Hari ini adalah hari pertamanya bekerja. Dengan penuh semangat Dora membawa tiga kotak jajanan pasar untuk ditaruhnya di warung-warung. Mengingat nenek-nenek di dekat rumahnya, juga memerlukan pendapatan. Jadi walaupun dirinya bekerja, setiap pagi dia dapat mengantar kue buatan beberapa nenek dekat rumahnya.
Box mulai diikat pada motor bebek tuanya. Box-box plastik yang cukup besar. Namun tanpa diduga, sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Arsen turun dari mobil, menghela napas kasar, dirinya harus melewati jalan becek ini lagi.
"Bawa box-nya!" perintah Arsen pada orang yang ada dalam mobil lain.
"Kalian mau bawa ini kemana?! Ini buatan nenek-nenek dekat sini, mereka setidaknya bisa membantu memberi uang jajan cucu mereka. Jangan dibuang!" teriak Dora menghentikan mereka.
Arsen menghela napas kasar, menatap ke arah Dora. Wanita yang benar-benar, keras kepala.
"Kenapa tidak boleh?! Kamu sekarang bekerja pada tuan muda. Jadi hanya boleh fokus melayani tuan muda," tegas Arsen.
"Aku tidak akan mau ikut ke villa! Jika kalian tidak membiarkanku mengantar jajanan ke warung!" Tindakan lebih tegas lagi dari mulut Dora.
Arsen memijit pelipisnya sendiri, menghela napas kasar. Dirinya kali ini benar-benar harus mengalah.
"Kita buat penawaran saja, tuan muda memiliki restauran bergaya tradisional. Jaraknya sekitar satu jam perjalanan dari sini. Supir akan membawa kue-kue ini ke sana. Membuatkan outlet outdoor khusus, tapi aku harus memastikan kebersihan proses pembuatannya. Setelah itu kamu bisa ke villa fokus dengan pekerjaanmu." Kata-kata manis dari Arsen hendak membawa tahanan untuk dikurung.
Dora menghela napas kasar, kemudian mengangguk tanda setuju.
*
Rumah pertama dimasuki Arsen, rumah yang bisa dibilang tidak layak huni. Dengan genteng yang telah menghitam akibat asap dari kayu bakar. Suara batuk terdengar, seorang kakek berbaring dengan kaki yang tidak dapat bergerak akibat menderita asam urat yang parah.
Sedangkan istrinya yang renta menjaganya, membuat beberapa kue tradisional. Mengemas dalam box mika kecil serapi mungkin. Peluh membasahi wajah keriputnya yang kelihatannya juga kesulitan beraktivitas. Pasangan suami istri yang mungkin sudah berusia lebih dari 70 tahun.
"Dora..." panggil sang nenek, berusaha untuk bangkit, berjalan perlahan.
Arsen mengepalkan tangannya, mungkin almarhum ibunya seusia dengan wanita tua di hadapannya. Tinggal di tempat seperti ini, ini tidak dapat dibayangkan olehnya. Wadah bakul nasi tua terlihat di sana, nasi yang menguning, mungkin nasi aking yang dimasak kembali.
"Nenek, Dora tidak bisa membawa kue nenek lagi. Sebagai gantinya paman ini yang akan membawanya," ucap Dora tersenyum.
Air mata Arsen mengalir entah kenapa. Mungkin ini alasan Dora tetap ingin mengantar kue. Jemari tangannya bergerak secara naluriah menyentuh pipi keriput sang nenek.
"Maaf, anda mungkin seusia dengan ibu saya. Dimana anak anda?" tanyanya. Namun, wanita tua itu hanya menunduk.
Plak!
Satu pukulan di layangkan Dora pada bahu Arsen. Menatap kesal ke arah pria paruh baya di sampingnya. Kemudian mulai berbisik.
"Mereka tidak punya anak," bisiknya.
Wajah Arsen perlahan tersenyum, menghapus air matanya. Bukan hanya rumah ini, namun juga rumah-rumah lainnya yang mereka kunjungi. Tidak ada yang berasal dari tempat berada. Semuanya berjuang untuk bertahan hidup demi uang sekitar puluhan ribu rupiah.
Mungkin sekitar lima rumah yang dikunjunginya. Tidak ada yang tidak baik dari dalam diri Dora, yang rupa luarnya kasar dan genit. Wanita yang sejatinya berhati baik, inilah orang cocok untuk menjadi nyonya mudanya.
Walaupun jika Anggeline memohon kembali pada Yoka. Mungkin Arsen berjanji dalam hatinya untuk tetap menjadikan Dora sebagai nyonya mudanya.
Pengganti? Adakah istilah itu? Tuan mudanya ingin mencari pengganti batu kapur, namun menemukan berlian yang tidak disadarinya.
Hingga pada akhirnya Dora bersedia ikut dengan Arsen. Beberapa kotak kue dan buah telah dibawa orang-orang Arsen untuk dijadikan hidangan selamat datang di restauran tradisional milik Yoka. Hanya untuk sementara waktu, sebelum dirinya membicarakan membuka outlet kue tradisional di restauran nantinya.
Restauran bergaya Eropa? Tidak hanya itu, masih banyak lagi aset yang dimiliki almarhum ibu Yoka, selain setengah dari perusahaan yang saat ini dipimpin oleh ayahnya. Restauran tradisional, hotel, villa, beberapa unit apartemen, ruko, tanah perkebunan, serta pabrik kopi dan beberapa rumah yang disewakan.
Yoka juga tidak terlalu memiliki gaya hidup yang boros. Dirinya hanya tinggal di villa dengan pelayan dan pengawal. Tetap mengurus aset bergerak yang dimiliki oleh ibunya. Walaupun dirinya tidak dapat selalu hadir. Tidak tahan dengan keramaian dan cibiran semua orang yang membandingkannya dengan Malik yang sempurna.
"Apa benar paman akan menjual kue mereka di restauran bergaya tradisional?" tanya Dora memastikan.
"Nona muda, sebelum memasarkannya lagi, aku akan membelikan mereka peralatan membuat kue yang baru. Tapi untuk sepasang suami istri di rumah pertama yang kita masuki, aku berencana mengantar mereka ke panti jompo. Disana mereka bisa memiliki banyak teman dan ada yang akan mengurus. Masalah biaya biar dari saya sendiri," ucap Arsen pada gadis di sampingnya.
"Benar paman?! Paman sangat baik! Tapi kenapa nona muda?! Aku juga pelayan, jadi panggil aku Dora." Dora tersenyum, masih memeluk kipas angin dalam pangkuannya. Pasalnya bagasi belakang telah dipenuhi dengan kopernya. Dirinya harus pindah ke villa bukan?
Arsen tersenyum simpul, menahan tawanya. Benar-benar wanita yang baik hati, bahkan Anggeline dahulu segera setelah dirinya menjadi kekasih Yoka, membuat semua pelayan dan pengawal berbaris, agar memanggilnya nyonya besar. Benar-benar wanita dengan ego yang tinggi. Mungkin Dora akan cukup baik, bahkan lebih baik dari Anggeline.
*
Apakah demikian? Sifat Yoka kini lebih protektif. Segera setelah Dora memasuki villa, pintu gerbang depan segera dikunci pengawal. Tembok tinggi yang mengelilingi villa telah terpasang kawat besi. Benar-benar benteng tidak tertembus.
Tidak ada tempat terbuka ke akses luar, hanya pintu masuk dan kolam renang belakang yang berbatasan dengan tebing yang mengarah ke sungai. Menunjukan pemandangan asri di kolam renang yang membawa ketenangan.
Dora terdiam, menatap ke arah Yoka yang memberinya sebuah buku berisikan ketentuan khusus.
"Tidak boleh meninggalkan villa selangkah pun?!" tanyanya memastikan.
Yoka mengangguk, benar-benar wajah datar yang menyebalkan. Dirinya mengepalkan tangan tidak dapat menerimanya.
"Ini pelanggaran HAM!" bentak Dora.
Yoka mengeluarkan papan putihnya. Menulis dengan cepat.
'Salahmu tandatangan tanpa menanyakan apa ketentuan khususnya.' Kalimat yang ditunjukkan Yoka, berjalan meninggalkan Dora.
"Dasar bisu br*ngesek!" Suara teriakan Dora terdengar, menendang-nendang udara kesal.
Pelayan yang baik? Hari pertamanya bekerja hanya melihat pemuda itu duduk di kursi meja perpustakaan beberapa jam, membaca dokumen menumpuk entah apa isinya. Menatapnya bermain piano, biola, bahkan gitar listrik.
Hari kedua? Sama saja dengan hari pertama, hanya menyiapkan pakaian kasual adalah tugasnya, membawa sarapan, benar-benar hidup yang terlalu teratur. Aura tuan muda yang benar-benar terasa kala pemuda itu memakan makanan ala Eropa dengan anggun.
'Kamu tidak lapar?' Yoka menunjukkan tulisan di papan putihnya.
"Tidak, boleh aku keluar dari villa sekali saja..." pinta Dora mengingat denda ratusan juta yang terdapat dalam kontrak.
Yoka tersenyum kemudian menggeleng. Kembali menyantap makanannya dengan tenang.
"Aku hanya rindu pada temanku," ucap Dora memelas. Ini harus dilakukannya, dirinya benar-benar ingin mempertegas hubungannya dengan Jovan. Kemudian mengencani salah satu kakak tampan yang ada di villa ini.
'Siapa?' Satu kata tertulis kembali di papan putih.
"Jovan," jawaban jujur dari Dora.
Senyuman di wajah Yoka memudar, meraih lonceng kecil, pertanda memanggil pelayan. Arsen segera berjalan mendekat. Yoka kembali meraih papan putihnya.
'Kurung dia di dalam kamar!' isi tulisan di papan putih. Kemudian Yoka berjalan meninggalkan meja makan.
"Dasar wanita tidak setia! Masih berani menemui makhluk astral bernama Jovan?! Aku tidak akan membiarkanmu pergi selangkah pun!' batinnya komat-kamit mengomel, ini bukan karena perasaan cemburu. Hanya sebuah perasaan menyakitkan kala Dora ditemui dan dimiliki orang lain. Bibir indah itu dipermainkan pria lain. Ini benar-benar bukan cemburu, dirinya hanya tengah mendisiplinkan tissuenya.
"Dasar bisu br*ngesek! Aku akan pergi bagaimanapun caranya!" teriakan dari mulut Dora, benar-benar kesal.
*
Malam semakin menjelang, Dora mulai keluar dari fentilasi udara. Berjalan seorang diri menelusuri lorong, mengendap-endap bagaikan pencuri. Matanya menelisik pintu gerbang depan ada penjaga, sedangkan di atas dinding terdapat kawat berduri.
Hingga satu jalan ditemukannya di area belakang rumah. Matanya menelisik, turun ke kolam renang, yang berhadapan langsung dengan tebing, berbatasan dengan sungai.
"Tinggi," gumamnya berdiri diantara pembatas kolam dan tebing.
Takut? Tentu saja, kala dirinya hendak kembali ke kolam renang. Kakinya yang terasa licin terpeleset. Tubuhnya terjatuh dari tebing, ke dalam sungai yang cukup dalam.
Bisa berenang? Tentu saja, namun kakinya terasa kram, sulit digerakkan. Tubuhnya akan tenggelam ke dasar sungai, terkena arus yang cukup deras.
Hingga dari cahaya bulan yang menembus aliran sungai, pemuda itu terlihat, memakai setelan putih, berenang mendekatinya. Tangan Dora terangkat meraih tangan sang pemuda. Rambut yang sedikit tersingkap, terkena arus air, kulit putihnya kontras dengan keadaan yang gelap. Bagaikan cahaya untuknya.
"Dasar bisu!" batin Dora ingin rasanya menitikkan air matanya, kala tubuhnya di dekap dalam air.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Lovesekebon
Ihk bandel sii...tapi 🥰🥰
2023-02-16
1
Putri Nunggal
ngeyel baget sih dora dah tau tinggi malah maksakan diri
2022-09-24
3
afikamanisih Manisih
jd inget lagu semboyannya si dora, reskyu bag,, untuk penyelamatan
2022-09-13
1