Hari ini kami memutuskan untuk pergi kembali ke Gereja Suci Lindon.
Dengan atau tanpa sesuatu. Karena kami mendapatkan surat panggilan tersendiri yang mengatakan bahwa mereka ingin kami segera ke sana setidaknya hari ini. Dan kemudian kami semua kesana dengan ayah juga ikut serta.
Setelah kami sampai dan masuk ke dalam Gereja, kami melihat banyak sekali anak-anak berkumpul di satu tempat. Tepatnya di papan pengumuman di pajang.
Ah, saya ingat. Di surat juga tertulis jika hasil ujian antara yang tertulis dan ujian praktik juga telah keluar. Bukankah itu terlalu cepat? Hanya berlangsung sehari setelah ujian di dilaksanakan.
Saya dan juga Yohan ingin pergi dan melihat juga. Tetapi, keramaian seperti tidak membuat jalan bagi kami untuk bisa melihat lebih dekat.
“Apa anda tuan Raven? Tuan Felix Raven?”
Pria yang memakai jubah Priest mendatangi ayah saya dengan senyuman dan keramahan seolah memang menunggu kedatangan kami dan menyambut kami. Tapi, bagi saya itu terlihat mencurigakan, saya harus tetap waspada.
Lalu kami bertiga di pandu jalan kami oleh pria ini. Entah untuk pergi kemana saya, Yohan, dan ayah sama sekali tidak tahu. Namun, yang pasti dalam surat yang datang ke rumah kami menuliskan bahwa mereka pihak Gereja ingin bertemu kami.
Di samping saya ayah terlihat gugup. Tidak, lebih dari gugup dia seperti terlihat aneh pada tatapannya yang tidak enak.
Setelah sampai di depan ruangan tertentu. “Silahkan masuk tuan.” dan mengatakan itu, pria ini pergi begitu saja.
Ayah saya mengetuk pintu. Kemudian suara datang dari dalam ruangan “Masuk.” itu seperti suara seorang wanita.
Kami pun masuk ke dalam ruangan tanpa banyak berpikir. Di depan kami, saya bisa melihat wanita setidaknya paruh baya sedang duduk dekat meja dengan tumpukkan dokumen yang menggunung.
“Direktur...”
Disitu saya kaget dan melihat ke arah ayah, bahkan Yohan pun demikian. Apa ayah mengenal orang ini? Tapi, sebentar. Mengapa wajah ayah terlihat tidak senang dan penuh hawa dingin.
“Lama tidak bertemu, Felix Raven. Apa sudah lebih dari 5 tahun.” orang yang dipanggil ayah Direktur bangkit dari tempat duduknya dan tersenyum kepada kami.
Di sebelah, saya bisa mendengar ayah menggertakan giginya dengan sangat kesal. Kenapa ayah terlihat marah? Apa orang di depan kami adalah orang yang buruk sehingga membawa pengaruh negatif pada ayah seolah membawa luka lama.
Saya bahkan tidak pernah melihat ayah seemosi ini.
Yohan yang di pinggir lain saya berbicara dengan nada rendah. “Ayah...”
Dengan itu ayah tersentak kecil dan melihat ke arah Yohan dan saya dengan tatapan sedih. Dia tidak sadar jika dia termakan oleh emosi jahat dalam hatinya. Kemudian dia membuang napas dan mencoba berpikir jernih.
“Ada keperluan apa hingga Direktur sendiri memanggil kami?”
“Apa saya tidak boleh bertemu dengan peserta ujian yang diadakan di tempat saya?” ada tawa kecil pada perkataannya dan dia melanjutkan. “Duduklah tuan Raven, sepertinya tidak enak membiarkan putra manismu tetap berdiri.”
Saya yang melihat ayah masih membatu pada pikirannya, kemudian saya harus menarik kerah lengannya dengan tarikkan kecil untuk membuatnya melihat saya.
Ayah kemudian mengelus kepala saya dan mengatakan “Duduklah.” dan kami duduk di sofa ruang tamu ini.
Direktur yang ada di depan kami memulai kembali pembicaraannya dengan ayah saya.
“Tolong jangan melihat saya seperti itu. Ketika saya melakukan rapat kemarin para Priest di tempat saya menjadi heboh dan ramai. Begitu saya cek ternyata penyebabnya ada di depan mata saya sekarang.” lalu Direktur menatap saya lalu pada Yohan.
Saya berpikir. Apakah kami anak-anak benar boleh mendengar dan mengikuti pembicaraan orang dewasa ini? Jika bisa saya lihat, ayah sepertinya tidak ingin kami terlibat lebih dalam dengan orang di depan kami. Tapi, dia sendiri yang berkata bahwa orang di depan kami adalah Direktur. Jika benar maka beliau adalah pemilik tempat ini.
“Tuan Raven, saya senang anda memutuskan kembali ke ibu kota dan bisa bertemu dengan anda dan putra-putra anda yang tampan ini.” Direktur lalu menyeduh teh dan menuangkannya pada cangkir kosong untuk di berikan kepada kami.
Lalu dia melanjutkan perkataannya.
“Saya terkejut ketika melihat nama belakang yang tidak asing. Dan ternyata adalah milik anda. Dan untuk itu, Tuan Raven jika anda masih memikirkan tentang itu, saya sekali lagi minta maaf.”
Minta maaf? Saya hanya bisa bertanya-tanya penasaran. Ayah terlihat tidak baik, dia mengarahkan pandangannya ke arah lain dan menggigit giginya dengan kuat. Emosinya sepertinya sedang bertarung demi rasionalitasnya.
“Jangan katakan apa-apa lagi Direktur. Jika saya tidak melakukan itu maka saya tidak akan sudi membawa kedua putra saya bahkan menginjakkan kaki disini.” ayah menjawab dengan kerutan di dahinya dengan tatapan serius. “Saya tidak ingin membawa masalah itu sekarang. Dan semua yang saya lakukan sekarang demi anak-anak saya.”
Direktur tersenyum ringan dengan kerutan pada sudut bibirnya yang mungkin karena penuaannya. Lalu dia berbicara dengan nada halus. “Saya mengerti.”
Saya benar-benar berpikir bahwa memang saya dan Yohan tidak seharusnya terlibat. Sepertinya hal yang dibicarakan ayah dan Direktur ini sangat mendalam dan penuh dengan emosi.
Ayah saya pun berbicara alih-alih ingin segera pada titik pointnya dan tidak ingin terlalu lama.
“Jadi, tolong. Saya memang membawa anak saya untuk ikut ujian. Namun, jangan sekali anda berpikir untuk memanfaatkan mereka. Saya juga, tidak akan meminta perlakuan khusus atau keadaan dimana saya harus terlihat mengemis.”
Mendengar ucapan ayah, Direktur tidak bisa bereaksi dan menatap lurus dengan mulut terbuka lalu kemudian tatapan Direktur berubah menjadi sedih dan terkadang dia melihat ke bawah kemudian mengangkat lagi kepalanya untuk menatap ayah dan berbicara.
“Tuan Raven. Dengan serius anda bisa memanfaatkan saya. Karena saya sudah berjanji untuk membantu anda demi Ali—”
“Direktur!” tiba-tiba ayah menyentak kuat dan menghentikan Direktur dari kosakatanya. “Cukup. Tidak di depan anak saya.”
“Benar, saya minta maaf.”
Ayah lalu mendengus mengeluarkan napas kekesalannya dan berbicara untuk memuaskan perkataan Direktur padanya tadi.
“Saya tetap tidak ingin menerima apapun dari tempat ini. Saya ingin kedua putra saya berjuang dengan kekuatan mereka sendiri dan di akui oleh yang lain dengan mata kepala mereka sendiri. Saya tidak ingin yang lain berpikir bahwa putra saya mendapatkan keistimewaan karena koneksi saya kepada anda.”
Direktur bisa memahami apa yang dikatakan ayah kepadanya. Ini tentang diskriminasi dan juga tidak jauh dari kata nepotisme yang biasa terjadi di kalangan rakyat jelata dan bangsawan. Jadi maksud ayah adalah biarkan kami yang rakyat jelata berusaha semampu kami dengan keringat kami sendiri.
Saya tidak menyalahkan ayah. Dia benar seutuhnya. Entah kenapa disini saya malah bangga dan bukan penasaran dengan apa yang sebenarnya mereka obrolkan dari tadi.
“Mari kita terus terang saja. Mengapa anda memanggil saya dan putra saya?”
“Ah, itu...” Direktur sadar saat itu. Bahwa sebenarnya tujuannya kami dipanggil kemari bukan untuk obrolan ringan dengan meminum teh dalam cangkir dan bersantai, tentu bukan.
Dengan ‘Ahem’ Direktur menjelaskan maksudnya. “Saya ingin bertemu dengan kedua putra anda. Anda tahu mengapa saya memanggil mereka. Jadi saya tidak perlu menjelaskannya dan ingin meminta izin pada anda apakah saya di perbolehkan sedikit menyentuh putra anda?”
Mengetahui niat Direktur, ayah kemudian menatap padanya tidak enak. Lalu dia menatap antara saya dan Yohan.
Seperti yang dikatakan Direktur kepadanya, bahwa dia tahu tujuan Direktur tanpa harus dia menjelaskan panjang lembar. Tanpa lama kemudian ayah berbicara pada kami.
“Mendekatlah padanya. Beliau hanya akan memeriksamu. Apakah kalian memiliki potensi atau tidak, seperti itu. Tidak perlu takut, ayah tahu kalian berbakat bahkan tanpa melihat lebih dalam lagi.” dengan senyum penuh kasih sayang dan keyakinan kepada kami ayah menepuk pundak kami.
Kami pun mengangguk. Setelah itu saya melihat pada Direktur dan sepertinya dia tertarik jika saya maju terlebih dahulu kepadanya. Baiklah, kalau begitu saya berjalan mendekat ke arahnya dan duduk di kursi satu orang yang sudah dia sediakan di dekatnya.
“Siapa namamu nak?” dia bertanya dengan lembut.
Kemudian saya sadar jika selama ini tingkah saya tidak mencerminkan anak usia 8 tahun. Jadi saya mencoba untuk senatural mungkin, mengikuti insting anak kecil dalam tubuh saya.
Saya tersenyum dan menjawab. “Alvius Raven.”
Mata Direktur sedikit terbelalak mendengar itu. Lalu disana dia seperti melihat dengan tidak percaya kepada saya lalu melihat ke arah ayah untuk memastikan. Disana ayah hanya mengangguk kepadanya tanpa memberikan jawaban penjelasan.
“Kamu tumbuh menjadi anak yang manis, syukurlah.”
Saya tidak tahu dengan apa yang terjadi. Dia terlihat seperti terharu melihat saya dan juga di dalam matanya terlihat seperti bukan melihat saya, tetapi melihat sosok yang mungkin mirip dengan saya.
“Baiklah, bisakah ulurkan tanganmu.”
“Mhm.”
Gugugu!
Suara menyengat dan alarm peringatan menyerbu kepala saya dengan ganas dan secara berkala. Itu tiba-tiba sekali dan membuat monitor keluar seperti memberitahu saya secara terpaksa.
[Peringatan! Target di depan memiliki kemungkinan yang berbahaya. Target akan menggunakan ‘Eye of the Truth’ yang bisa melihat segala kebenaran yang terlihat mustahil. Itu sama seperti Appraisal namun tidak terlalu kuat. Tetapi, itu akan berbahaya jika melihat langsung pada anda!]
Gawat dia tidak boleh mengetahui kebenaran pada saya. Tunggu, monitor! Apa yang dimaksud dengan melihat ke dalam?
[Semuanya! Termasuk kebenaran yang anda sembunyikan!]
Kehidupan kedua?
Tidak mungkin. Saya segera panik dan tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi genting ini. Dia sudah menyentuh tangan saya. Jika dia berhasil melihat ke dalam diri saya maka....
[Menjawab. Anda tidak perlu khawatir lagi.]
Apa?
Direktur pun akhirnya membuka mata batinnya. Matanya menjadi berkilauan dan bersinar dan itu bisa melihat kebenaran langsung ke dalam tubuh saya.
Saya secara reflek memejamkan mata saya sedalamnya. Saya takut bahwa nanti dia akan benar-benar menemukan kebenaran dari saya.
Sesaat kemudian dengan suara ganas dari ‘Klolop!’ pada suara yang biasa dihasilkan monitor ketika muncul, pesan miliknya muncul di depan retina saya.
[Pengambil alih dimulai.]
[Skill ‘Gaze of Wisdom (L)’ berhasil di dapatkan. Skill di aktifkan!]
Direktur telah menyelam ke dalam diri saya untuk mencari kebenaran yang dia cari. Sebagai informasi, dia telah menyelam ke dalam jurang dasar informasi yang gelap.
Tetapi, dia merasa aneh bahwa dia tidak menemukan apapun di dalam jiwa anak ini. Dan dia semakin meningkatkan kemampuan matanya dan itu mengeluarkan gelombang dahsyat yang terpancar dengan sinar ketika dia memaksa untuk menerobos.
Kemudian, sesuatu muncul di depannya. Tidak, tapi di atasnya. Namun itu bukan informasi.
Dundundun!!
Dia melihat mata raksasa melihat ke arahnya dan jumlah mata itu tidak hanya satu pasang. Melainkan ada tujuh pasang mata yang kini melihatnya balik.
Direktur bergidik dan merinding ketakutan besar, lalu “Kyaaak!!” dia menjerit begitu histeris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments