"Si Jamal itu sekarang bisa bekerja di sawah. Bahkan kerjaannya jauh lebih baik dibandingkan dengan para petani yang sudah senior seperti Bapak."
Hendra, yang baru saja datang dari kota, tadi pagi, mengeryit heran. Saat mendengar perkataan bapaknya, tentang teman sepermainannya. Yang dulu selalu tinggal kelas, dan juga penakut.
"Maksud Bapak?" tanya Hendra ingin tahu.
"Itu si Jamal. Temen Kamu itu lho! sejak ayahnya meninggal. Jamal kan kerja di sawah..."
"Iya, Hendra juga tau kalau itu Pak. Ini yang tadi Bapak bilang, jika si Jamal bisa bekerja lebih baik daripada senior. Maksudnya Bapak bagaimana?"
Hendra tidak sabar, sehingga memotong kalimat bapaknya yang belum selesai.
Dia ingin tahu, apa alasan bapaknya mengatakan tentang keadaan Jamal yang sekarang. Bahkan memuji-muji temannya yang bodoh itu.
Bahkan dulu, Jamal juga tidak berani memutuskan untuk ikut bersama dengannya. Saat dia mengajak Jamal pergi bekerja ke kota besar. Supaya bisa terlihat lebih bersih daripada hanya bekerja di sawah saja.
"Kamu tahu kan Hen, sawahnya Jamal itu kecil?"
Hendra mengangguk mengiyakan pertanyaan tersebut. Sebab dia juga tahu, letak dan ukuran sawahnya Jamal yang tidak seberapa besar. Jika dibandingkan dengan sawah milik bapaknya sendiri.
"Nah, sawah Jamal itu ditanami padi. Sama kayak Bapak juga. Tapi... entah keberuntungan dari mana, itu... padinya kok ada yang beli sangat tinggi!"
"Ini Jamal yang untung, atau pembelinya yang buntung ya? jadi gak bisa liat gitu. Antara luas sawah, yang akan mempengaruhi jumlah padi yang dihasilkan."
Kang Kasan, yang merupakan bapaknya Hendra, memberitahu pada anaknya. Dengan keadaan yang terjadi pada Jamal dan sawahnya juga, saat panen tahun ini.
"Mungkin saja ada padi yang lain, yang dibeli orang itu juga. Maksudnya, bukan cuma miliknya Jamal saja. Tapi gabungan dari beberapa sawah, yang ada di dekat situ juga Pak." Hendra mencoba untuk mengulas tentang keadaan yang ada pada Jamal.
Apalagi di desanya ini, hasil panen padi tidak pernah tinggi. Karena ditentukan oleh pihak pembeli, atau tengkulak. Bukan dari pihak petaninya sendiri, sebagai pemilik sawah.
"Gak ada Hendra. Sawah-sawah yang lain, dibeli sama pembeli yang biasanya kok!" sahut kang Kasan mengelengkan kepalanya.
"Ya sudah. Pembeli padi di sawahnya Jamal, tawarin punya Bapak juga. Biar laku tinggi, sama seperti punyanya Jamal juga," ujar Hendra menimpali.
"Ck! Gak bisa Hen. Pembelinya gak ikut ke sawah kemarin pas panen. Yang memanen padi, Bapak juga gak ada yang kenal. Bahkan, pada saat Bapak minta nomor telpon orang itu, gak ada yang punya juga!"
Dengan menekan setiap kata-katanya, kang Kasan seolah-olah sedang kesal. Iri dengan keberhasilan Jamal, yang mampu menjual hasil sawahnya dengan harga tinggi.
Sebenarnya, kang Kasan juga ingin bertemu dengan pembeli padinya Jamal. Tapi ternyata tidak ada yang tahu, siapa nama dan nomor handphone milik pembeli itu.
Bahkan Jamal juga tidak tahu. Karena pada saat itu, Jamal juga lupa untuk bertanya.
"Coba besok tak menemui si Jamal Pak. Siapa tahu, dia mau ngomong jika sama Hendra."
"Wah betul itu Hen. Kamu coba korek keterangan dari Jamal. Biar panen berikutnya, Bapak bisa jual padi sama dia. Gak sama yang biasanya ini."
Akhirnya kang Kasan tersenyum, mendengar perkataan anaknya. Dia pun merasa senang, karena mempunyai harapan untuk panen depannya nanti. Agar bisa menjual padi miliknya, pada pembeli yang sama, dengan pembeli padinya Jamal yang sekarang.
Kang Kasan membayangkan bagaimana rasanya memiliki uang yang lebih banyak lagi, dibandingkan dengan panen yang sekarang ini. Karena selalu dibeli oleh orang yang sama setiap panennya.
"Itu si Lina jadi, minta di lamar Kamu?"
"Kamu yakin Hen, dengan di Lina? Dia itu agak matre lho!"
Sekarang, kang Kasan membahas cewek yang sedang dekat dengan Hendra. Anaknya yang sekarang ini baru pulang dari kota besar.
Sebenarnya, kepulangan Hendra juga atas permintaan Lina. Cewek cantik yang ada di desanya ini, dan sedang dekat dengan dirinya untuk beberapa bulan kebelakang.
Pada awalnya, si Jamal yang menyukai Lina. Tapi Lina yang merasa menjadi salah satu cewek cantik di desa ini menolak Jamal.
"Gak ah kalau sama si Jamal. Udah orangnya lola, bau, kotor lagi. Kan dia kerjanya di sawah. Banyak lumpur di pakaian dan badannya juga."
Dengan terang-terangan, Lina menolak permintaan Jamal, yang menembaknya waktu itu. Saat di warung, dan kumpul bersama pemuda-pemuda lainnnya.
Lina justru meminta pada Hendra, untuk menjadi kekasihnya.
"Aku mau jika jadi pacarnya Hendra. Kan dia rapi, wangi. Secara kerja Hendra itu di kota, bukannya di sawah."
Begitulah akhirnya, Hendra dan Lina menjalin hubungan. Meskipun sebenarnya Hendra merasa tidak enak hati pada Jamal. Tapi dia juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, untuk bisa menjadi pacar Lina yang cantik.
Bahkan Lina sendiri yang memintanya untuk menjadi kekasihnya. Jadi, Hendra merasa sangat beruntung. Meskipun dia melihat bagaimana wajah Jamal yang sedang bersedih hati.
Tapi keegoisan hati, membuatnya lupa. Jika Jamal juga temannya sendiri sedari kecil. Walaupun tingkat sekolah mereka akhirnya berbeda. Sebab Jamal yang lebih sering tinggal kelas, dan akhirnya hanya tamat sekolah dasar, atau SD.
"Bagaimana Hen?"
Hendra tersadar dari lamunannya, tentang Lina dan Jamal.
"Belum tahu Pak. Coba nanti Hendra tanya pada Lina pas ketemu."
Kang Kasan mendengar jawaban anaknya, yang seperti sedang mencari alasan. Tapi dia tidak tahu, apa yang terjadi pada anaknya itu.
*****
Di rumah Jamal.
Umi sedang berada di dapur. Sedang Jamal berada di kebun samping rumah. Menyirami pohon jeruk yang baru di tanam kemarin.
Jamal menyirami pohon jeruk tersebut dengan bersenandung kecil. Lagu masa kanak-kanak yang dulu dia sukai.
Lagu menanam jagung di kebun, dia ubah menjadi pohon jeruk.
Cangkul cangkul cangkul yang dalam
Tanah yang longgar jeruk ku tanam
Beri pupuk supaya subur
Tanamkan pohon dengan teratur
Jeruknya besar lebat buahnya
Tentu berguna bagi semua
Cangkul cangkul aku gembira
Menanam jeruk di kebun kita
"Jamal!"
Jamal menoleh ke arah suara, di mana seseorang sedang memanggil namanya.
"Hai Hendra. Kapan pulang Kamu?" tanya Jamal, pada Hendra yang tadi memanggilnya.
Ternyata Hendra sengaja datang berkunjung ke rumah Jamal. Selain karena memang Jamal adalah temannya. Ada hal penting yang perlu dia tanyakan pada teman masa kecilnya itu.
"Duduk ayo sini!"
Jamal menghentikan kegiatannya, kemudian meminta pada Hendra untuk duduk di bangku panjang yang ada di teras rumah.
Bangku panjang tersebut, sama seperti bangku kebanyakan yang ada di teras orang-orang desa. Terbuat dari bambu, yang di susun sedemikian rupa. Sehingga bisa digunakan untuk duduk-duduk atau merebahkan tubuh.
"Kamu apa kabar Hen?" tanya Jamal, setelah mereka berdua sudah saling berhadapan. Sebelum akhirnya duduk di bangku bambu tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
EL Shawieto
Ngimpi boleh. Tapi jangan tinggi² ya Pak... 😂😂😂
2023-02-23
2
EL Shawieto
Ngiri ya??? Makanya jangan sombong!
2023-02-23
1
Rianoir⏳⃟⃝㉉
orang di desa memang suka iri-irian gitu. sudah sering aku denger gini di desa ku. lewat doang g ngapa2in aja bisa jadi pergunjingan😅
2022-09-26
4