Saat itu, setelah Alvius melarikan diri dari gang tempat kejadian agar tidak terlihat mencurigakan dan meninggalkan pria yang dia anggap sebagai salah satu senior itu sendirian.
Alvius tidak tahu. Selama ini, saat dia memutuskan untuk pergi. Felix dan Yohan mencarinya ke segala tempat bahkan di tempat yang tidak pernah dikunjungi oleh mereka, dan berpikir tempat mana yang akan di kunjungi oleh anak usia 8 tahun sendirian.
Dia tidak tahu betapa putus asanya Felix memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi di dunia ini jika membiarkan anaknya berkeliaran di tempat asing.
Felix secara bimbang dan dalam keadaan tidak bisa menyerah hanya bisa memikirkan sebuah alasan. Alasan bagaimana dia menjelaskan situasinya kepada anaknya ketika dia menemukannya.
Dia tidak marah, merasa bahwa seharusnya tidak melakukan kesalahan adalah fakta baginya.
Kemudian dia menemukan Alvius yang dalam keadaan berlari dari arah sebaliknya. Dia bersyukur menemukan Alvius dan memeluknya dengan perasaan lega.
Yohan juga senang ketika akhirnya Alvius kembali.
Tapi, itu benar-benar juga menjadi pilihan dari Alvius sendiri.
Dia berkata “Maaf, maafkan aku karena berkata kasar.” dan dia pun menangis. Dia sangat depresi ketika memikirkan kemungkinan terburuk hubungannya dengan keluarganya.
Dia tidak bisa melakukan kesalahan yang bisa berakibat fatal pada masa depan yang dia rencanakan.
Felix tahu, bahwa anaknya ini lebih cerdas darinya. Hanya itu.
Dia tidak tahu, bahwa putranya yang satu ini sangat manipulatif dan pandai berakting. Namun, bisa dipastikan jika satu ini dia tidak melakukan kedua hal itu, melainkan tulus merasa bersalah.
Dan mereka pun pulang kembali ke rumah.
Felix, Yohan, dan juga Alvius duduk bersama di ruang tamu. Kemudian Felix menceritakan semuanya kepada kedua putranya apa yang selama ini mengganggunya.
Seorang wanita yang dia sangat cintai. Dia malu, jika kenyataannya ketika tiba disini dia masih belum bisa melupakan rasa sakitnya.„
Koneksinya terhadap Gereja Suci Lindon dan sisa-sisa kenangan milik istrinya ada disini.„
Para bangsawan yang mengenalnya dan juga istrinya.„
Dan terakhir, kenyataan yang seharusnya tidak pernah dia ingin katakan atau memberitahu kepada anaknya.
“Ibu kalian, adalah putri dari keluarga Viscount Atarasia.”
Fakta bahwa dia telah menikahi seorang putri dari Viscount di Kerajaan ini. Dia yang tidak memiliki status, dia yang hanya orang biasa, jatuh cinta kepada wanita pemberani yang memutus hubungan dengan keluarganya demi bisa bersamanya.
Yohan kaget dan Alvius begitu juga. Mereka tidak menyangka ada darah bangsawan yang mengalir dalam diri mereka. Dan yang lebih parah, mereka bisa di bilang setengah bangsawan.
Hanya dengan membayangkannya saja mereka tahu, jika faktor ini bocor maka apa yang akan terjadi selanjutnya di kehidupan mereka.
Karena Felix berat untuk mengatakan fakta ini, tapi dia tetap melakukannya. Dia terlihat sedih, kacau, dan pikirannya kemana-mana. Pada akhirnya dia hanya bisa menghancurkan segalanya yang telah di siapkan dengan baik.
Tapi, apa? Ketika Felix menjelaskan itu semua. Kedua putranya tidak mengatakan apapun. Dia kemudian mengangkat kepalanya dan melihat mereka, mereka tersenyum kepadanya.
Yohan berkata “Terima kasih karena menceritakan semuanya ayah. Itu pasti berat. Maaf karena sudah membebanimu.” dan meraih tangan ayahnya.
Kemudian Alvius, “Ayah...” dia menggelengkan kepalanya dan melanjutkan dengan ekspresi sayang. “Tidak peduli apa itu, aku hanya memilikimu dan kak Yohan. Itu lebih dari cukup.” dia juga menggenggam tangan ayahnya yang satunya.
Felix tidak bisa menahan ledakan emosi ini dan pada akhirnya dia meneteskan air mata yang mengalir deras, sangat deras kemudian dia berbicara dengan isakan kuat.
“Ayah, hiks... Terima kasih, hiks... Kalian memang, hiks... Anak-anak yang luar biasa!”
Yohan dan Alvius terkekeh geli melihat Felix menangis seperti Big-baby.
Mereka akhirnya tahu mengapa ibu mereka mengatakan bahwa ayah mereka adalah pria yang cengeng.
Masalah telah selesai dan kesalahpahaman di antara mereka sepenuhnya telah diperbaiki.
Tapi tidak di tempat yang lain...
***
Di dalam kediaman mansion Duke Charita.
Kepala pelayan yang menjadi sekretaris dan juga melayani Duke selama puluhan tahun bergegas ke ruangan Duke dan melaporkan sesuatu.
“Duke, Tuan muda kembali.”
Mendengar itu Duke Charita hanya bereaksi kecil dan tatapan yang tidak tertarik menjadi semakin dingin dan suram. Lalu seseorang masuk ke dalam ruangan tanpa menunggu izin.
Duke Charita tahu siapa berandal itu yang tidak tahu sopan santun dan menerobos masuk ke ruangan kerjanya pada malam hari.
“Kenapa kau datang kesini? Sudah kukatakan padamu untuk tidak keluar masuk kediamanku seperti seekor anjing yang terbiasa terhadap rumahnya.”
Dia tetap melanjutkan pekerjaannya bahkan tanpa memandang lebih ke arah depan, tepat pada lawan bicaranya. Suara pena yang menggosok bagian kertas bisa terdengar dalam kesunyian ini.
Kepala pelayan merasa tidak enak pada arah ini dan dia merasa canggung melihat kedua orang ini selalu dalam tekanan.
Dan orang yang ada di depannya berbicara.
“Aku tidak akan memanggilmu ‘Ayah’ sebelum aku benar-benar membuktikannya padamu bahwa aku layak.”
Masih tidak tergerak, Duke melanjutkan menulis pada kertas yang dia kerjakan, seperti dokumen itu lebih penting dari apapun.
Mengapa tidak? Pria yang berbicara ini tahu bahwa Duke Charita yang seharusnya dia panggil dengan sebutan ‘Ayah, papa dan lainnya’ tidak pernah tertarik padanya. Itu karena dia memang tidak dianggap anak olehnya.
Lalu bagaimana bisa anak ini berbicara seperti ini? Kepala pelayan bingung disitu, dia tahu bahwa tuan muda ini tidak pernah berani atau menentang Duke Charita. Dan... Apa itu? Aura yang ada di sekitar tuan muda alirannya berbeda dari biasanya.
“Aku menemukannya, ‘The Light’.”
Hanya dengan mendengar dua kata itu, Duke Charita menghentikan tangannya dan retinanya tertarik ke atas untuk melihat sosok di depannya dengan jelas.
Raut wajah yang tanpa ekspresi, alis yang terlihat sangat arogan, dan lukisan wajah dari orang yang tidak ingin dia ingat terlukis jelas pada sosok anak ini. Dan lagi mata itu... Mata merah itu sama seperti miliknya, melihat itu Duke Charita merengutkan alisnya.
“Apa yang kau katakan?”
“Aku menemukannya, cahaya yang bisa menerangiku.”
Mata Duke Charita bertanya-tanya, seperti. ‘Kau? Menemukannya?’ dan menarik alisnya ke atas. Dia tahu bahwa itu bisa menjadi omong kosong dan tidak ada kemungkinannya.
Tapi... Mengapa wajah anak ini seperti itu?
Mata merah menyala yang seharusnya padam sejak dulu, bibir yang tidak pernah tersenyum. Kini terlihat hidup, anak di depannya tersenyum seperti orang gila.
“Duke, jangan khawatir, aku tidak akan mengganggumu. Tapi, satu hal. Kutukan yang ada di dalam diriku sepertinya bukanlah kutukan, melainkan berkah, jika tidak aku tidak akan bertemu sosok malaikat itu.”
Lalu dia berjalan di sepanjang ruangan ini dan melanjutkan kalimatnya.
“Artinya, aku tidak peduli, bahwa kau menganggapku anak atau tidak. Aku juga tidak tertarik. Nama yang ada di belakangku hanyalah nama yang membelenggu, itu faktanya.” dia memutar kepalanya sampai terdengar retakan dari lehernya kemudian menyeringai mengerikan.
“Terima kasih, karena tidak membunuhku.”
Duke Charita terpancing emosinya dan mengerutkan dahinya benar-benar ke dalam. Dia tidak berpikir itu hinaan, tapi perlakuannya yang tidak sopan itulah yang membuatnya bangkit dari kursinya.
“Heros De Charita. Kau bilang kau menemukannya, yang menjadi cahaya dan orang yang bisa mengeluarkanmu dari situasimu?”
“... Itu benar.”
Brak! Duke Charita menghentak mejanya, bahkan Kepala pelayan atau sekretarisnya sampai terkejut di buatnya.
“Jangan gila!” di ruangan yang gelap ini yang hanya kegelapan yang di izinkan masuk membuat ketegangan semakin kuat. Duke Charita melanjutkan dengan sangat marah. “Apapun yang kau lakukan! Tidak akan ada cara untuk menghilangkan kutukan yang sudah ada sejak turun temurun dari generasi ke generasi! Aku! Dan juga kau!”
Hingga akhirnya dia terengah-engah kehilangan napas, saking emosinya dia mengeluarkan semua yang ada di benaknya.
Anak ini, anak yang bernama Heros De Charita. Yang juga anak yang diselamatkan dari kekejaman tindasan diskriminasi bahwa kenyataannya dia anak haram dari keluarga ini. Tidak mengubah fakta bahwa dia juga bisa bertindak semaunya.
Heros mengangkat pundaknya dan satu alisnya terangkat. Dia tidak peduli pada apapun yang dikatakan Duke Charita.
“Siapa tahu. Aku tidak peduli dengan generasi keluarga ini. Tapi, demi diriku sendiri. Kutukanku, tidak bereaksi ketika sihir suci orang itu masuk ke dalam tubuhku.”
Kepala pelayan dan juga Duke Charita terkejut dan retina mereka terbelalak lebar. Mereka tahu tentang apa yang Heros ucapkan dan pastinya hanya canda biasa, seharusnya jika mereka menangkap kalimatnya seperti itu. Tetapi, jika Heros sendiri yang mengatakan itu terasa seperti memang benar.
Heros bukan tipe yang akan berbohong atau menipu. Personalitasnya bahkan lebih buruk dari itu, dia suka mempermainkan perasaan orang yang tidak dia suka, dia tidak naif dan juga berpikiran sedikit reaktif terhadap tipu muslihat.
Duke Charita tidak bisa untuk menahan ekspresinya yang tegang itu. “Itu tidak mungkin. Tidak ada sihir suci yang bisa masuk ke dalam tubuh keluarga Charita...”
Kemudian dia sentak sadar seperti mendapatkan jawaban di dalam kepalanya. Heros tersenyum disitu dan terlihat meremehkan lawan bicaranya yang meskipun dia adalah ayahnya. Dia tidak menganggapnya ayah, melainkan tuan rumah.
Melihat reaksi Duke Charita baginya sudah cukup menyenangkannya dan membuatnya puas. Itu memang adalah tujuannya dan sekarang karena itu sudah tercapai dia pun meninggalkan kediaman.
Duke Charita terduduk lemas dan menghela napas seperti telah berhadapan dengan sesuatu yang membuat mentalnya jatuh. Kemudian dengan pandangan serius dia menyatukan tangannya.
Kepala pelayan di sebelahnya sudah menunggu kesempatan pun berbicara namun dengan nada hati-hati agar tidak menyinggung.
“Duke, apa saya harus mencari tahu?”
“Tidak, untuk apa? Bahkan tanpa mencari tahu dan hanya memprediksinya saja aku bisa menebaknya.”
“Maksud anda?”
Kelopak mata Duke Charita menyipit dan menjadi sedikit tajam seperti ada jarum di bola matanya yang bersinar kemerahan.
“Sepertinya rumor itu benar. Bahwa, seorang Saint baru telah lahir. Jika itu benar, maka orang yang di sanjung oleh anak itu tidak lain adalah Saint itu sendiri. Karena hanya sihir suci yang kuat saja yang bisa menekan kekuatan kutukan generasi Charita, seperti pemilik Gereja.”
Mengetahui fakta itu saja sudah membuatnya terasa berat ketika mengatakannya. Dia tidak mengucapkannya dengan nada benci atau marah, dia tahu itu tidak berguna.
Sebagai seorang Duke yang melindungi Kerajaan ini dari ratusan dekade dari masa leluhurnya dia tahu dan lebih paham apa yang tidak dan bisa dilakukan oleh leluhurnya.
Kutukan dan kutukan yang terus menjadi kekuatannya. Kutukan itu juga yang terus menurun pada keturunan mereka, tapi mereka tidak bisa membenci kutukan yang ada di tubuh mereka. Lalu kutukan apa itu?
‘Kutukan tanah tergelap’. Yang membuat segala sihir terutama sihir suci dan penyembuh tidak bisa masuk ke dalam diri mereka dan menyembuhkan luka mereka, jika mereka terluka maka itu harus diobati sendiri dan sembuhnya bisa memakan waktu sangat lama. Sebagai gantinya, mereka di beri kekuatan kegelapan. Seperti sihir hitam.
Duke Charita menempelkan punggungnya ke belakang dan menelengkan kepalanya sedikit.
“Sepertinya, Heros akan menjadi generasi terakhir yang memiliki kutukan Charita.”
Dengan senyuman pahit dia mengatakan itu, tidak sedih dan tidak bahagia.
Itu karena dia lebih tahu rasa sakitnya lebih dari siapapun tentang kutukan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments