Saya telah berhasil menyelesaikan mengisi semua soal dengan jawaban yang di bantu dengan monitor. Kemudian saya melihat ke arah yang lain dengan diam-diam. Saya melihat bahwa mereka semua fokus.
Lalu ketika tatapan saya menuju ke meja di mana berandal itu duduk dia menyadari saya dan menyeringai seolah dia mengatakan bahwa saya tidak bisa mengerjakan soal.
Kemudian disana dia juga tiba-tiba mengangkat tangan dan mengajukan sesuatu untuk berbicara kepada Priest.
“Penguji. Lihatlah anak kampung itu. Sepertinya dia tidak bisa mengerjakan tugasnya dan melihat yang lain untuk mencari contekan.”
Bajingan sialan itu!
Dia begitu karena merasa tinggi dengan statusnya dan menuduh saya menuju fitnah yang tidak memiliki alasan yang mendasar. Dan akibat dirinya juga kini perhatian tidak enak tertuju pada saya. Mereka semua gelisah dan menutupi soal jawaban ujian mereka.
Kemudian penguji berdiri dari tempat duduk dan berjalan ke arah saya.
Karena berandal kecil itu saya jadi mendapatkan masalah.
“Apa itu benar?” Priest bertanya. Alih-alih bertanya, pada nada suaranya dia seperti mengintrogasi saya dan menatap rendah saya dari atas kepalanya. Saya merasa sudah tidak perlu bertingkah seperti anak polos yang tidak tahu apa-apa dan berdiri dari tempat duduk.
“Mengapa saya harus mencontek, selagi saya sudah menyelesaikan tugas saya sendiri.” saya menyerahkan seluruh soal jawaban ujian kepada penguji dengan langsung menyodorkannya ke depan.
“Saya tidak ada niag atau mencontek. Mengapa saya harus mencontek, ketika saya yakin dengan kemampuan saya dan jawaban yang saya tulis.” saya melirik ke arah berandal kecil yang saya tidak ingin ketahui namanya dan melanjutkan. “Karena saya sudah selesai, bisa saya pergi?”
Penguji melihat pada saya dengan tatapan tidak tertarik lalu mengalihkan pada soal jawaban saya untuk dia periksa. Setelah memeriksa semua dengan baik dan jelas dia kembali melirik saya dengan menaikkan kaca matanya.
“Hm, baiklah kamu bisa pergi meninggalkan ruangan. Kamu sudah melakukan yang terbaik.” dengan mengatakan itu dan semuanya selesai dia berbalik dan menuju kursinya kembali seperti ini bukan lagi urusannya.
Saya senang karena dia tidak begitu peduli. Karena sekarang saya ada waktu untuk pergi, mungkin sekarang Yohan sedang melakukan ujiannya. Kemudian saya berjalan untuk keluar ruangan dan sebentar saya berhenti di dekat meja berandal ini dan meliriknya untuk memberinya seringai puas dan berbicara pelan.
“Jangan mencontek, bodoh.”
Berandal ini menggeram dan menggertakan giginya dengan kesal dan menekan kuat penanya seolah dia bisa mematahkannya menjadi dua. Kemudian saya melihat ke seluruh meja bahwa yang lain juga merasa demikian saat menatap saya dengan curiga dan kesal.
Saya hanya bisa bilang, rasakan itu! Dan keluar dari ruangan.
***
Saya berjalan menelusuri koridor di sepanjang jalan saya, saya tidak tahu dengan jelas arahnya dimana saya bisa menuju Yohan dan sekarang saya berjalan dengan tergesa-gesa karena sudah dari tadi tidak menemukan tempat tujuan.
Kemudian ada seseorang anak yang bisa dilihat dari fisiknya sedikit lebih tua dari saya berjalan dari arah berlawanan dari saya dengan membawa buku yang dia peluk. Dia mempunya kulit sedikit kecoklatan dan mata bewarna gelap. Saya tidak punya pilihan selain meminta tolong pada pria asing.
“Anu, permisi. Bisa minta tolong. Saya sedang mencari jalan untuk pergi menuju tempat ujian praktik sebagai Paladin. Itu dimana yah...?”
Retina hitam pria ini perlahan memperhatikan saya sebelum benar-benar menjawab dengan tulus dengan menunjuk. “Ada disana, dari sana lalu ke kiri dan lurus lagi, ada lapangan latihan disana.”
Dia hanya berkata ini dan itu secara tidak jelas namun saya tidak punya pilihan selain berterima kasih, bukan. Dia sudah repot-repot menghentikan jalannya demi menjawab saya.
“Baik, terima kasih banyak, tuan.”
Baiklah mungkin dengan bantuan monitor itu bisa menjadi sangat jelas. Dengan begitu saya menunduk sedikit lalu pergi ke arah yang dia tunjuk tadi dari arah yang dia datangi sebelumnya. Namun tiba-tiba dengan anehnya pria ini menarik tangan saya dan tatapannya menjadi seperti cemas dan lebar.
“Anu, apa ada sesuatu?”
Apa dia tidak sadar apa yang dia lakukan sampai dia menjatuhkan buku-buku yang dia bawa hanya demi menarik saya. Lalu dia melepaskan genggaman tangannya pada saya dengan cepat dan bertingkah seperti telah tidak sopan kepada saya.
Tetapi, setelah mengambil barang-barangnya yang jatuh dengan terburu-buru bahkan dia segera berlari dari koridor dan tidak mengatakan apapun karena bertingkah aneh seperti itu. Dia benar-benar pria yang aneh.
Daripada itu hal yang tidak penting saya melanjutkan jalan untuk segera pergi ke tempat Yohan dengan bantuan monitor atas petunjuk pria aneh itu.
Setelah beberapa menit akhirnya saya sampai di tempat dimana pelatihan Yohan di mulai. Dari apa yang bisa saya lihat mereka menguji para peserta ujian menggunakan pedang sungguhan, apa itu tidak terlalu berbahaya? Bukankah biasanya menggunakan pedang kayu atau semacamnya.
Banyak peserta pria daripada wanita disini dan saya berusaha mencari Yohan namun saya tidak menemukannya dimanapun. Saya punya firasat buruk namun saya menghentikan pikiran negatif tersebut dan terus mencari Yohan.
Dari kiri ke kanan dan kanan ke kiri saya teliti dengan begitu baik. Dan disana saya melihatnya, pria berambut perak. Saya tertawa dengan mendengus kecil, hanya satu pria yang memiliki rambut seperti itu di mata saya.
Yohan sedang duduk di kursi penonton, dan tengah melihat pertandingan antara lawan yang lain. Sepertinya dia sedang menunggu gilirannya.
“Baiklah, selanjutnya giliran peserta Yohan dan—”
Disana ketika Yohan terpanggil dia memang maju, namun nama lawannya belum disebutkan karena tiba-tiba ada seseorang yang mengangkat tangannya terlebih dahulu.
“Penguji bisakah saya maju.”
Penguji itu melihat pada daftar peserta sejenak lalu membuat keputusan.
“Tentu. Karena giliranmu juga sebentar lagi. Jadi tidak masalah untuk mengganti lawan. Majulah.”
Dengan itu pria itu turun dari tempatnya dan menuju lapangan. Mungkin Yohan akan menganggap bahwa lawannya biasa seperti yang lain. Namun, jika adiknya melihat musuhnya dengan jelas maka dia pasti sudah tahu bahwa lawannya sedang membuat skema licik ketika dia menyeringai seperti rubah kecil.
“Baiklah angkat pedang kalian ke atas. Ingat ini adalah antara lawan menyerah atau pertarungan berat sebelah hingga penguji menghentikan pertarungan yang membahayakan.” kemudian Yohan dan lawannya mengangkat bilahnya ke atas untuk memberi penghormatan dan penguji memulai pertarungan. “Mulai!”
Yohan maju. Tetapi, seperti kata Alvius dan menurut apa yang telah dia tulis di formulir ketiga bahwa dia hanya sekedar memiliki Skill tingkat rendah dan tidak ada tanda-tanda dia ahli dalam itu sekalipun. Jadi harus menahan diri.
Musuhnya mulai menendang tanah dan memutar pedangnya dengan ahli. Cukup dilihat dengan mata telanjang musuhnya lebih ahli dari Yohan ketika dia menyeret pedang untuk menebas udara.
Dengan bunyi ‘Tang!’ keras tabrakan besi dua pedang itu saling bertabrakan. Dengan cepat musuhnya melanjutkan kesempatan ini dan meneruskan kinerjanya untuk menekan Yohan.
Ada satu hal yang tidak diperbolehkan dalam arena ini ketika ujian, tidak boleh menggunakan sihir.
Namun, rubah licik itu menyeringai dan memberi bumbu jebakan pada tanah yang akan diinjak oleh Yohan.
Saya menyadarinya dan ingin berteriak mengutuk lawan dari Yohan. Tapi, saya tidak bisa ikut terlibat dan hanya melihat dari sini. Saya cemas dengan Yohan. Karena dia berusaha menahan diri.
Dengan itu. Saat musuh mulai menebas maju dengan frontal dan Yohan harus terpaksa melompat mundur tiba-tiba tanah yang dia injak menjadi tanah gundukan yang berlubang dan membuatnya jatuh terduduk seolah dia tersandung dengan tidak sengaja.
Para penonton tertawa, musuhnya pun terlihat puas dan menempatkan pedangnya di bahu dan menepuk pundaknya dengan santai. Dia menyeringai licik dan berkata. “Hei, ayolah yang serius. Kita tidak sedang bermain disini.” dengan tawa kerasnya dia membuat perhatian memihak padanya.
Yohan hanya merenung diam disana. Tidak berbicara dan tidak melakukan pembalasan. Namun, dia tetap bangkit, mengambil pedangnya, dan membersihkan debu di bokongnya.
“Penguji, saya belum menyerah apakah bisa lanjut?”
Penguji itu juga terlihat ragu-ragu sejenak karena berpikir mungkin Yohan sudah tidak bisa bertahan lagi karena malu kemudian dia tahu ketika melihat sorot matanya. Matanya terlihat hidup dan menakutkan.
Mengapa demikian?
[‘Monarch of Diligent’ sedang melihat anda!]
Karena dia tahu tanpa melihat dan mencarinya. Bahwa adiknya kini sedang melihatnya dari dekat. Dia tahu bahwa adiknya yang jenius telah menyelesaikan ujian dan demi dirinya adiknya datang hanya demi melihatnya menyelesaikan tugasnya.
Yohan menyeringai dan berbicara dalam hatinya. ‘Adikku memang luar biasa.’ kemudian dia melihat lawannya dengan mata yang menyala itu dan kembali mengangkat pedangnya dengan serius.
Melihat tatapan mata Yohan, rubah licik itu geram dan mengerutkan keningnya sangat dalam dan mendecikkan lidah. Dia gagal menjatuhkan harga diri Yohan bahkan dengan ini. ‘Maka sebaiknya aku memakai cara kekerasan untuk benar-benar membuat orang kampung ini merasa malu.’ dan dia maju terlebih dulu dan menukik kuat mengayunkan pedangnya.
Tangtangtang!
Tabrakan pedang mereka semakin intens dan kuat. Rubah licik itu terkejut bahwa sepertinya aliran dari Yohan telah berubah, gelombang tekanan disekitarnya seperti ada hawa yang mengalir dengan lembut padanya.
Yohan dengan ahli memutar pedangnya searah jarum jam dan menjaga mobilitasnya. Sekarang dia terlihat membuat musuhnya mundur sedikit demi sedikit. Ketika orang-orang fokus pada pertarungan mereka yang memukau, Yohan berbicara.
“Hei, seriuslah. Jika tidak aku tidak menjamin kau bisa selamat.” dia tahu cara menghina lawannya dengan baik dan menyeringai puas ketika bisa menekan lawannya.
Erangan kuat dari musuhnya yang berusaha melawan tekanan itu dan berusaha mengubah alur ini. Tapi, itu tidak bisa.
[‘Monarch of Diligent’ melihat dan memberi semangat.]
Dengan pesan itu musuhnya benar-benar tidak bisa berkutik. Bilah pedang Yohan mengeluarkan sinar dan asap kehijauan alami yang memutari bilahnya.
Penguji sekaligus peserta lain terkejut tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. “Aura!”
Dengan itu Yohan mengangkat pedangnya ke atas dan menebas ke bawah dengan seluruh kekuatan yang dia bisa keluarkan.
Dudududugu!
Mata lawannya tertutup tidak berdaya ketika mendapatkan serangan itu. Dia takut, dia tahu bahwa dia bisa mati jika menerima serangan itu dan putus asa. Tetapi, ketika dia membuka matanya dan melihat kemana arah serangan besar itu pergi. Sebuah bekas kehancuran ada tepat di samping kaki kirinya hingga 20 meter di belakangnya.
Energi ledakan yang disebabkan aura yang dikeluarkan pada pedang Yohan menjadi saksi kekuatannya yang tidak bisa dia tahan pada akhirnya. Kini musuhnya menjadi terduduk tidak berdaya di tanah.
“Maaf, aku berlebihan.” mengakhiri itu dia tahu bahwa musuhnya sudah menyerah ketika dia menutup matanya. Dan memberikan senyum seringai puas pada kemenangannya.
Kemudian Alvius yang melihat dari jauh juga memasang senyum puas melihat Yohan menang dan bangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments