Fathur duduk disisi ranjang Nadya. Tatapannya tidak beralih sedikitpun dari wajah pucat wanita yang saat ini berstatus sebagai istrinya itu. Bukan tatapan yang bagaimana, hanya tatapan datar tanpa ekspresi. Entah apa yang sedang Fathur pikirkan saat ini. Kalaupun ada orang yang melihat, mereka juga tidak akan bisa menerka-nerka apa isi pikiran Fathur saat ini.
Setelah 15 menit berdiam diri di kamar Nadya, Fathur beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar itu. Meninggalkan Nadya yang masih terlelap bergelung dibalik selimutnya.
Sebelum Fathur benar-benar keluar dari kamar Nadya, terdengar suara parau gadis itu yang memanggil namanya.
"Mas Fathur..." Lirih suaranya.
Otomatis Fathur menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya kearah Nadya lagi. Fathur diam, menunggu apakah Nadya akan memanggilnya lagi atau tidak. Tapi ternyata setelah beberapa saat menunggu, tidak terdengar lagi suara Nadya. Bahkan posisi tidur Nadya masih sama seperti semula. Fathur memutuskan untuk menghampiri ranjang Nadya lagi untuk memastikan bahwa Nadya memanggilnya dalam kondisi sadar atau tidak. Tapi ternyata mata Nadya masih terpejam, Nadya juga masih tertidur dengan pulas. Jadi, apakah tadi Nadya hanya mengigau? Sepertinya iya.
Dan karena itu Fathur memutuskan untuk tidak jadi keluar. Fathur pikir secara tidak langsung Nadya ingin dia temani. Lagi pula Fathur khawatir kalau nantinya justru terjadi sesuatu kepada Nadya.
Lelah karena menunggui Nadya dengan posisi duduk, Fathur membaringkan tubuhnya disamping Nadya. Tenang saja, Fathur tidak akan macam-macam ataupun melakukan hal yang sekiranya merugikan Nadya. Fathur hanya akan berbaring saja. Walaupun sebenarnya Fathur diperbolehkan lebih dari sekedar berbaring satu ranjang bersama dengan Nadya.
Karena suasana kamar Nadya saat ini agak sedikit temaram, ditambah dengan suhu udara yang cukup dingin dan juga suara gemericik air hujan di luar rumah, Fathur yang awalnya hanya berniat untuk sekedar berbaring justru tertidur.
Nadya membuka matanya saat merasakan sesuatu yang cukup berat melingkar di pinggangnya. Nadya sadar kalau yang melingkari pinggangnya ini adalah sebuah tangan. Ditambah hembusan nafas yang terasa hangat dapat Nadya rasakan di tengkuk leher belakangnya. Mencoba untuk tetap tenang, Nadya dengan perlahan membalikkan tubuhnya. Dan.... Fathur.
Dengan perlahan lagi Nadya mengubah posisinya menjadi semula. Jantung Nadya seketika langsung berdetak dengan kencang. Wajahnya memerah karena menahan diri untuk tidak berteriak kegirangan. Bahagia, iya... Nadya bahagia Fathur memeluknya seperti ini untuk pertama kalinya. Haruskah Nadya sering sakit agar Fathur mau memeluknya seperti ini?
Senyum Nadya semakin lebar memikirkan ide konyolnya itu. Kalau dia sering sakit, yang ada nanti dia malah merepotkan Fathur terus.
Nadya yang merasakan pergerakan dari belakangnya, seketika langsung memejamkan matanya lagi untuk berpura-pura tidur. Nadya tidak tau kenapa dia melakukan ini. Yang pasti, Nadya hanya belum siap saja menghadapi Fathur.
Dapat Nadya rasakan kalau dengan sangat perlahan Fathur melepaskan pelukan tangannya dari pinggang ramping Nadya. Dan jujur, itu membuat Nadya merasakan sedikit kehilangan.
"Huftt..." Itu suara Fathur.
Nadya memilih untuk tetap diam dan bernafas dengan tenang berpura-pura untuk agar terlihat masih tidur dengan pulas.
Tiba-tiba Nadya merasakan sebuah tangan memegang dahinya. Dan tentu saja itu adalah Fathur. Sentuhan seperti ini saja sudah bisa membuat jantung Nadya berdebar dengan kencang.
"Syukurlah panasnya udah turun." Ujar Fathur.
Setelah melakukan itu, Nadya merasakan ranjangnya sedikit bergerak. Sepertinya Fathur turun dari ranjang. Dan nyatanya memang benar, setelahnya Nadya juga mendengar suara pintu terbuka dan kembali tertutup. Nadya tau kalau saat ini Fathur sudah keluar dari kamarnya.
Dengan perlahan Nadya membuka matanya. Nadya menatap seluruh sisi kamarnya. Sekarang Nadya benar-benar sendiri karena Fathur memang sudah keluar dari kamarnya.
Lelah terus berbaring, Nadya memutuskan untuk duduk. Panasnya memang sudah turun, tapi Nadya masih merasakan sedikit pusing. Memang biasanya butuh setidaknya 2 sampai 3 hari untuk Nadya benar-benar sembuh dari sakitnya ini.
Nadya meraih gelas berisi air minum yang ada diatas meja nakas. Tenggorokan Nadya saat ini terasa kering.
Kini Nadya menatap jam di dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul setengah 2 siang. Entah sudah berapa lama Nadya tertidur.
Ceklek... Pintu kamar Nadya terbuka, menampilkan sosok Fathur yang berdiri disana. Sepertinya Fathur baru saja mencuci wajahnya. Karena dapat Nadya lihat kalau kondisi Fathur seperti lebih segar.
"Udah bangun? Gimana, masih pusing kepalanya?" Tanya Fathur sembari duduk disisi ranjang.
"Udah agak mendingan Mas. Makasih ya, karena Mas Fathur udah mau ngurus aku, dan mau beliin aku obat." Jawab Nadya sembari tersenyum tipis.
Fathur menganggukkan kepalanya dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Kamu harus minum obat lagi, tapi sebelum itu makan siang dulu. Jadi, kamu mau saya belikan makan siang apa? Saya nggak bisa masak, jadi kita beli saja dari luar." Ujar Fathur.
Sepertinya ini adalah kalimat terpanjang yang pernah Fathur ucapkan kepada Nadya sepanjang 2 bulan pernikahan mereka. Dan hari ini adalah kali pertama Fathur berbicara dengan Nadya tanpa adanya sorot kebencian dimatanya.
"Aku terserah Mas aja." Jawab Nadya.
"Jangan terserah, saya paling tidak suka mendengar jawaban terserah." Ujar Fathur.
Nadya menghela nafas pelan.
"Ya udah, Sup Ayam aja kalau gitu." Nadya tidak ingin mendebat atau membuat Fathur menjadi jengkel kepadanya. Jadi Nadya memilih asal makanannya.
"Oke, kalau gitu saya beli dulu. Kamu di kamar saja, jangan kemana-mana sampai saya datang." Ujar Fathur.
Nadya menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan yang merupakan perintah dari Fathur.
Nadya baru saja selesai sholat Dzuhur saat Fathur datang membawa makan siangnya. Nadya pikir, setelah mengantarkan makan siangnya Fathur akan langsung keluar karena kondisi Nadya sudah membaik. Tapi ternyata dugaan Nadya salah. Karena seperti pagi tadi, Fathur memaksa untuk menyuapi Nadya.
"Aku bisa makan sendiri Mas. Aku udah nggak papa kok." Ujar Nadya kepada Fathur.
"Biar saya suapi saja, saya tidak mau kamu semakin sakit dan nantinya malah membuat saya semakin repot." Jawab Fathur datar.
Nadya yang mendengar ucapan Fathur hanya bisa tersenyum sendu tanpa membantah lagi. Ternyata benar, sakitnya ini membuat Fathur repot karena harus mengurus dirinya. Kalau boleh, Nadya ingin menangis saat ini juga. Tapi, tentu saja Nadya tidak akan melakukan hal itu. Sekuat tenaga Nadya akan menahan air matanya.
Sementara itu, tanpa Nadya ketahui, didalam hatinya Fathur merutuki ucapannya sendiri. Sebenarnya Fathur sama sekali tidak merasa direpotkan dengan sakitnya Nadya ini. Fathur hanya tidak tau harus beralasan apa agar Nadya mau dia suapi. Bukan apa-apa, alasan Fathur melakukan ini murni karena dia tidak ingin Nadya semakin sakit.
Tapi, itu cuma alasan Fathur saja kan? Tidak mungkin orang yang hanya demam dan pusing akan bertambah sakit hanya karena memilih untuk makan sendiri. Sementara disini kondisi Nadya sudah membaik. Jadi, apakah ini hanya modus seorang Fathur?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
je
Turunin egonya euyy,, kan Nadya jg gtw tentang perjodohan ini.
2024-04-22
0
Enung Samsiah
asyiiikkk,, dah perhatian nih
2023-10-22
0
мєσωzα
moduuuss😃
2023-03-04
0