada CCTV, jangan lupa." Hudson menghela napas kasar, melirik pada Dora, kemudian mengedipkan sebelah matanya.
Benar-benar tindakan aneh, Shofie dan Siska semakin murka dibuatnya. Sedangkan Dora malah semakin berdidik ngeri menatap aneh pada sosok Hudson yang bagaikan dosen mesum.
"Hapus saja rekaman CCTVnya! Ancam mahasiswa yang hadir agar memberikan keterangan berbeda saat petugas kepolisian datang," ucap sang rektor bersikukuh.
Tidak tahan lagi, gadis itu benar-benar kesal kali ini. Dirinya tidak salah sama sekali, menatap tajam ke arah mereka.
"Ini tidak adil! Aku akan mengadukan ini di media sosial!" bentak Dora, bersungut-sungut.
"Langkah yang bagus. Benar-benar cocok dengan si tuan muda sensitif," batin Hudson, menahan tawanya.
"Adukan saja, kami memiliki saksi, mahasiswa yang melihat segalanya dapat memutar balikkan fakta demi skripsi yang diloloskan." Sang rektor menjawab dengan tenang, situasi yang sudah sering di hadapinya untuk melawan mahasiswi miskin tanpa kekuasaan.
"Aku akan mengadukan ini pada LBH (Lembaga Bantuan Hukum)!" ucap Dora tidak menyerah.
"Kami dapat menyewa pengacara yang lebih mahal dan terkenal," jawaban lebih santai lagi dari sang rektor.
"Aku...aku..." Dora kehilangan kata-katanya. Pada siapa lagi dirinya harus mengadu? Pada kepala desa? Tidak mungkin kan? Atau pada Tuhan seperti dalam film-film wanita teraniaya.
"Tidak punya koneksi, atau status keluarga tinggi tapi masih berani bertingkah pada putriku Shofie..." sindir sang rektor menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah heran dengan tingkah Dora.
"Sudahlah! Lapor saja ke polisi. Black list namanya dari beberapa universitas ternama!" ucap Delima selaku ibu Shofie.
"A...aku punya koneksi. Aku akan mengadu pada si bisu..." ucap Dora tertunduk mengepalkan tangannya. Tidak memiliki pilihan.
"Si bisu?" sang rektor mengenyitkan keningnya tidak mengerti.
"Aku akan mengadu pada Yoka! Villanya bahkan seluas kampus kalian! Dia akan menolongku!" ucapnya putus asa. Keringat dingin mengalir di pelipis Dora. Dirinya benar-benar ketakutan saat ini.
Mengandalkan nama Yoka? Pria pengangguran yang bahkan jarang keluar dari villanya? Benar-benar tindakan bodoh, tapi memang hanya pemuda itu yang terlihat dari kalangan atas.
Suasana hening sejenak, wajah sang rektor terlihat serius mengenyitkan keningnya. Jemari tangannya mengepal.
"Apa dia mengenal Yoka?" batin Dora penasaran.
Sedangkan orang-orang yang berada di sana juga menatap serius ke arah sang rektor yang terlihat berfikir keras dengan sosok Yoka. Apa Yoka orang penting dan berkuasa? Mungkin itulah yang ada dalam benak mereka.
Namun.
"Yoka siapa?" tanya sang rektor, setelah berusaha mengingat-ingat nama orang-orang dari kalangan atas.
Seketika semua orang hanya dapat menghela napas mereka, menatap ke arah sang rektor.
"Sudahlah! Orang ini penipu dan kasar! Hubungi petugas kepolisian saja!" bentak Delima.
Hingga pada akhirnya Hudson yang sudah jenuh melihat perdebatan mulai bicara.
"Arsen, orang yang merekrutku untuk meluangkan waktu mengajari majikannya. Majikan Arsen bernama Yoka..." Kata-kata yang keluar dari mulut Hudson membuat wajah sang rektor tiba-tiba pucat pasi.
Pria paruh baya itu tertawa, menganggap itu sebuah lelucon. Sebuah hotel berbintang di dekat kampus, terdapat outlet makanan yang cukup besar merupakan salah satu aset yang diurus Arsen. Serta pria yang pernah meminjamkan dana pada pihak yayasan kampus untuk perluasan gedung.
"Kamu bercanda kan?" tanya sang rektor berharap itu hanya lelucon. Hudson menggeleng, bersamaan dengan seorang dosen mengetuk pintu, kemudian masuk.
"Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda," ucap sang dosen pada rektor.
Sosok itu pada akhirnya benar-benar terlihat. Arsen berjalan masuk tanpa dipersilahkan. Matanya menelisik menatap ke arah Dora, sang korban perkelahian.
"Tuan Arsen, aku..." kata-kata sang rektor dipotong.
"Dia calon istri berharga dari tuanku. Kalian melukainya sampai seperti ini?" tanyanya menghela napas kasar.
"Hudson, ambil data rekaman CCTV! Laporkan ini pada pihak kepolisian! Aku ingin menuntut tuntas hingga ke akar-akarnya. Jika ada kasus pembullyan lain sebelum ini, laporkan semuanya, sebarkan di media sosial!" perintah Arsen pada Hudson yang menipiskan bibir menahan tawanya.
"Hudson, jangan!" pinta sang rektor.
"Jangan khawatir, lakukan perintahku. Aku pastikan pihak yayasan kampus akan mengganti rektor secepatnya! Jika tidak, aku akan meminta pengembalian pinjaman dana lebih awal pada yayasan..." komat-kamit mulut Arsen benar-benar kesal kali ini.
Wajah dan tubuh, adalah salah satu modal untuk mendapatkan hati Yoka. Tapi dengan mudah mereka melukai Dora?
Sedangkan pemikiran Hudson berbeda, pemuda yang tersenyum menahan tawanya.
"Bagaimana jika Yoka mengetahui wanita yang disukainya, kembali ke villa dalam keadaan seperti ini?" batinnya menipiskan bibir menahan tawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Lovesekebon
Tunggu saza pembalasan Master Yoka semuanya tidak akan selamat 🥰🥰
2023-02-16
1
Ida Blado
naif bgt kamu doraemon
2022-11-15
3
Khasanah Mar Atun
sukuuur...
2022-10-18
1