Tubuhku membeku di tempat sesaat setelah Kak Rey menutup pintu kamarnya kembali.
Dia berjalan ke arahku.
Mata hazelnya tak berpindah dariku, seolah ingin menelanku detik itu juga.
Dia mendekat ... dan semakin dekat.
Kini, jarak kami hanya satu jengkal orang dewasa. Rasa gugup jelas menderaku di saat kepala Kak Rey menunduk sehingga embusan napasnya hangat menerpa wajahku yang tergiring menengadah turut menatapnya. Apalagi sorot mata lelaki itu tak beralih sedikit pun dariku. Bahkan, pandanganku seakan-akan telah dikunci olehnya.
Tangan kanannya terulur menyentuh rambutku yang masih basah, lalu menyelipkannya di belakang telingaku. Perlahan tangan itu menurun mengusik di antara bahu dan leherku. Sungguh, kali ini aku takut jika dia mendengar betapa kerasnya degup jantungku yang mendadak berdetak tak berirama.
Dia semakin menunduk, mendekat kepadaku. Bodohnya aku sempat memejamkan mata ketika wajah Kak Rey begitu dekat denganku.
"Mengapa lama sekali?" Pertanyaannya membuatku mengerjap, menyadarkan dari tatapan matanya yang baru saja menghipnotisku. Dia menyentuhkan tangannya ke daguku, lalu mengarahkan wajahku ke arah samping. "Aku menunggumu sejak tadi. Pakaianmu ada di sana."
Tangan kekar itu terlapas dari daguku. Aku mengangguk mengerti setelah melihat sebuah tas kertas yang terletak di atas meja kecil samping ranjang.
"A-aku akan berganti pakaian. Kak Rey ... keluarlah!" Aku berkata dengan gugup.
Lelaki itu tampaknya bersikap biasa saja. Sangat berbeda dengan tubuhku yang mendadak lemas tak bertenaga. Dia membalikkan badan, lalu berjalan pergi keluar dari kamarnya tanpa mengatakan satu kata pun kepadaku.
Fyuh!
Aku bernapas lega. Aku mengusap dadaku kemudian.
"Syukurlah, jantung aman!" ucapku setelah mengembuskan napas kasar.
Sebuah kaus putih lengan panjang dengan celana bahan katun yang anehnya begitu pas di badanku telah selesai kukenakan. Kak Rey ternyata tidak lupa menyiapkan pakaian dalam untukku. Entah dari mana dia bisa mengetahui ukuranku sampai-sampai semua yang dipersiapkan olehnya sangat sesuai dengan ukuran tubuhku.
Setelah menyisir rambut dan memastikan penampilanku cukup rapi, barulah aku keluar dari kamar Kak Rey. Aku cukup terkejut ternyata pelayan wanita tadi menungguku di depan kamar. Aku tersenyum kikuk menghadapinya.
"Nona, Tuan Reynan ada di dapur bersama Nyonya. Tuan berpesan jika Nona keluar dari kamar, boleh mencari Tuan ke sana."
"Dapur?" tanyaku memastikan.
"Mari, saya antar!" Pelayan itu sekali lagi menawarkan bantuan. Aku mengangguk. Dia berjalan di depan mendahuluiku yang mengekor pasrah di belakangnya. Berjalan sendirian di rumah sebesar ini mungkin aku bisa tersesat jika tidak diantar olehnya.
Kami turun dari lantai dua, berjalan melewati ruangan tengah, menyamping, lalu berhenti di suatu tempat dekat dengan taman belakang. Pelayan wanita mengulurkan tangan dengan sopan, menunjukkan ruangan yang dimaksud sebagai dapur.
"Tuan Reynan ada di sana. Apa Nona membutuhkan bantuan saya lagi?"
"Heemm." Aku menggeleng. "Terima kasih."
Pelayan wanita itu mengangguk sambil tersenyum, lalu undur diri dari hadapanku.
Perlahan kakiku bergerak maju menuju dapur yang pelayan wanita itu maksud. Namun, langkahku terhenti ketika mendengar percakapan Kak Rey dengan seorang wanita.
"Siapa yang kamu bawa?" Suara wanita itu terdengar lembut, tetapi pertanyaan yang dilontarkannya membuatku takut.
"Alea, adik Renata." Kak Rey menjawab singkat tanpa menutup-nutupinya.
"Rey, meskipun dia adik iparmu, tapi kamu tidak boleh terlalu dekat dengannya. Bagaimanapun Rena pasti akan sakit hati jika mengetahui kedekatanmu dengan adiknya sendiri."
Detik itu juga rasa bersalah bergelayut di hatiku. Aku merasa menjadi seorang antagonis dalam biduk rumah tangga Kak Rena.
Suasana menjadi senyap. Kak Rey tidak langsung menjawab.
Aku mencoba mendekat, mengintip sedikit pemandangan di dalam dapur. Dan di sana wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat begitu cantik sedang menatap Kak Rey dengan sendu.
Kak Rey menunduk, tampak sedang menimbang-nimbang jawaban apa yang harus dikatakan kepada wanita berkerudung itu.
"Rena sedang ke luar kota. Dia akan sibuk dua pekan ke depan. Dia tidak akan mempermasalahkan hal sekecil ini karena otaknya sudah terlalu terkuas dengan urusan pekerjaan."
Jadi, Kak Rena sedang keluar kota? Apakah Kak Rena mencariku di rumah?
Mendadak perasaanku menjadi tidak enak. Kak Rena telah bekerja keras menghidupkan perusahaan keluarga, tetapi aku justru menikah dengan suaminya.
Sudut hatiku merasakan sakit yang tidak bisa diterjemahkan. Aku ikut merasa sedih untuk Kak Rena. Sayangnya orang yang menjadi pihak ketiga dalam hubungan rumah tangga adalah aku, adiknya sendiri.
Aku terlalu terbuai akan pikiranku sendiri, sehingga tidak menyadari bahwa keberadaanku ternyata telah diketahui oleh mereka berdua.
"Alea, sejak kapan ada di sana?" tanya wanita paruh baya itu setelah melihatku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
nadia
penasaran nunggu flasback dari Rey. berarti hubungan Rey sama rena dari awal nikah udah ga sehat hidup masing2 kayaknya 😅😅😅
2023-04-14
1
epifania rendo
biarkan saja alea pergi
2023-04-11
0
Ita Mariyanti
ksh solusi terbaik buat Alea Thor 😁😁😁
2023-04-11
0