Malam harinya, Jamal dan ibunya baru selesai membereskan semua barang-barang yang tadi berantakan di rumahnya.
"Huhfff... capek juga ya Ami."
"Iya Mal. Itu orang yang berbuat kekacauan ini gak mikir kali ya, kalau beres-beres kayak gini nih capek," sahut Ami nya Jamal, sambil memijit-mijit lengannya yang terasa pegal.
"Sini Ami tangannya, biar Jamal pijit."
Jamal dengan sigap memberikan tawaran untuk Ami nya, agar bisa memijit Ami nya yang tadi mengeluh.
"Gak usah. Kamu sama capeknya Mal. Gak usah lah! Mending Kamu pergi mandi dulu gih!" tolak Umi, dengan menyuruh anaknya itu untuk pergi mandi. Karena sedari tadi, Jamal memang terus membantu dirinya. Sehingga lupa untuk mandi.
"Ami juga belum mandi. Ami dulu aja yang mandi. Jamal istirahat sebentar. Biar keringatnya ilang dulu."
Jamal meminta pada Ami nya, agar pergi mandi terlebih dahulu. Karena dia beralasan untuk istirahat sebentar. Sebab peluh yang membasahi seluruh tubuhnya masih belum hilang.
"Ya sudah kalau begitu."
Akhirnya Umi mengalah. Dia pun akhirnya pergi mandi terlebih dahulu. Meninggalkan Jamal yang masih duduk di kursi tamu.
Beberapa saat kemudian.
Tok tok tok!
Pintu rumah ditekuk dari luar.
"Assalamualaikum!"
Tok tok tok!
"Waallaikumsalam..."
Jamal menjawab salam orang yang mengetuk pintunya dengan tidak sabar.
Clek!
"Mana Ami mu mas Jamal?"
Kening Jamal mengeryit heran, jika ada Sholeh yang datang mencari Ami nya.
"Ada apa?" tanya Jamal ingin tahu.
Sholeh adalah adiknya Hendra, yang saat ini hidup bersama dengan pamannya di kecamatan sebelah.
"Bilang sama Ami mas Jamal ya! Tidak usah gatel ama bapakku!" ucap Sholeh dengan suaranya yang tinggi. Dia seperti orang yang sedang marah.
"Eh duduk dulu Leh... ada apa?"
Jamal berusaha untuk menenangkan hatinya Sholeh, yang terlihat jelas jika sedang marah-marah.
"Gak perlu! Pokoknya, Aku gak setuju, jika Ami nya mas Jamal menikah dengan bapak!"
"Jika sampai itu terjadi, awas saja. Aku gak akan segan-segan mencari cara untuk membuat kalian berdua kapok!"
Mata Jamal kini menyipit. Dia bingung dengan perkataan yang diucapkan oleh Sholeh. Karena dia juga tidak tahu, dari mana Sholeh mendengar berita tersebut.
"Hum... kayaknya Kamu salah paham Leh. Ami gak mau menerima tawaran bapak Kamu kok! Siapa yang bilang Ami mau menikah dengan bapakmu itu?"
"Ahhh... pokoknya Aku tidak peduli. Kalian berdua hanya ingin numpang hidup kan dengan bapakku? Secara, bapakku itu juragan sawah. Dengan luas sawahnya yang berhektar-hektar."
"Kalian mau numpang hidup enak kan? Dengan Ami mu yang menikahi bapakku!"
Sholeh terus saja marah-marah dengan menuduh hal yang tidak-tidak.
Ini membuat Umi, yang baru saja selesai mandi keluar dengan tatapan bingung. Apalagi melihat Sholeh yang sedang marah-marah pada anaknya, Jamal.
"Apa? Ada apa ini?"
"Jamal, Sholeh?"
Umi bertanya pada Jamal dan juga Sholeh, tetang pertengkaran mereka berdua ini. Apalagi, ini sudah malam. Dan kedatangan Sholeh ini juga tidak atas undangan darinya.
"Oh ini dia janda yang mau merebut bapakku," ucap Sholeh tidak sopan.
Dia yang punya nama Sholeh, tapi ternyata kelakuannya minus. Tidak ada basa-basi untuk menyapa pada yang lebih tua.
"Sudah Ami. Tidak usah dihiraukan. Sepertinya dia salah paham."
Jamal meminta pada Ami nya, agar tidak ambil pusing dengan perkataan Sholeh yang ngawur. Apalagi dengan tuduhannya yang tidak benar sama sekali.
Tapi sepertinya Sholeh tidak terima.
Bug!
Dug!
Sholeh memukul Jamal, di saat dia tidak siap sama sekali.
"Awww..."
"Duh!"
"Jamal!"
Umi menjerit keras. Dia panik, karena Sholeh menghajar anaknya yang sedang dalam keadaan capek. Sebab ikut membantunya merapikan rumah.
Tapi sepertinya Sholeh tidak mau mendengarkan apa-apa. Dia seperti orang yang kesetanan, dengan memukuli Jamal yang sudah jatuh tersungkur di lantai.
"Jamal..."
Brukkk!
*****
Perlahan-lahan mata Jamal terbuka. Dia melihat Ami nya yang juga terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur yang lainnya.
"A... Ami..."
Jamal memanggil Umi, dengan suara lirih.
"Mal. Kamu sudah sadar?"
Hendra datang mendekat ke tempat tidur Jamal. Dia tampak khawatir, dengan kondisi Jamal yang sekarang.
Ada Lina dan adiknya juga, yaitu Indah. Yang tadi menunggui Umi. Tapi sekarang ikut mendekat ke tempat tidurnya Jamal, dengan wajah yang sama khawatirnya.
Muka dan tangannya Jamal membiru. Memar akibat pukulan-pukulan yang diterimanya dari Sholeh. Adiknya Hendra yang sedang kesal. Bahkan sudut bibirnya sobek dan perlu perawatan, karena pukulan demi pukulan yang dilakukan oleh Sholeh.
Sholeh marah pada Jamal dan Umi, karena mendengar berita jika bapaknya, kang Kasan, berniat untuk menikah lagi dengan Ami nya Jamal.
"Hen... A... Ami Hen," ucap Jamal terbata-bata.
Dia merasa khawatir dengan keadaan Ami nya yang sedang pingsan.
"Ami gak apa-apa. Sekarang dia sedang tidur."
Jamal sedikit lebih lega, setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh Hendra padanya.
Di sisi tempat tidur lainnya, ada Lina dan Indah, yang diam dan hanya melihat dengan miris. Mata Lina juga tampak berkaca-kaca, melihat keadaan cowok yang dia cintai.
Saat ini Jamal dan Umi sedang berada di rumah sakit. Mereka berdua mendapatkan perawatan medis di sini.
"Ini di mana?" tanya Jamal bingung, saat melihat ke sekeliling.
"Ini rumah sakit mas Jamal," jawab Lina cepat, sebelum Hendra memberikan jawaban.
"Rumah sakit?"
Tentunya Jamal bingung, kenapa dia dan ibunya ada di rumah sakit ini. Karena sebelumnya, mereka berdua ada di rumah. Sedang kedatangan tamu. Yaitu Sholeh.
"Sho... Sholeh..."
"Dia... dia di tahan di kantor kelurahan. Mungkin... akan di tahan di kantor polisi besok pagi." Hendra memberikan penjelasan kepada Jamal, dengan perasaan yang tidak enak hati.
Jamal semakin bingung dengan penjelasan yang diberikan oleh Hendra padanya.
"Kantor polisi?" tanya Jamal kaget.
Akhirnya Hendra menceritakan tentang kejadian tadi, di rumah Jamal. Saat ada Sholeh yang sedang dalam keadaan mengamuk.
*****
Di saat kejadian tadi, di rumah Jamal.
Kebetulan, ada kang Wahid yang melintasi jalan depan rumahnya Jamal.
Dia melihat pintu rumah yang terbuka, dengan suara jeritan Umi. Yang sedang memanggil Jamal dan Sholeh.
Kang Wahid merasa penasaran, kemudian mencoba untuk melihat keadaan di dalam rumahnya Jamal.
Dia pun terkejut dengan apa yang dia lihat. Karena Jamal sedang dipukuli Sholeh, tanpa bisa melakukan perlawanan.
Sedangkan Umi, ternyata sudah jatuh pingsan. Setelah menjerit keras tadi.
Kang Wahid berusaha untuk menghentikan Sholeh. Tapi ternyata Sholeh sudah diliputi oleh naf_su amarah. Sehingga tidak mendengarkan perkataan orang lain.
Dengan terpaksa, kang Wahid berteriak keluar dari dalam rumah untuk mencari bantuan.
Tak lama kemudian, orang-orang berdatangan. Bahkan ada yang memanggil madam Noer, agar bisa menenangkan Sholeh yang dianggap sedang kesurupan.
Kang Kasan juga di panggil oleh salah satu warga, agar ikut serta menangani dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan oleh anaknya. Yaitu Sholeh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
X-Lion Say
ini ceritanya gimana sih, sistemnya produk gagal atau bagaimana.
2024-03-26
0
Dian Dian
critax tmbh ga jelas,,,
2023-06-14
1
Adha_00
bingung sama novel ini,
banyakan flashbacknya
jadi malas bacanya..
bye thor..
2023-03-06
0