"Mas Jamal!"
Jamal menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Karena dia hafal dengan suara cewek tersebut.
"Ada apa Lina?"
Cewek yang tadi memanggilnya memang Lina. Gadis yang dia cintai, tapi justru mencintai cowok lain. Dan itu adalah Hendra, teman Jamal sendiri.
"Ehmmm... Kamu dari mana Mas?" tanya Lina dengan mata menyipit.
"Dari sawah, kenapa?"
Jamal balik bertanya pada Lina. Karena merasa jika pertanyaan yang diajukan oleh Lina itu aneh.
Jelas-jelas dia sedang membawa cangkul. Tapi Lina masih juga bertanya padanya dari mana. Atau, ini hanya sindiran halus. Karena pekerjaan Jamal yang hanya sebagai petani biasa.
Mengingat kembali apa yang pernah dikatakan oleh Lina, Jamal berbalik untuk melanjutkan perjalanannya. Dia mau pulang ke rumah.
"Bohong. Kamu gak dari sawah kan Mas?"
Langkah Jamal terhenti. Dia mengurungkan niatnya untuk mengabaikan Lina.
"Kamu gak liat Aku bawa cangkul? Dari mana lagi kalau bukan dari sawah?" tanya Jamal balik, dengan kata tanya yang dia tekan.
"Biasanya banyak lumpur menempel di baju dan celana Mas Jamal, jika pulang dari sawah. Pasti gak ke sawah kan tadi?" tanya Lina menyelidik.
Dia masih tetap tidak percaya dengan jawaban yang diberikan oleh Jamal, yang mengatakan bahwa dia dari sawah.
Lina tidak melihat pakaian Jamal kotor dengan lumpur atau tanah, khas sawah. Cangkul yang di bawa Jamal juga masih bersih. Tidak ada tanda-tanda, jika tadi digunakan untuk bekerja di sawah. Karena masih dalam keadaan seperti baru.
Tapi Jamal merasa jengah, karena pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh Lina.
"Sudahlah Lin. Ngapain Kamu tanya-tanya terus, tapi tetap tidak percaya dengan jawaban yang Aku berikan?" Jamal meradang, karena kesal dengan sikap Lina.
Selain itu, dia juga masih kesal tiap bertemu dengan cewek satu ini. Karena ingat dengan penolakan yang dia lakukan.
Ditambah lagi, selain menolak Jamal, Lina justru menembak Hendra dihadapannya juga saat itu. Dan sialll nya lagi, Hendra juga mau menerima Lina. Padahal ternyata, Hendra sendiri sudah punya kekasih di kota besar.
Sebenarnya Jamal ingin memberitahu Lina tentang hal ini. Tapi setelah dia pikir-pikir lagi, itu bukan urusannya.
Dia takut jika Lina salah paham. Kemudian menganggapnya sebagai seorang pengadu domba, karena dendam cintanya yang pernah ditolak Lina.
Dengan mengelengkan kepalanya beberapa kali, Jamal akhirnya tidak jadi bicara apa-apa tentang pengakuan Hendra padanya.
"Jika tidak ada yang penting, Aku pamit pulang lebih dulu Lin," pamit Jamal kemudian, karena Lina tidak melanjutkan keinginannya untuk bicara lagi.
Tapi ketika Jamal baru saja melangkahkan kakinya lagi, Lina berkata dengan suara keras. Supaya Jamal mendengar dan tahu, tentang kabar yang akan dia katakan. "Aku mau di lamar Mas Hendra. Sebentar lagi kami akan segera menikah!"
Jamal memang menghentikan langkahnya, tapi dia tidak menoleh ke arah belakang. Di mana Lina tadi berada.
Dan sedetik kemudian, Jamal kembali melangkahkan kakinya dengan mengelengkan kepalanya lagi beberapa kali.
"Ih, itu mas Jamal hak marah gitu? dapat kabar jika Aku akan di kamar Mas Hendra."
"Aku juga bilang akan segera menikah. Tapi kenapa dia terlihat cuek seperti itu?"
Pertanyaan demi pertanyaan, diajukan oleh Lina. Tanpa ada orang yang bisa menjawabnya juga. Dia tidak tahu jika, Jamal lebih paham dan tahu tentang Hendra daripada dirinya. Yang katanya sebagai seorang kekasih, bahkan menjadi calon istrinya Hendra.
*****
Tiba di rumah, pekerjaan tukang sudah hampir separuh jalan. Jadi bisa dipastikan jika sore hari akan selesai.
"Wah, cepat juga ya kerjaan mereka!"
Jamal kagum dengan pekerjaan para tukang yang bekerja merenovasi rumahnya.
"Ami. ini beneran mau selesai ya?" tanya Jamal memastikan. Jika pekerjaan di rumahnya ini memang hampir selesai.
"Iya Jamal. Cepat sekali ya pekerjaan mereka," jawab Umi, yang juga merasa kagum dengan pekerjaan para tukang.
"Kamu tumben sudah pulang? Gak jadi mencangkul tadi?"
Sekarang, ganti Umi yang bertanya pada Jamal. Karena biasanya Jamal pulang pada sore hari. Apalagi dia juga melihat bagaimana keadaan pakaian dan cangkul yang dibawa Jamal masih bersih semua.
"Jadi kok Ami."
"Oh iya Ami, Jamal udah merasa lapar. makanya pulang lebih awal. Kan tadi gak bawa bekal juga, hehehe..."
Umi tersenyum tipis, mendengar perkataan anaknya yang memang benar. Karena tadi pagi sibuk urus sana sini, dia tidak menyiapkan bekal untuk di bawa Jamal ke sawah.
Jadi Umi memaklumi kondisi Jamal, yang sekarang ini sudah merasa lapar.
"Kamu cuci tangan dan kaki dulu. Ami siapkan makan untukmu."
Jamal menganggukkan kepalanya dengan tersenyum senang, karena bisa mengalihkan perhatian Ami nya dari pertanyaan yang berhubungan dengan sawah.
Sambil menunggu Ami nya datang membawa makanan, Jamal menyimpan cangkulnya di gudang kecil, yang ada di belakang rumah.
Di gudang tersebut, tersimpan beberapa peralatan sawah dan juga kebun. Yang dulu dimiliki oleh ayahnya. Karena sekarang ayahnya sudah meninggal dunia, semua yang ada di gudang itu pun diwariskan kepadanya.
Ada sabit, cangkul, linggis, tambang, tabung untuk semprot hama, dan macam-macam peralatan lain pada umumnya. Sayangnya, peralatan tersebut masih dengan model lama.
"Aku sebenarnya punya banyak peralatan ini. Tapi ini tidak secanggih alat-alat pertanian yang sekarang ini digunakan orang-orang. Apa Aku bisa mengunakan ini, tapi hasilnya sama seperti alat canggih juga?"
"Jamal!"
Dari arah dapur, Ami nya sudah memanggil namanya.
"Iya Ami!"
Dengan tergesa-gesa, Jamal meletakkan cangkul sistem diantara alat-alat yang ada di gudang tersebut. Baru kemudian Jamal berjalan menghampiri Ami nya.
"Ami cari di depan tidak ada, ke dapur lagi gak ada juga. Ternyata dibelakang," cicit Ami, yang sudah mencari-cari keberadaannya tadi.
"Hehehe... maaf Ami."
Jamal hanya terkekeh sambil mengucapkan kata maaf, saat Ami memberikannya piring, lengkap dengan nasi dan lauk pauknya.
"Ini makan dulu! Itu ada kursi di sana. Duduk saja di sana!"
"Di dalam rumah tidak mungkin. Karena berantakan dan belum selesai juga dikerjakan pak tukang."
Jamal hanya mengiyakan perkataan Ami nya. Dia berjalan menuju ke kursi yang ada di dekat gudangnya tadi, untuk menikmati makanan yang sudah dibawakan Ami nya.
Selang beberapa saat setelah Jamal duduk dan makan, Hendra dan Lina datang ke rumahnya untuk berkunjung.
"Hai!"
Jamal mendongakkan kepalanya, melihat wajah-wajah mereka yang sangat dia kenali.
Bahkan tadi, dia baru saja bertemu dengan Lina di jalan. Sewaktu dia baru saja pulang dari sawah.
"Kok tau Aku ada di sini?" tanya Jamal heran. Karena tempatnya duduk saat ini, tidak terlihat dari halaman depan rumah, ataupun dari jalan.
"Tanya Ami tadi," jawab Hendra menjelaskan.
Lina hanya diam saja, sambil tangannya bergelayut manja di lengan cowoknya, yaitu Hendra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Jacklin Clarisa morgana
thor jgn jodohin ya si jamal sma si lina nga sudi the
2023-02-24
4
yuce
silina gak ahu ja kalau hendra sudh puna pacar lain dikota mang enak dibodohin sma sihendra.
2022-11-11
2
Eva Suryani
sebenernya hendra temenya jamal bukan sih kok tega+bego banget jir😒.
geregeten aku nya〈😡😌ノ
2022-11-09
3