Sisi Gelap Seorang Hakim
Seorang pria yang sedang bercucuran peluh terbaring risau dalam tidurnya. Dia tidak sedang bercinta ataupun semacamnya. Namun, lelaki itu tengah mengalami mimpi buruk yang sudah mengganggunya selama beberapa tahun terakhir. Dia adalah Makutha, hakim muda dengan banyak luka masa lalu.
Kepala Makutha berpaling ke kiri dan ke kanan seakan berusaha menghalau mimpinya. Dia kembali melihat wajah sahabat yang seperti menuntutnya untuk segera membalaskan sebuah perlakuan tak adil yang ia alami.
Abercio mati sia-sia ketika Makutha dipaksa untuk ikut terlibat dalam sebuah aksi tawuran antar pelajar. Setelah kematian Abercio, yang diberi hukuman hanya orang yang menyerangnya. Selebihnya lolos karena salah satu putra Walikota terlibat.
Di dalam mimpinya, Makutha melihat Abercio tersungkur di atas sebuah tanah lapang dengan berlumuran darah. Kepalanya terus mengeluarkan darah hingga mengotori tangan serta baju seragam SMA yang ia kenakan. Sama persis dengan kondisi Cio sebelum kehilangan nyawa.
Keringat dingin semakin mengucur deras membasahi tubuh Makutha. Rasa mual ia rasakan dalam tidur. Lelaki itu dapat mencium dengan jelas aroma amis darah yang keluar dari kepala Cio. Semuanya terasa begitu nyata.
"Tha, aku sudah bilang untuk tidak meladeni mereka! Kenapa kamu bandel sekali!" seru Abercio sebelum kehilangan kesadaran.
Di dalam mimpi itu, Makutha tidak bisa menjawab sepatah kata pun. Dia hanya bisa menangis sesenggukan penuh penyesalan. Sampai akhirnya Abercio mengembuskan napas terakhir. Barulah Makutha bisa menjerit. Tubuhnya bergetar hebat. Mimpi itu terus datang berulang kali dan sukses membuat luka lamanya enggan mengering.
Beruntungnya deringan ponsel berhasil membangunkan Makutha. Lelaki itu tersentak. Dahinya bercucuran keringat, mata lelaki itu basah karena air mata, bahkan seprai yang membalut kasurnya ikut basah karena keringat yang keluar dari tubuhnya ketika mimpi buruk itu terjadi.
"Sial! Sedikit lagi Cio! Aku sudah mulai menjangkau mereka!" umpat lelaki tampan itu sambio mengusap kasar wajahnya.
Makutha menoleh ke arah ponsel yang masih menjerit di atas nakas. Dia meraihnya perlahan, lalu mengintip deretan huruf yang membentuk sebuah nama. Hasna, gadis yang dicintainya itu menelepon. Makutha menggeser tombol hijau ke atas kemudian menempelkan benda pipih itu pada telinganya.
"Halo," sapanya.
"Salam, Bapak! Kebiasaan!" gerutu Hasna.
"Ehm, Assalamualaikum, Ukhti!"
"Waalaikumsalam, Pak. Kenapa? Mimpi buruk lagi? Napasmu terdengar tak beraturan."
"Hm," jawab Makutha singkat sembari memijat pangkal hidungnya.
"Tha, aku kan sudah berulang kali mengatakan untuk ...."
"Tidak terlalu berfokus kepada berandalan itu!" Makutha melanjutkan ucapan Hasna, yang selalu ia dengar setiap gadis itu tahu dirinya baru saja bermimpi tentang kematian Cio. Makutha sudah menghafal semua kalimat itu di luar kepala.
"Aku sudah sering memperingatkanmu, Tha." Hasna membuang napas kasar kemudian kembali bicara.
Makutha membisu. Dia tidak bisa melupakan kejadian 7 tahun tersebut. Bagaimana mungkin dia lupa? Orang-orang jahat itu memaksanya untuk pergi tawuran, sehingga sahabatnya sejak kecil menjadi korbannya.
Belum lagi cara mereka melempar kesalahan kepada Makutha. Dia bahkan dilaporkan sebagai dalang dibalik aksi tawuran tersebut. Terlebih lagi orang yang mengatakan hal itu kepada polisi adalah lelaki yang biasa ia sebut sebagai teman.
Setiap mengingat kejadian itu, dendam Makutha kembali berkobar. Kenangan buruk masa lalu itu, seakan menjadi bahan bakarnya untuk terus melangkah maju membalas perlakuan biadab mereka semua.
"Kalau begitu jangan lupa minum obatmu sebelum mulai sidang nanti!" seru Hasna setengah putus asa
"Iya, aku akan segera bersiap. Terima kasih." Sebuah senyum tipis terukir di bibir lelaki tampan itu.
"Oke. Ah ya, mimpimu itu ...." Ucapan Hasna menggantung di udara.
Seketika senyap. Hanya terdengar hembusan napas serta suara berisik dari beberapa rekan kerja Hasna. Makutha mengerutkan dahi.
"Ada apa dengan mimpiku?"
"Ah, tidak. Lupakan saja! Aku akan membangunkanmu setiap hari. Aku tahu pasti mimpimu ini terus berulang dan membuatmu susah untuk segera terbangun, bukan?"
Makutha terdiam. Gadis yang dicintainya sejak lama ini benar. Dia selalu susah bangun ketika mimpi buruknya datang. Lelaki itu mengembuskan napas berat kemudian mengusap wajahnya kasar.
"Terserah kamu sajalah! Aku harus segera bersiap."
"Oke. Kebetulan IGD penuh malam ini. Aku rasa seharian ini aku akan tidur seperti beruang yang sedang hibernasi!" seru Hasna sembari terkekeh di ujung kalimatnya.
Makutha tersenyum sekilas kemudian menutup sambungan telepon setelah mengucap salam. Lelaki itu kembali meletakkan ponselnya di atas nakas dan mulai menyingkap selimut, dan merapikan kasurnya. Setelah itu dia turun dari ranjang dan mulai bersiap untuk bekerja.
Di sisi lain, Hasna segera bersiap untuk pulang. Dia menunggu rekan kerjanya datang sambil berkemas. Dokter cantik itu melangkah santai menuju ruang kerja. Setelah sampai di ruanh kerjanya, Hasna mulai memasukkan beberapa buku ke dalam tas. Tak lupa dia juga membereskan beberapa peralatan medis serta beberapa hasil laboratorium dari pasien yang menjadi tanggungjawabnya.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. Praba, sahabat Hasna sejak SMA memasuki ruangan berukuran empat meter persegi itu. Gadis itu tersenyum lebar kemudian berjalan ke arah Hasna.
"Nih, buat kamu!" Praba menyodorkan sebuah amplop berwarna merah muda.
Hasna menautkan alis kemudian meraih amplop tersebut. Dokter cantik itu mulai membuka amplop serta mengeluarkan isinya. Sontak Hasna terbelalak.
"Kamu serius, Ba?" tanya Hasna sambil menatap amplop yang dia pegang dan Praba secara bergantian.
"Iyalah!" Praba melipat lengan lalu mengangguk berulang kali sambil memejamkan mata.
"Oh, jadi ini alasannya kenapa kamu getol ingin ikut Direktur ke Bali waktu itu? Kamu ingin menemui kakak pemandu wisata tampan itu, ya?" Hasna tersenyum miring.
"Enak aja! Nggaklah!" sanggah Praba.
"Hilih!" Hasna mencembikkan bibir sembari menyipitkan mata.
Praba yang kesal terhadap sikap Hasna pun segera menghampiri gadis itu kemudian menjepit kepalanya di antara ketiak. Hasna terkekeh sambil terus meronta. Dia berusaha melepaskan diri dari Praba. Namun, sia-sia. Badan Hasna kalah besar dengan sahabatnya itu.
"Lepas! Ada telepon, nih!" seru Hasna.
"Halah, alasan! Aku nggak percaya!"
"Dih, nih kalau nggak percaya!" Hasna merogoh saku snelli-nya, lalu menunjukkan layar ponsel yang berkedip karena ada panggilan masuk.
Perlahan Praba melepaskan kepala Hasna dari himpitannya. Hasna langsung membenarkan jilbab yang berantakan akibat ulah sahabatnya, kemudian langsung menjawab panggilan dari sang ibu.
"Ya, Bunda."
Seketika Hasna terbelalak. Dia dan Praba saling menatap. Praba berulang kali mendongak berusaha menanyakan alasan keterkejutan sang sahabat. Setelah Hasna menutup panggilan telepon, barulah Praba tahu alasan kenapa dokter cantik itu terlihat begitu panik.
"Makutha diserang seseorang!" seru Hasna.
...****************...
Hihi, siapa yang nunggu kisah Makutha?
Sambil nunggu karya ini update, mampir juga yukk ke karya salah satu sahabat Chika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
abdan syakura
Assalamu'alaikum
Salken,,Thor....
Aq mampir nih
Beda nih ceritanya dr sekian byk Novel di NT....
Semangat, Kak 🥰🥰💪🤺
2023-03-18
1
Ayuk Noy
aku mampir kak..
beri pelajaran yg setimpal untuk mereka yg telah melimpahkan semua kesalahan kepadamu sehingga sahabatmu menjadi korbannya....
semangat makutha💪💪
2022-12-13
1
Tita Dewahasta
halo mas makutha
2022-09-21
2