Bab 18. Dipecat

Sekitar pukul delapan malam selepas menunaikan ibadah Salat Isya berjamaah di Masjid tempat kami melangsungkan pernikahan, aku dan Kak Rey akhirnya pulang dalam satu mobil. Kami duduk di kabin penumpang dalam kondisi bungkam tanpa saling berusaha mencairkan suasana.

Posisiku pun menjauh dari Kak Rey yang juga lebih memilih menatap layar ponsel dengan satu tangan menyentuh dagunya, seolah kini pikiran lelaki itu disibukkan dengan apa yang ada dalam layar tipis menyala tersebut.

Aku tidak tahu harus apa? Memang sebatas inilah hubunganku dengan Kak Rey. Kami tidak memiliki hubungan apa-apa. Lelaki itu kembali pada dirinya yang asli: dingin dan datar.

Kuarahkan pandanganku ke arah luar, melihat bangunan-bangunan tinggi menjulang, mencoba menyibukkan pikiran dan perasaan agar masa bodoh akan sikap Kak Rey yang tak acuh kepadaku.

Sejujurnya aku merasa tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Namun, aku mencoba tetap tenang dan tidak terlalu banyak menanggapi akan apa yang terjadi di depan mata.

Senyap menemani selama di perjalanan sampai mobil yang kami tumpangi memasuki area hotel dan berhenti tepat di depan lobby. Sopir membukakan pintu di sampingku dengan hormat, tetapi hal itu membuatku bingung.

Seharusnya pintu Kak Rey yang dibukakan lebih dulu, bukan?

Aku menoleh ke arah Kak Rey. Lelaki itu masih bergeming dengan menatap layar ponselnya. Keningku berkerut tidak mengerti.

Ada apa ini?

Ya, aku memang bukan siapa-siapa, tapi ... tolonglah, hargai aku yang baru saja kau nikahi!

"Kak Rey!" Meski sulit sekali bibir ini berkata, tetapi aku berusaha memanggilnya. Bagaimanapun statusku adalah istrinya.

Dan barulah lelaki itu mengalihkan perhatian dari ponselnya ke arahku. Namun, apa yang dia ucapkan setelahnya membuat hatiku terluka.

"Masuklah! Kamu harus banyak beristirahat. Hubungi aku jika membutuhkan sesuatu. Maaf, aku tidak bisa mengantarmu sampai ke atas. Rena mencariku." Dia berkata dengan lugas tanpa sedikit pun menutup-nutupinya dariku.

"Oh, ...." Hanya itu yang akhirnya keluar dari bibirku.

Aku turun segera, tak lagi menanyakan apa-apa. Bukankah memang itulah kesepakatan kami berdua? Tidak ada kontak fisik maupun hal lain. Hanya status pengakuan dari Kak Rey bahwa aku adalah istrinya. Entah, masih pentingkah status itu? Bahkan, status tersebut juga masih rahasia.

Tanpa menoleh lagi ke arahnya, aku memasuki area lobby. Tiada berpamitan ataupun mencium punggung tangan. Hubungan kami hanya sebatas akad.

Sesuai dengan apa yang Kak Rey katakan, selama empat hari aku berada di hotel, tidak melakukan apa pun. Kalau soal makanan dan camilan, di sini memang juaranya. Pelayan selalu memberikan menu berbeda setiap hari kepadaku, dan sudah pasti memiliki cita rasa yang lezat. Bahkan, camilan pun bukanlah snack sembarangan. Lebih kepada buah-buahan dan kue-kue yang beraroma harum nan sangat lembut memanjakan lidah.

Sepertinya pilihan untuk tidak ke mana-mana bukanlah pekara yang sulit. Aku bisa menjalaninya dengan suka cita. Tapi, sejak terakhir kami berpisah di depan lobby hotel, Kak Rey tidak pernah lagi mengunjungiku ataupun menanyakan kabarku.

Dia seolah menghilang dari kehidupanku.

Aku berusaha tidak memedulikannya. Begini lebih baik. Setidaknya aku bisa melindungi hatiku agar tidak terlalu terluka ketika kami berpisah suatu saat nanti. Bagaimanapun saat dia selalu menolongku, datang ketika aku sedang membutuhkan bantuan, hatiku melunak untuknya. Aku sempat terlupa jika lelaki yang selalu hadir dalam masa-masa sulitku adalah suami Kak Rena. Tapi, segera aku enyahkan perasaan nyaman yang sempat hinggap di hatiku agar tidak terlalu lama bersemayam di sana.

***

Hari pertama aku masuk bekerja. Aku sudah merancang banyak skenario untuk menjawab segala pertanyaan atasanku. Bagaimana juga di sana sangat sulit mendapatkan cuti, apalagi alasan yang dibuat-buat dan tidak masuk akal seperti apa yang sudah Kak Rey katakan.

Motor maticku sudah dikembalikan beberapa hari yang lalu oleh orang suruhan Kak Rey. Aku mengendarainya sembari memasok stok sabar, berusaha tetap tersenyum ceria demi sebuah penghiburan diri. Memang jarak hotel di mana aku tinggal dengan hotel tempatku bekerja tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu tidak lebih dari tiga puluh menit dengan kecepatan normal aku sudah sampai ke tempat tujuan.

Setelah memarkirkan motorku di parkiran karyawan, seperti biasa aku bersiap-siap dengan seragam kerjaku sebelum briefing dimulai oleh manager. Aku embuskan napasku setelah menghirupnya dalam-dalam. Berhenti bermimpi dan kembali pada kenyataan.

Aku menghadap manager setelah briefing selesai, berniat untuk menjelaskan perihal ketidakhadiranku selama empat hari belakangan. Namun, di saat aku datang menemui pria berkumis melintang itu, ada hal yang membuatku merasa sedikit aneh. Pria yang kutaksir berusia kepala empat itu sama sekali tidak mempermasalahkan alasanku. Bahkan, beliau justru menanyakan apakah aku masih ingin libur atau tidak? Sungguh di luar dugaan.

Entah apa yang Kak Rey katakan kepadanya saat memintakan izin untukku sampai-sampai manager pun enggan untuk menanyaiku secara langsung.

Aku mulai menjalankan tugasku seperti biasa. Membersihkan setiap jengkal lantai agar terlihat bersih mengkilat. Mungkin karena asupan nutrisiku akhir-akhir ini sangat baik, aku tidak mengalami pusing dan mual yang terkadang mengganggu.

"Mbak, bisa bantu sebentar?" Salah seorang tamu wanita menggandeng anak laki-laki memanggilku. Segera aku mengangguk dan menghampirinya.

"Ini tadi anak saya menjatuhkan susu. Botolnya pecah. Bantu saya membersihkannya, ya?" ucap wanita itu dengan menunjukkan lantai yang baru saja selesai aku bersihkan.

Sekali lagi aku mengangguk sembari menyunggingkan senyum. Ini memang tugasku. Tidak peduli berapa kali aku membersihkan lantai, apabila masih terdapat kotoran tentu aku akan mengulang membersihkannya.

Aku persilakan ibu muda itu pergi setelah mengatakan bahwa lantainya akan segera kubersihkan.

Papan peringatan sudah kupasang di jarak aman, sebagai penanda agar tiada yang melintasi areaku bekerja. Troli pel kuseret agak menepi agar memudahkanku melanjutkan pekerjaan. Namun, siapa sangka seorang wanita berparas cantik mengenakan pakaian kantoran tiba-tiba berjalan melewatiku.

"Nona, awas!" Sontak aku terkejut ketika wanita itu tiba-tiba terpeleset karena sedikit genangan air di lantai yang belum selesai aku bersihkan. Dengan tergopoh aku membantu wanita itu agar tidak sampai terjatuh, menahan tubuhnya dengan menggunakan kedua tanganku. Sayangnya sikapku yang implusif justru membuat dia marah.

Tanganku ternyata kotor. Dia menatapku dengan melotot setelah menegakkan badan. Aku mundur dua langkah, menunduk karena tahu jika tamu wanita itu akan memarahiku.

"Kamu, ya, bisa kerja tidak?!" Dia menghardik dengan berkacak pinggang. Wajah ayu dan anggunnya seolah lenyap sudah dari pandanganku.

"Maaf, Nona. Lantainya memang sedang dibersihkan." Sebagai karyawan tentu aku harus bersikap sopan meskipun sudah jelas jika dia yang salah.

"Maksudmu? Aku yang salah?!" Dia mununjuk-nunjuk mukaku. "Aku ada meeting pagi ini. Tapi apa yang sudah kamu perbuat. Bajuku jadi kotor dan bau menjijikkan. Sama sepertimu!"

Tangannya mendorongku kuat. Aku tak sanggup menjaga keseimbangan karena tidak bersiap diri. Tubuhku terhuyung ke belakang, terjerembab ke lantai. Beruntung saja tanganku sigap, menahan berat beban ini agar tidak benar-benar terjatuh. Aku masih teringat janin yang kukandung. Bagaimanapun juga janin ini masihlah sangat lemah. Bisa saja aku keguguran jika kurang berhati-hati.

Aku pikir dia sudah puas melampiaskan amarahnya kepadaku. Namun, ternyata aku salah. Belum sempat aku berdiri dari posisiku yang terjatuh. Dia menarik ember bekas air kotor yang berada di troli alat kebersihan. Dan dengan tanpa perasaan dia mengguyurkan air kotor bekas pel ke kepalaku.

Mataku memejam, lalu megap-megap. Rambut dan pakaianku basah kuyup dengan bau pewangi lantai. Tidak cukup sampai di situ. Wanita itu memasangkan ember tersebut di kepalaku.

Mataku berembun. Entah mengapa selama hamil, aku mudah sekali menangis. Mengapa orang-orang yang memiliki kedudukan akan selalu bersikap seenaknya?

"Hei, apa yang kau lakukan!"

Aku mendengar suara seseorang berteriak ke arahku. Langkah sepatunya bergerak mendekat. Tanganku yang hendak melepaskan ember di kepalaku ditahan oleh seseorang, menggantikanku melepaskan benda kotor tersebut dari kepalaku.

Dan barulah aku tahu siapa yang tadi berteriak. Bibirku sangat kelu, tak bisa bersuara lantaran begitu syok dengan perlakuan wanita cantik itu. Kulihat wajah pria yang berjongkok di sampingku sangat murka, menatap kondisiku yang menyedihkan. Jujur, aku malu. Aku bahkan tidak sanggup membalas tatapan bola matanya.

Dia beranjak dari posisinya membungkuk, berdiri tegak sembari mengalihkan pandangannya yang tajam ke arah wanita berpakaian kantoran tersebut.

"Kau ... sekretaris Pak Gunawan dari SAI Grup?" Dia bertanya, tetapi auranya lebih menunjukkan sebuah ancaman.

"Pak ... Reynan?" Wanita cantik itu mendadak pasi, menyebut nama laki-laki di sampingku yang tak lain adalah Kak Rey. Bibirnya tampak gemetar melihat sosok yang kini sedang mengajaknya bicara.

"Katakan kepada atasanmu. Perjanjian kita ... batal," ucap Kak Rey tajam tak terbantahkan pada wanita cantik yang berdiri di depanku.

"Tapi, Pak Reynan. Kami belum mempresentasikannya. Anda tidak bisa seenaknya memutuskan tanpa melihat lebih dulu."

"Cukup!" Kak Rey membentak. Seketika wanita cantik itu terlonjak terkejut. "Aku bisa memenjarakanmu karena berani melakukan ini kepadanya."

Kak Rey membungkukkan badan, lalu berbisik di telingaku. "Ayo, kita pulang!"

Saat itu juga aku merasakan tangan Kak Rey menyelip di antara lipatan kakiku, mengangkat tubuhku yang dalam kondisi basah kuyup dan sangat kotor, membawaku dalam gendongannya.

Aku masih terdiam, tak tahu berbuat apa. Kak Rey membawaku pergi dengan posisi seperti itu, meninggalkan peralatan kebersihan dan wanita cantik yang tadi menghinaku.

"Kak Rey, turunkan aku!"

"Diam!" Dia malah membentakku. "Kau juga dipecat," ucapnya dengan tegas, menatap ke depan sambil tetap berjalan.

Terpopuler

Comments

bunga cinta

bunga cinta

bosnya kok di lawan

2023-06-15

0

Wiek Soen

Wiek Soen

kasihan

2023-05-30

0

Kim_VhieSeokJin

Kim_VhieSeokJin

liat sikap rey yg kadang acuh ke alea bikin gwe sesak rasanya...
masih kepikiran kenapa rey maksa alea untuk mau nikah sama dia.. pdhl dia mencintai rena..

2023-04-26

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 01. Ternoda
2 Bab 02. Rencana Tuhan
3 Bab 03. Mengapa Dia Datang?
4 Bab 04. Egois
5 Bab 05. Curiga
6 Bab 06. Dugaan
7 Bab 07. Kesucian
8 Bab 08. Sosok itu ...
9 Bab 09. Rasa Lapar
10 Bab 10. Mencari Rindi
11 Bab 11. Terselamatkan
12 Bab 12. Sebuah Kesepakatan
13 Bab 13. Dibayar Tunai
14 Bab 14. Berserah pada Takdir
15 Bab 15. Di Ruang Perawatan
16 Bab 16. Rencana Pernikahan
17 Bab 17. Mempelai yang Menyebalkan
18 Bab 18. Dipecat
19 Bab 19. Membawaku Pergi
20 Bab 20. Gugup
21 Bab 21. Hadiah Pernikahan
22 Bab 22. Apa yang Dia Inginkan?
23 Bab 23. Maafkan Aku
24 Bab 24. Anak Haram
25 Bab 25. Kemarahan Mama
26 Bab 26. Tersenyumlah!
27 Bab 27. Belanja
28 Bab 28. Gadis Kecil Itu
29 Bab 29. Om yang Sombong
30 Bab 30. Hati yang Salah
31 Bab 31. Arti Genggaman Tangan
32 Bab 32. Ketahuan
33 Bab 33. Terlalu Naif
34 Bab 34. Menggantung
35 Bab 35. Sebuah Rahasia
36 Bab 36. Terlambat
37 Bab 37. Rasa Syukur
38 Bab 38. Kabur
39 Bab 39. Memilih Siapa?
40 Bab 40. Marah
41 Bab 41.
42 Bab 42. Jangan Kabur Lagi!
43 Bab 43. Konseling
44 Bab 44. Listrik Padam
45 Bab 45. Kecewa
46 Bab 46. Hati ke Hati
47 Bab 47. Perubahan Sikap
48 Bab 48. Pertengkaran
49 Bab 49. Cerai
50 Bab 50. Ke Suatu Tempat
51 Bab 51. Mama
52 Bab 52. Pertemuan
53 Bab 53. Tidak Mau Mengalah
54 Bab 54. Rasa Nyaman
55 Bab 55. Menurut
56 DINIKAHI TUAN ARTHUR
57 Bab 56. Video
58 Bab 57. Memasak
59 Bab 58. Kado Misteri
60 Bab 59. Percintaan
61 Bab 60. Mama
62 Bab 61. Hampir Sembuh
63 Bab 62. Rahasia Mama
64 Bab 63. Sidang Perceraian
65 Bab 64. Malaikat Kecil
66 Bab 65. Ketemu Kakek dan Nenek
67 Bab 67. Kedatangan Kak Rena
68 Bab 68. Untuk Pertama Kalinya
69 Bab 69. Mama Pulang
70 Bab 70. Panik
71 Bab 71. Trenyuh
72 Bab 72. Sudah Memutuskan
73 Bab 73. Menuntut Hak
74 Bab 74. Tidak Rela
75 Bab 75. Kak Rena Sadar
76 Bab 76. Perpisahan
77 Bab 77. Pemesan Kue
78 Bab 78. Papa Siapa?
79 Bab 79. Air Mata Kedua Anakku
80 Bab 80. Hari Pernikahan
81 Bab 81. Pesta Pernikahan
82 Bab 82. Malam yang Indah
83 Bab 83. Bonus Chapter (TAMAT)
84 Senja di Ujung Istanbul
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 01. Ternoda
2
Bab 02. Rencana Tuhan
3
Bab 03. Mengapa Dia Datang?
4
Bab 04. Egois
5
Bab 05. Curiga
6
Bab 06. Dugaan
7
Bab 07. Kesucian
8
Bab 08. Sosok itu ...
9
Bab 09. Rasa Lapar
10
Bab 10. Mencari Rindi
11
Bab 11. Terselamatkan
12
Bab 12. Sebuah Kesepakatan
13
Bab 13. Dibayar Tunai
14
Bab 14. Berserah pada Takdir
15
Bab 15. Di Ruang Perawatan
16
Bab 16. Rencana Pernikahan
17
Bab 17. Mempelai yang Menyebalkan
18
Bab 18. Dipecat
19
Bab 19. Membawaku Pergi
20
Bab 20. Gugup
21
Bab 21. Hadiah Pernikahan
22
Bab 22. Apa yang Dia Inginkan?
23
Bab 23. Maafkan Aku
24
Bab 24. Anak Haram
25
Bab 25. Kemarahan Mama
26
Bab 26. Tersenyumlah!
27
Bab 27. Belanja
28
Bab 28. Gadis Kecil Itu
29
Bab 29. Om yang Sombong
30
Bab 30. Hati yang Salah
31
Bab 31. Arti Genggaman Tangan
32
Bab 32. Ketahuan
33
Bab 33. Terlalu Naif
34
Bab 34. Menggantung
35
Bab 35. Sebuah Rahasia
36
Bab 36. Terlambat
37
Bab 37. Rasa Syukur
38
Bab 38. Kabur
39
Bab 39. Memilih Siapa?
40
Bab 40. Marah
41
Bab 41.
42
Bab 42. Jangan Kabur Lagi!
43
Bab 43. Konseling
44
Bab 44. Listrik Padam
45
Bab 45. Kecewa
46
Bab 46. Hati ke Hati
47
Bab 47. Perubahan Sikap
48
Bab 48. Pertengkaran
49
Bab 49. Cerai
50
Bab 50. Ke Suatu Tempat
51
Bab 51. Mama
52
Bab 52. Pertemuan
53
Bab 53. Tidak Mau Mengalah
54
Bab 54. Rasa Nyaman
55
Bab 55. Menurut
56
DINIKAHI TUAN ARTHUR
57
Bab 56. Video
58
Bab 57. Memasak
59
Bab 58. Kado Misteri
60
Bab 59. Percintaan
61
Bab 60. Mama
62
Bab 61. Hampir Sembuh
63
Bab 62. Rahasia Mama
64
Bab 63. Sidang Perceraian
65
Bab 64. Malaikat Kecil
66
Bab 65. Ketemu Kakek dan Nenek
67
Bab 67. Kedatangan Kak Rena
68
Bab 68. Untuk Pertama Kalinya
69
Bab 69. Mama Pulang
70
Bab 70. Panik
71
Bab 71. Trenyuh
72
Bab 72. Sudah Memutuskan
73
Bab 73. Menuntut Hak
74
Bab 74. Tidak Rela
75
Bab 75. Kak Rena Sadar
76
Bab 76. Perpisahan
77
Bab 77. Pemesan Kue
78
Bab 78. Papa Siapa?
79
Bab 79. Air Mata Kedua Anakku
80
Bab 80. Hari Pernikahan
81
Bab 81. Pesta Pernikahan
82
Bab 82. Malam yang Indah
83
Bab 83. Bonus Chapter (TAMAT)
84
Senja di Ujung Istanbul

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!