Dora menghela napas kasar, memberi kembalian pada ibu-ibu langganannya. Menatap kesal pada Yoka yang hanya tersenyum.
"Pacar Dora bukannya Jovan ya?" tanya salah satu dari pelanggannya.
"Iya, dia ini cuma teman saya. Pengangguran! Tidak punya pekerjaan!" jawaban dari Dora penuh penekanan.
"Pengangguran? Tidak punya pekerjaan? Aku bergadang, bekerja semalaman hanya agar siangnya bisa membujukmu! Mengikutimu mengambil uang dua ribuan, lima ribuan, sepuluh ribuan, paling banyak dua puluh ribuan! Kamu berani bilang aku pengangguran?!" batin sang pemuda menatap penuh kekesalan. Namun, menghela napas kasar, menyadari dirinya harus merebut perhatian sang sehelai tissue. Karena saputangan yang dicintainya, telah menikah dengan Malik.
"Apa lihat-lihat?! Kamu memang seorang pengangguran kan?!" bentak Dora, menatap sinis padanya.
Ibu-ibu pelanggan Dora mulai menelisik mengamati Yoka. Pemuda yang tidak pernah terlihat di desa ini.
"Rumahmu dimana? Apa di desa seberang?" tanyanya, penasaran.
Yoka meraih papan putih kecil dan spidolnya yang terbungkus plastik.
'Rumah saya ada di desa ini. Sudah 15 tahun saya tinggal di sini.' Jawaban darinya yang tertulis di papan putih.
"Kamu bisu?" tanya ibu itu lagi.
Yoka terdiam, kelemahan? Ini memang menjadi kelemahannya. Tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali. Namun, suara tawa penuh gurauan terdengar dari Dora.
"Bisu? Dia tidak bisu sama sekali. Hanya malas bicara. Tenggorokannya sedang radang." Kata-kata yang diucapkan Dora, menatap iba pada Yoka yang tertunduk.
Menutupi kekurangannya? Yoka membulatkan matanya, menatap ke arah Dora. Prilaku yang bahkan lebih hangat dari Anggeline.
"Maaf, ibu fikir kamu bisu..." ucap sang pelanggan penuh tawa.
Sedangkan Yoka tersenyum, terpaku menatap wajah Dora yang tengah serius memasukkan beberapa kue. Serta memilihkan buah kiloan yang telah terbungkus.
Mata yang tidak lepas darinya. Mengamati betapa terlihat cerahnya wajah itu. Tapi mata ibu-ibu yang juga tidak dapat dibohongi. Pelanggan Dora yang menahan tawanya, menyadari betapa Yoka menyukai Dora.
Memandang wajahnya, bahkan enggan untuk berkedip.
*
Motor kembali melaju, bukan pelukan mesra. Tapi Dora mengemudikan motornya dengan Yoka yang ada di bagian belakang memangku box kosong.
"Kamu tidak bisu kan? Hanya malas bicara?" tanya Dora, namun sekali lagi hanya keheningan yang terdengar. Yoka tidak dapat menjawabnya.
"Kalau seseorang bisu dari lahir biasanya, akan diikuti dengan gangguan pendengaran. Tapi kamu dapat mendengar dengan jelas. Kamu tidak bisu, hanya malas bicara." Kata-kata tegas dari Dora, wajah rupawan dengan rambut pendek diterpa angin.
Yoka mengangguk, menhan derai air matanya yang hampir mengalir.
"Terimakasih..." batinnya berusaha tersenyum, menemukan satu lagi orang yang tidak menghujatnya.
*
Pakaian terbaik dikenakan Dora, walaupun hanya pakaian murah. Dirinya harus tetap hadir. Enggan, itulah yang sejatinya dirasakannya. Hari ini adalah hari selamatan diangkatnya Meira menjadi manager pabrik semen.
Hampir seluruh warga desa diundang termasuk dirinya. Bahkan acara syukuran yang bisa dibilang besar-besaran.
Dora menghela napas kasar, menatap pantulan wajahnya di cermin, menghapus air matanya yang menetes. Meira memang jauh lebih sempurna darinya, tidak ada yang kurang dalam diri Meira. Tapi tetap saja, terlalu menyakitkan mengetahui betapa sempurnanya hidup wanita yang merebut kekasihnya.
Bukan kebaya mahal, hanya kebaya murah yang dikenakannya. Kembali menurunkan kainnya, akibat menaiki motor bebek berkecepatan tinggi dengan mesin yang bandel. Mungkin jika dipacunya pada kecepatan tertentu, pos ronda akan rubuh.
Balai desa tempat acara hajatan terlihat. Tiga tumpeng berukuran besar, dengan lauk yang banyak. Meira memang berasal dari keluarga yang cukup terpandang di desa itu. Orang tuanya memiliki tempat penggilingan padi. Mereka hanya memiliki Meira, selaku anak tunggal. Tentunya harus dimanjakan.
Kebaya brokat berwarna hitam menghiasi kulit putih Meira. Tatanan rambut dan make up hasil karya salon. Entah dari jam berapa dirinya mulai berdandan. Sepatu hak tinggi menghiasi kakinya.
Dora menghela napas kasar. Inilah perbedaan antara dirinya dan Meira yang bagaikan bumi dan langit. Dirinya hanya mendapatkan barang bekas pakai, mengapa demikian?
Gadis berambut panjang dan berambut pendek yang berteman, itulah mereka. Hingga Jovan mulai hadir, menyatakan perasaannya pada Meira. Namun, Meira dengan tegas menolak, mengingat Jovan yang tidak memiliki kelebihan selain parasnya.
Hingga perlahan Jovan mendekati Dora, menjadi sahabatnya. Saling mengasihi, seiiring waktu. Berkembang dan tumbuh bersama, dengan status pacar. Namun kini status sosial mereka bertiga telah jauh berbeda.
Jovan menjadi pegawai bank nasional dengan gaji yang tinggi, Meira menjadi manager di salah satu pabrik semen. Sedangkan dirinya, hanya tetap berjualan keliling, mengambil dagangannya dari nenek-nenek. Membeli buah langsung dari kebun. Berjualan menggunakan motor bebek tua, yang terlalu alot untuk dimasak. Pasalnya motor bebek tuanya dari besi, tidak dapat dimasak seperti bebek pada umumnya.
Tidak sebanding bukan? Namun dirinya hanya terdiam. Hingga orang tua Meira mengumumkan rencana pernikahan Meira dan Jovan. Pemuda yang tidak dapat hadir hari ini karena tidak mendapatkan libur dari tempatnya bekerja.
Pengumuman yang benar-benar mengejutkan. Pasalnya orang-orang desa ini sudah mengetahui hubungan antara Jovan dan Dora. Kini tiba-tiba akan menikah dengan Meira.
Pelakor? Itulah istilah yang mulai digunakan orang-orang. Menyebut wanita yang kini tengah berada di atas panggung.
Kesal? Tentu saja, Saswati yang merupakan ibu Meira, mengepalkan tangannya meraih microphone dari tetangganya yang menjadi MC acara.
"Anak saya bukan pelakor! Dora yang merebut Jovan dari Meira dulu. Dan sekarang, Jovan sudah sadar Meira yang terbaik. Dora-lah yang merebut pacar anak saya. Apa anak saya salah, merebut pacarnya kembali?!" kata-kata dusta dari mulutnya. Membuat semua warga desa mencerca Dora yang tertunduk mengepalkan tangannya.
"Tanya saja, anak saya Meira! Iya kan sayang?" lanjutnya bertanya pada putrinya.
Meira mengangguk, dirinya memang benar-benar harus menginjak Dora kali ini untuk menyelamatkan harga dirinya.
"Iya, dulu Dora merebut Jovan dariku. Dan sekarang Jovan sudah sadar aku yang terbaik. Untuk Dora, tolong jangan ganggu hubungan kami lagi," ucap Meira dari atas panggung. Tidak memikirkan persahabatannya lagi.
Mata semua orang melirik ke arah Dora. Mencibirnya sebagai sahabat yang tidak tahu diri. Ini tidak dapat diterima olehnya, hingga kata-kata kejujuran terdengar, membongkar semua kebohongan.
"Kamu menyebutku merebut Jovan?! Kamu mencampakkannya! Dan aku memungutnya! Meira wanita baik-baik, tirulah Meira yang menjadi manager perusahaan besar. Kalian tahu apa?! Putri kalian setidaknya masih suci! Sedangkan Meira, dia tidur dengan pacar yang aku biayai kuliahnya!" Suara bentakan penuh tangis terdengar dari mulutnya. Tidak ingin dirinya dicibir hanya karena kebohongan.
Jemari tangan Saswati mengepal ibu dari Meira itu, berjalan menuruni panggung, mendekati Dora.
Plak!
Satu tamparan dilayangkannya. Cetak merah dari tangan terlihat di pipi Dora.
"Apa kelebihanmu dibandingkan dengan Meira, selain tubuhmu?! Kamu menggunakan tubuhmu untuk merebut Jovan dulu kan?! Dasar! Tahu begini sifat aslimu! Saya tidak sudi kamu berteman dengan Meira!" bentak Saswati mendapatkan perhatian warga desa. Sedangkan Meira hanya tertunduk, dengan bibir yang tersenyum. Menyadari nama baiknya akan tetap terjaga.
Hingga seseorang menggunakan jas formal tiba-tiba berada di sana. Menampar Saswati dengan cukup keras.
"Apa kelebihannya? Kelebihan wanita ini cukup banyak, hingga dapat membuat tuan muda kami, keluar dari villanya." Kata-kata dari mulut Arsen. Bersamaan dengan kedatangan Yoka, memakai pakaian formal terbaik yang dimilikinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Lovesekebon
Aku suka gaya mu Author 🍉🍉🍉🥰♥️♥️♥️🥰🥰👍👍👍💯
2023-02-16
1
Ida Blado
mulai seru nih,,,
2022-11-15
3
Khasanah Mar Atun
eh embuh thor... 🤣🤣🤣
2022-10-17
2