"Jamal, Ami sangat bahagia. Mendengar perkataan Jamal yang ingin membahagiakan Ami Sayang. Tapi..."
"Tapi apa Ami?"
Jamal tidak bisa menahan diri, untuk tidak cepat bertanya. Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Ami nya itu. Yang bisa membuat Ami nya bahagia.
"Ami tidak mau uang yang banyak, tapi Jamal tidak di dekat Ami."
Mendengar perkataan Ami nya, Jamal terdiam sejenak. Memikirkan apa yang dimaksud oleh Ami nya.
Dia memang tidak bisa langsung mengerti, setiap perkataan orang lain. Harus berpikir terlebih dahulu, sebelum akhirnya tahu. Apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh orang lain yang menjadi lawan bicaranya.
Itulah sebabnya, Jamal seperti orang yang tidak cepat tanggap. Karena lamban merespon apapun. Hal ini juga yang membuat Jamal jadi anak yang lamban di sekolah.
Tapi itu tetap disyukuri oleh kedua orang tuanya. Karena sikap Jamal yang seperti itu, membuatnya menjadi anak yang sabar, dan tidak cepat tersulut emosi.
Meskipun ada beberapa hal, yang bisa membuatnya cepat marah juga.
"Tapi Ami, di desa Jamal tidak bisa mengerjakan apa-apa. Hanya kerja di sawah, dan itu pun tidak menghasilkan apa-apa juga."
"Jamal masih menjadi beban Ami, karena Ami harus bekerja di sawah orang. Baik saat musim tanam atau panen."
"Jamal merasa jadi beban terus buat Ami. Padahal Jamal sudah besar."
Panjang lebar Jamal memberikan penjelasan pada Ami nya. Tapi itu malah membuat Ami nya tersenyum, mendengar semua perkataannya tadi.
"Anak Ami udah besar? Masa sih?"
Ami justru memberikan pertanyaan yang dia ajukan, dengan maksud ingin menggoda anaknya itu.
Jamal dengan cepat mengangguk mengiyakan pertanyaan Ami nya.
"Iya Ami. Jamal udah besar!" jawab Jamal dengan yakin.
"Masa sih? Terus kalau sudah besar kenapa?"
Jamal terdiam, mendengar pertanyaan itu. Dia juga tidak tahu, apa yang harus dia lakukan saat sudah merasa menjadi besar seperti sekarang ini.
Akhirnya, dia menunduk karena merasa malu. Dengan apa yang dia katakan sendiri.
"Jamal belum bisa dikatakan besar ya Ami?" tanya Jamal malu.
Tapi dia salah paham, dengan maksud kata besar.
Dia berpikir bahwa, besar itu sudah bisa memiliki pacar atau kekasih. Sama seperti teman-teman sepermainannya. Yang sudah memiliki pasangan, karena sudah ada yang menikah atau sedang dalam proses menikah.
Mengingat semua ini, Jamal jadi merasa sedih. Matanya bersinar redup, seakan-akan sedang memikirkan sesuatu.
Umi yang peka terhadap perubahan anaknya itu, jadi merasa heran.
"Kenapa Mal?"
"Hiks... huhuhu..."
Jamal bukannya menjawab pertanyaan dari Ami nya, tapi malah menangis sendiri. Tanpa diketahui sebabnya.
Tentu saja ini membuat Ami nya semakin bingung dengan perubahan tingkah laku Jamal.
Setelah beberapa saat kemudian, Jamal yang sudah puas dengan dalam keadaan menangis tadi, kini mengatakan apa yang dia pikirkan.
"Jamal... Jamal mau mengajak Lina pacaran Ami. Tapi... tapi dia tidak mau. Huhuhu..."
Selesai mengatakan kalimat tersebut, Jamal kembali tersedu. Dia merasa diabaikan oleh seorang gadis yang dia inginkan.
Dia merasa kecewa atas penolakan Lina. Gadis yang dia incar.
Apalagi Lina juga mengatakan bahwa, Jamal hanya petani miskin yang tidak punya apa-apa. Untuk bekal kehidupan mereka kedepannya nanti.
Kekecewaan yang dirasakan oleh Jamal, semakin bertambah pada saat panen sawahnya gagal untuk pertama kalinya.
Itulah sebabnya, dia ingin meminta ijin pada Ami nya. Supaya diijinkan untuk ikut temannya yang lain, yang sudah bekerja di kota lebih dulu.
Apalagi, teman-temannya juga terlihat modis. Dengan pakaian yang bersih, jika pulang dari kota.
Jamal tertarik untuk ikut juga ke kota. Dia berpikir bahwa, dia juga bisa seperti teman-temannya yang lain, jika dia bisa bekerja di kota.
Sayangnya, Ami nya tidak memberikan ijin. Dia masih harus tetap berada di dekat Ami nya, dengan mengerjakan sawah setiap harinya.
Jamal berharap bisa menjadi anak yang baik dan patuh pada Ami nya. Agar dia tidak menjadi anak yang durhaka.
Tapi ternyata semua tidak sama seperti yang dia bayangkan.
Keinginannya untuk bisa menjadi anak yang berbakti, dengan tetap bekerja di sawah. Ternyata tidak membuahkan hasil.
Panennya gagal dan gagal untuk kesekian kalinya. Jamal kecewa untuk kesekian kalinya juga.
Puncaknya terjadi pada sore itu, di mana dia berteriak melampiaskan rasa kesal dan kecewanya. Bukan karena marah pada Ami nya. Tapi lebih kepada dirinya sendiri. Yang tidak bisa melakukan apa-apa selama ini.
Untungnya, Tuhan memberikan restu pada alam semesta. Dan menunjuk Jamal sebagai orang terpilih, untuk menerima sebuah sistem kehidupan yang dia butuhkan.
Dan karena dia adalah seorang petani, yang hidup di desa. Akhirnya dia pun menerima sistem bertani, sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya.
Sekarang Jamal bukan lagi petani miskin, yang hanya berkubang lumpur sawah.
Dari tabungan yang dia miliki, Jamal ingin rumah kecilnya di renovasi. Dengan uang yang dia dapat dari pencairan poin yang dia miliki di sistem bertani miliknya.
Jika pencairan pertama hanya dia gunakan untuk keperluan sawah. Untuk yang kedua kalinya ini, yang lebih besar jumlahnya, dia gunakan untuk rumahnya.
Karena rumahnya itu, sekalian mau digunakan untuk membuka sebuah toko. Yang bisa digunakan oleh ibunya untuk berjualan nantinya.
"Kamu dapat dari mana Jamal, uang sebanyak itu? untuk renovasi rumah dan membuat toko juga. Itu butuh uang yang sangat banyak Sayang."
Ibunya bertanya, tentang biaya yang dibutuhkan untuk rencana anaknya itu.
Umi tidak mau, jika rencana anaknya itu justru menambah beban pikiran Jamal sendiri. Karena memang hanya pada Jamal, semuanya dia gantungkan.
"Hasil panen kita bisa menambah tabungan Jamal Ami. Kita berdoa saja untuk niat baik kita ini."
Jamal menenangkan hati Ami nya, agar tidak pesimis dengan rencana yang dia kemukakan tadi.
"Iya. Ami akan terus berdoa untuk kebaikan dan kesehatan Kamu Jamal. Siapa lagi yang ibu punya, selain Kamu saja?"
Jamal memeluk ibunya dari arah samping. Karena pada saat ini, mereka berdua sedang duduk berdampingan di teras depan rumah. Sambil menunggu matahari terbenam. Karena waktu memang sudah hampir malam.
*****
Pagi sudah datang.
Jamal pergi ke sawah, untuk memastikan hari yang akan dia gunakan untuk memanen padi. Karena tanaman padi di sawahnya memang sudah layak untuk di panen.
"Itu sawah siapa ya? Bagus banget padinya."
Tiba-tiba, seseorang yang datang dari arah belakang, bertanya pada Jamal yang baru saja turun ke pematang sawah.
"Itu padi Saya, karena itu sawah Saya juga."
Jamal menjawab pertanyaan orang tersebut. Meskipun dia tidak mengenalnya.
"Wah kebetulan. Bagaimana jika padinya Saya beli?" tanya orang tersebut.
Ternyata, orang itu adalah pedagang besar. Yang biasa mencari dagangan dengan datang secara langsung ke persawahan.
Mereka ingin mendapat padi yang bagus, untuk dia beli. Karena itu akan lebih baik, sebab mereka bisa melihat dan memeriksanya sendiri. Bagaimana keadaan padi yang akan dibeli nantinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
pin
jamal
2024-02-21
1
Siti Zubaidah
jika di Malaysia, Jamal didiagnosis sebagai murid slow learner atau dipanggil lembam. Murid kebutuhan khas
2023-01-03
7
★Ambil 5 Bayar 3★
laaah kok malah nangis 🤣
2022-10-21
2