Dua tahun kemudian.
Jamal sedang memandangi pemandangan sawah yang ada didepannya.
Bulir-bulir padi sudah padat berisi, sehingga terkesan menundukkan kepalanya. Karena beban dari usia dan isi dari buah padi.
Dari pematang sawah, pemandangan seperti ini ibarat permadani emas yang tidak ternilai harganya. Apalagi, semua area persawahan ini, sudah menjadi miliknya Jamal.
Dia membelinya dari sawah kang Kasan, bapaknya Hendra. Yang terpaksa harus menjual sawahnya satu persatu. Untuk biaya perawatan anaknya, Sholeh, yang sedang depresi akibat salah pergaulan.
"Miris juga melihat bagaimana keadaan pak Dhe Kasan sekarang ini. Sudah Hendra tidak pernah pulang ke rumah, Sholeh juga ada di rumah sakit jiwa."
Jamal bergumam seorang diri, mengingat bagaimana keadaan bapaknya Hendra yang sekarang ini, yang sangat jauh berbeda dari yang dulu.
Dulu, di saat dia dan Umi masih tergolong petani miskin. Keluarga Hendra termasuk keluarga petani yang berada. Karena memiliki sawah yang luas dan ada di beberapa tempat.
Setiap tahun, bapaknya Hendra itu bisa membeli sapi. Keuntungan dari panen padi yang dia peroleh. Jika sapi-sapi yang dia ternak sudah siap untuk dijual, yang hasil penjualan sapi akan digunakan untuk membeli sawah.
Begitu seterusnya, hingga dia pun terkenal dengan sebutan juragan sawah dan sapi.
Tapi kini kang Kasan tidak punya apa-apa lagi. Yang tertinggal hanya rumah yang dia tempati. Itupun sudah atas nama anaknya, Hendra. Karena dia sudah menjual satu persatu sapi dan juga sawahnya, untuk biaya pengobatan anaknya yang satunya lagi. Yaitu Sholeh.
Ternyata adiknya Hendra itu sedang dalam kondisi depresi. Dia diputuskan oleh pacarnya karena ketahuan selingkuh. Bahkan Sholeh juga mengunakan obat-obatan terlarang.
Padahal dia dirawat oleh pamannya yang seorang polisi di kecamatan sebelah.
Mungkin karena biasa di manja dan dituruti semua keinginannya, oleh sang paman, Sholeh jadi kebablasan dalam segala hal, termasuk pergaulan juga.
Itulah sebabnya, dia tidak memiliki sopan santun. Mengambil keputusan tanpa berpikir panjang dan bertanya terlebih dahulu, di mana letak permasalahannya yang sebenarnya.
Dan sebelum dia membuat kekacauan di rumah Jamal, Sholeh sempat minum-minum bersama dengan teman-temannya di lapangan desa.
Bahkan sore itu, kekacauan yang terjadi di rumah Jamal juga akibat dari perbuatannya.
Dari hasil penyidikan, akhirnya Sholeh terbukti bersalah. Dan dari sini juga, akhirnya diketahui oleh semua orang, jika Sholeh mengalami ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang.
Tapi pihak pengadilan tidak bisa memberikan hukuman penjara. Karena Sholeh terbukti sedang dalam keadaan terganggu kejiwaannya.
Biaya pengadilan sudah menghabiskan banyak biaya. Karena pamannya yang seorang polisi, juga tidak mampu melakukan apa-apa untuk membela keponakannya yang dia rawat sejak umur 15 tahun, hingga umur 22 tahun, saat kasus itu terjadi.
Apalagi ditambah dengan semua biaya pengobatan Sholeh di rumah sakit jiwa. Yang membuatnya bapaknya harus menjual sawahnya satu persatu.
Dan hanya Jamal yang berani membelinya dengan harga tinggi.
Karena sebab itu juga, akhirnya tanah dan rumah dibalik nama atas Hendra. Supaya kang Kasan tidak bisa menjualnya dengan mudah.
Ini untuk antisipasi, karena ditakutkan jika kang Kasan akan kehilangan segalanya. Dan tidak lagi punya tempat tinggal.
Sekarang, Jamal kembali menghela nafas panjang, mengingat semua kejadian dan peristiwa yang terjadi pada dirinya dan Umi. Di mana harus berimbas pada kekurangannya Hendra juga.
"Roda kehidupan manusia tidak ada yang tahu. Saat ini, mungkin sedang ada di atas. Tapi satu detik kemudian, bisa jadi, posisi itu berbalik jadi di bawah."
"Alhamdulillah... berkat sistem ini juga, Aku bisa panen setiap satu bulan sekali. Sehingga bisa membeli semua sawah pak Dhe Kasan. Dan sebentar lagi, kebun jeruk di rumah juga bertambah luas. Karena kebun yang ada di di depan, miliknya oak RT juga akan dijual. Untuk biaya pernikahan anaknya bulan depan."
Sekarang ini, Jamal menjadi salah satu orang kaya di desanya. Dengan luas sawahnya yang sudah berhektar-hektar. Bahkan kebun jeruk miliknya juga akan segera diperluas.
Jamal dan Umi, tidak lagi berkeliling menjajakan atau menitipkan jeruk-jeruk tersebut pada warung-warung di desa G.
Tapi ada pihak pedagang buah yang datang untuk membeli dan memanennya sendiri dari atas pohon.
Rencana dekat Jamal saat ini, selain membayar kebun pak RT, dia juga akan membangun rumahnya. Sama seperti yang dia impikan bersama Ami nya.
*****
"Mas Jamal!"
Jamal menoleh. Ada Lina yang tersenyum melihat dirinya menoleh.
"Mas Jamal bekum pulang?" tanya Lina, karena Jamal tidak mengeluarkan suara apa-apa.
"Hum..." Jamal bergumam tidak jelas.
"Ini Lina bawakan Boba mas Jamal. Kan cuaca panas banget ini!"
Lina menyerahkan satu kotak makanan besar, yang berisi tidak hanya Boba saja. Tapi ada beberapa camilan, seperti kentang goreng dan jamur yang dimasak menjadi steak.
"Kamu dari mana?" tanya Jamal datar.
Dia memang bersikap biasa saja dengan Lina. Karena kejadian dua tahun lalu, membuatnya tidak lagi memikirkan tentang cinta.
Tapi meskipun demikian, Dia tetao saja tidak bisa mengabaikan Lina begitu saja.
Dia tidak tahu, bagaimana perasaannya sendiri saat ini. Karena jika di bilang masih cinta, dia tidak lagi menggebu seperti dulu.
Tapi jika dibilang benci, nyatanya dia masih peduli dan mau berbicara dengan Lina.
"Aku dari rumah Mas. Sengaja ke rumah mas Jamal tadi. Tapi... tapi kata Ami, mas Jamal masih ada di sawah. Ya sudah, Aku akhirnya nyusulin ke sini."
Mendengar jawaban yang diberikan oleh Lina, membuat Jamal menghela nafas panjang.
"Lain kali Kamu hak perlu repot-repot untuk datang ke sawah Lin. Kamu kan bisa nitip ini ke Ami. Pasti nantinya juga diberikan sama Aku."
Lina tampak menundukkan kepalanya. Dia sedih, saat mendengar perkataan Jamal yang terkesan datar dan tidak suka dengan apa yang dia lakukan sekarang.
"Maaf mas Jamal," ucap Lina pelan.
Mata Lina tampak berkaca-kaca, menahan air matanya agar tidak mengalir.
Dengan cepat, Lina berbalik arah untuk berjalan menuju ke arah jalan pulang. Dia merasa sangat lelah, untuk mengambil hatinya Jamal lagi seperti dulu.
"Lin, maaf."
Lina menghentikan langkahnya, saat mendengar ucapan permintaan maaf, yang diucapkan oleh Jamal.
Tapi karena Jamal tidak mencoba untuk menahannya agar tidak jadi pergi, akhirnya Lina hanya bisa terisak tanpa sadar. Kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke jalan besar.
Dia pulang dengan perasaan kecewa. Dia sedih, karena sudah berulang kali mendapatkan perlakuan seperti ini.
"Hiks... Aku, apa Aku harus menyerah?" tanya Lina pada dirinya sendiri. Saat berjalan dengan tergesa menuju ke jalan besar.
Dari pematang sawah, Jamal melihat kepergian Lina dengan perasan sedih.
Dia sedih, karena tidak bisa memastikan perasannya sendiri terhadap Lina sekarang ini. Setelah apa yang dilakukan Lina bersama Hendra waktu itu.
Di saat Lina dan Hendra mempermainkan perasaannya, dengan pura-pura menjalin hubungan. Padahal hanya karena Lina malu dengan keadaan Jamal waktu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Dian Dian
tmbh ga jelas critax,,alurx amburadul,,,sampe SNI ja dh bacax,,membosankn
2023-06-14
0
lina
udah lupain bae s lina, kurang asem itu wadon. sok kecakapan
2022-10-17
7
lina
keren bener. kon kya gitu
2022-10-17
0