"Kabarku baik Jamal. Kamu sendiri bagaimana?"
Hendra menjawab pertanyaan dari Jamal, dengan mengajukan pertanyaan yang sama juga.
"Alhamdulillah Hen. Aku juga baik. Oh ya, Kamu kapan pulang Hen?" tanya Jamal lagi, yang sangat tahu. Jika Hendra ini bekerja di kota besar. Bukan seorang petani seperti dirinya.
"Baru tadi pagi Aku tiba di rumah. Ini kebetulan aja, sekalian ada yang ingin Aku tanyakan. Emhhh..."
"Tanya apa Hen? Sepertinya kok serius ya," sahut Jamal dengan mata menyipit.
Dia melihat Hendra yang tidak seperti biasanya. Karena cara duduk Hendra yang tidak tenang. Dengan kaki yang terjuntai ke bawah, dan di gerak-gerak kan juga sedari tadi.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Jamal. Hendra tampak menghela nafas panjang terlebih dahulu, sebelum akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Aku mau melamar Lina. Menurutmu bagaimana?"
Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Hendra, membuat Jamal terdiam sejenak. Karena sebenarnya, dia memang belum bisa menerima kenyataan bahwa, dia sudah bisa melupakan Lina.
Tapi Jamal juga ingat jika, Lina dan dia tidak punya hubungan apa-apa. Dan Lina justru meminta pada Hendra untuk menjadi kekasihnya.
Hendra masih terdiam menunggu jawaban dari Jamal. Dia tidak mau membuat Jamal merasa kecewa, karena merasa menjadi penghalang cintanya Jamal dengan Lina.
"Aku tidak apa-apa Hen."
Akhirnya Jamal menjawab pertanyaan dari Hendra. Meskipun tidak sesuai dengan apa yang dia rasakan dalam hati.
Sakit, kecewa, sedih.
Itulah yang dirasakan oleh Jamal sekarang ini.
Bukan hanya sekarang saja, tapi sejak Lina meminta pada Hendra untuk menjadi kekasihnya. Padahal dia yang menembak Lina terlebih dahulu.
"Tapi..."
Hendra tidak melanjutkan kalimatnya, karena ada Umi yang keluar dari dalam rumah.
"Lho Hen, kapan pulang Kamu?" tanya Umi pada Hendra. Anaknya kang Kasan, tetangga sebelah rumahnya.
"Tadi pagi Ami."
Hendra memang terbiasa ikut memanggil Umi dengan sebutan Ami. Sama seperti Jamal menyebut Ami untuk ibunya.
"Ya wes lanjut saja ngobrolnya. Ami mau ke warung sebentar," pamit Umi pada keduanya.
Jamal dan Hendra sama-sama menganggukkan kepalanya, kemudian melanjutkan perbincangan mereka yang sempat tertunda karena kehadiran Ami nya Jamal.
"Bagaimana Hen, tadi Kamu mau ngomong apa soal Lina?"
Hendra tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Dia membuang nafas panjang terlebih dahulu, sebelum akhirnya mulai bicara lagi.
"Lina minta Aku untuk segera melamarnya Mal. Tapi Aku kan sebenarnya tidak begitu suka dengan dia. Di tambah lagi, Aku tahu, jika Kamu itu masih cinta sama Lina."
Jamal terdiam. Dia merasa tidak enak hati, karena apa yang dikatakan oleh Hendra memang benar adanya.
"Tapi Lina kan maunya saja Kamu Hen. Bukan sama Aku." Jamal mengatakan apa yang memang pernah dikatakan Lina pada waktu itu. Dan itu juga disaksikan sendiri oleh Hendra.
"Tapi Mal... Ck! Susah juga Aku ngomongnya ini," sahut Hendra cepat.
"Kenapa Kamu mau menerima dia, jika Kamu gak suka sama Lina?" kejar Jamal, dengan pertanyaan yang memang seharusnya tidak dilakukan oleh Hendra sedari dulu.
"Iya. Aku salah sih waktu itu. Tapi sebenarnya, sebenarnya Aku... Aku punya pacar Mal di kota. Bagaimana dong?" Hendra akhirnya mengatakan hal yang sebenarnya, dengan kalimatnya yang tersendat-sendat.
Jamal menggaruk rambutnya sendiri, yang sebenarnya tidak terasa gatal. Saat mendengar perkataan dan pertanyaan Hendra. Dia kini sedang berada pada posisi yang tidak seharusnya.
Karena Jamal mencintai Lina, tapi Lina mencintai Hendra.
Sedangkan Hendra sendiri, sudah punya pacar di kota. Tapi masih menerima tawaran Lina untuk menjadi kekasihnya.
Dan Hendra merasa sayang, jika melewatkan kesempatan tersebut.
Apalagi Lina termasuk cewek cantik di desanya ini.
Tapi sekarang, Hendra kebingungan sendiri. Sebab permintaan Lina yang ingin segera dilamar Hendra.
Sayangnya, Hendra belum atau tidak yakin. Dia juga belum siap untuk melamar Lina. Karena dia mencintai cewek lain di kota.
"Hum..."
Jamal bergumam dalam kebingungannya.
"Hemmm..."
Begitu juga dengan Hendra yang sedang dilanda kebingungan akibat hubungan cintanya yang rumit.
"Eh... eh, kalian kok malah bengong sendiri-sendiri?" tegur Umi, pada anak dan tamunya itu.
"Hah, eh... gak kok Ami."
Jamal gagap dan juga kaget dengan teguran Ami nya.
Begitu juga dengan Hendra yang hanya nyengir kuda. Karena merasa canggung sendiri, sebab ketahuan sedang melamun.
"Ayo masuk ke dalam! Umi buatkan teh atau kopi. Biar gak bengong saja kayak sapi ompong. Hehehe..." Ami terkekeh sendiri, saat selesai bicara dengan kedua anak muda di depannya saat ini.
"Wes-wes, ayo masuk!"
Cegah Umi, di saat Hendra membuka mulutnya untuk bicara.
Akhirnya Jamal berdiri dari tempat duduknya, kemudian menarik tangannya Hendra. Supaya ikut bersama dengannya, masuk ke dalam rumah. Sama seperti yang diinginkan oleh Ami nya.
*****
Pada malam hari, Hendra bertemu dengan Lina. Dia mengatakan jika dia belum siap untuk berumah tangga.
Apalagi, dia juga belum sukses dan banyak tabungan untuk menikahi seorang gadis.
"Kamu mempermainkan perasaanku mas Hendra?" tanya Lina tidak terima dengan alasan yang dibuat oleh kekasihnya itu.
"Bukan begitu Lin. Ini... ini Aku memang belum siap saja. Lagipula, Kamu juga masih kecil Lin," sahut Hendra menghindar dari tuduhan Lina.
"Aku sudah besar mas Hendra. Dua bulan lagi Aku sudah 20 tahun. Kurang besar bagaimana? Hiks..."
"Jika Mas Hendra tidak mau melamar Lina, kita putus saja malam ini. Aku akan cari cowok lain yang serius sama Lina. Huhuhu..."
Lina mencoba untuk mengancam Hendra. Dengan mengatakan jika dia ingin memutuskan hubungan cinta dengannya. Dia tidak tahu, jika keputusannya itu justru yang ditunggu-tunggu oleh Hendra sedari awal hubungan mereka.
"Hum... jika Kamu memutuskan hubungan ini, Aku juga tidak bisa menahan Kamu Lin. Ya sudah, kita sudahi juga semuanya malam ini."
"Huwaaa... mas Hendra jahat. Mas Hendra jahat! Huhuhu..."
"Lin! Ihsss... jangan nangis Ihsss!"
"Nanti dikira Aku ngapa-ngapain Kamu lagi!"
Hendra berusaha menenangkan hati Lina yang sedang mencari perhatian darinya, dengan cara menangis.
Tapi justru perkataannya yang ingin menenangkan justru membuat Lina semakin kencang suara tangisannya.
"Huwaaa... huwaaa..."
Tentu saja suara tangisan Lina membuat orang tuanya yang ada di dalam rumah keluar. Mereka tentu ingin tahu, apa yang sedang terjadi di luar rumah.
Apalagi tadi memang ada tamu, yang ingin bertemu dengan anak gadisnya yang cantik. Yang terkenal sebagai bunga desa di kampungnya ini.
Karena selama ini, hubungan Lina dan Hendra memang belum diketahui oleh kedua orang tuanya Lina sendiri.
Tapi kang Kasan, bapaknya Hendra, sudah tahu sejak awal. Bahkan kang Kasan juga tahu, jika Lina lah yang ingin menjadi pacarnya Hendra.
"Ada apa Lina?"
"Ada apa ini?"
Ibu dan bapaknya Lina, langsung bertanya pada anaknya. Begitu mereka keluar dari dalam rumah, dan melihat anak gadisnya yang sedang menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Jacklin Clarisa morgana
cih cantik sih tapi klo hati busuk juga buat apa semogga sja jamal nga psangn sma si lina gadis desa bunga desa tapi jdi racun desa krn mrsa cantik sok hina orang rendahin orang maaffatin orang nga susu the klo jamal jdi psangnya lina
2023-02-24
3
Growned
Awkakakak mampus 😂
2022-12-09
2
yuce
silina emang cantik tapi matre sok2kan hina orang eh pda ujungnya orang yg dia sukai gak suka sama dua mang enak gitu.
2022-11-11
5