Bab 09. Rasa Lapar

Mataku mengerjap beberapa kali ketika merasakan sesuatu basah menimpa dahiku. Kuulurkan tanganku untuk menyentuh benda tersebut. Sebuah handuk kecil yang dilipat telah kutemukan.

Setelah mengedar ke segala penjuru ruangan, barulah aku menyadari bahwa aku berada di tempat asing. Kepingan kejadian semalam tiba-tiba menyerbu pikiranku. Aku kehujanan, hampir bunuh diri, dan diusir dari mobil oleh seseorang. Dan kini, di mana aku sekarang?

Sebuah gerakan tangan menyadarkanku bahwa di sana aku tidak sendiri. Ada seseorang yang tidur dengan menopangkan kepalanya di atas lengan yang diletakkan atas tempat tidur. Posisinya duduk di sebuah kursi kayu dengan kepala direbahkan di samping lenganku. Wajahnya terlihat kelelahan.

Kak Rey, apakah semalam dia menjagaku? Bukannya semalam dia mengusirku dengan keji?

Bibirku ingin membangunkannya, tetapi ada hal aneh yang saat ini sedang aku rasakan mengurungkan niatku untuk melakukannya. Mataku melebar, mendapati tubuhku telanjang dan hanya berbalut selimut tebal. Siapa yang melakukan ini? Apakah dia?

Belum selesai dengan rasa penasaranku, tiba-tiba lelaki itu terbangun. Buru-buru aku memejamkan mata. Aku tidak ingin berbicara dengannya. Kini, kurasakan tangannya mengambil handuk yang sudah dingin dari keningku, lalu mengganti dengan telapak tangannya.

"Syukurlah, demamnya sudah reda," ucapnya setelah merasakan suhu tubuh di keningku.

Suara dering telepon terdengar kemudian, hanya beberapa detik saja, tetapi sepertinya langsung diangkat olehnya.

"Rena, aku masih ada urusan. Kamu boleh keluar sesukamu. Aku belum bisa meninggalkan urusanku yang belum selesai." Kudengar dia menjawab telepon.

"Iya, aku akan segera pulang setelah selesai. Salam untuk Mama."

Suara itu berhenti. Aku masih pura-pura tidur dengan memejamkan mata, tetapi perkataan lelaki itu selanjutnya membuatku harus mengakhiri sandiwara ini.

"Bangunlah! Aku tahu kamu sudah sadar."

Kelopak mataku langsung terbuka. Mungkin, jika diperhatikan lebih jeli, wajahku sudah merona karena malu.

"Kalau aku mau tidur lagi, apa masalahmu?" Aku menatapnya tajam. Bagaimanapun aku masih kesal dan marah kepadanya. Namun, pandangannya yang mengarah kepadaku membuat diriku teringat bahwa tubuhku sedang telanjang. "Apa ... kamu melihatnya ... semalam?" tanyaku ragu kemudian.

Dia berpaling, membuang muka ke arah lain. Sepertinya tidak ingin membahas kejadian semalam. Jujur saja, aku tidak terima jika dia melihat tubuh polosku untuk kedua kalinya. Apalagi semalam hanya aku yang tidak sadar, tetapi dia dalam kondisi terjaga. Aku tidak yakin dia tidak melakukan apa-apa kepadaku.

"Di mana pakaianku? Aku ingin pergi. Aku harap kamu tidak mengambil kesempatan semalam." Aku bicara ketus, masih sakit hati dengan perlakuannya kemarin malam.

"Mau pergi ke mana? Bukannya kamu diusir dari rumah?" Dia berkata santai tanpa menoleh ke arahku.

"Bukan urusanmu."

"Sebaiknya makanlah dulu. Aku sudah menyiapkan makanan untukmu," ucapnya sedikit ramah kepadaku, tetapi tetap saja terdengar sebagai perintah.

"Aku tidak lapar." Sesaat setelah aku mengucapkan hal itu, perutku tiba-tiba berbunyi.

Sialan! Bahkan, perutku tidak bisa menjaga harga diriku.

Aku melihat segaris senyum samar terbit di bibir Kak Rey dari arah samping. Namun, buru-buru senyum tipis itu menghilang berganti dengan wajah dingin dan datar.

"Jika kamu tidak mau makan, aku bisa membuangnya." Dia beranjak pergi ke meja makan, tetapi secepat mungkin aku menahannya.

Benar-benar laki-laki tidak memiliki hati nurani.

"Tunggu!" Aku menelan ludah, bingung harus berkata apa. Aku tidak boleh terlihat lemah di hadapannya. "Mengapa semalam kamu menolongku? Bukankah lebih baik aku tiada, sehingga kamu dan Kak Rena bisa hidup bahagia tanpa gangguan?"

Terdengar helaan napas kasar dari bibir Kak Rey. Dia lalu duduk di kursi yang tadi ia gunakan tidur.

"Aku ingin kita menikah."

Aku membulatkan mata penuh. Gila! Aku rasa otaknya sudah bergeser jauh dari tempatnya. Bagaimana mungkin dia mau menikahiku dan Kak Rena? Kami adalah saudara. Aku juga tidak mau merebut suami Kak Rena. Aku benci jika harus ditakdirkan menjadi orang ketiga.

"Aku tidak mau."

"Aku bukan sedang menawarimu, tetapi memaksamu. Aku mencintai Rena. Kita menikah hanya sampai anak itu lahir. Atau jangan-jangan ... kamu diam-diam menyukaiku?"

Aku meliriknya tajam. Suka? Omong kosong. Aku bahkan sangat membencinya.

"Jangan bermimpi!"

"Bagus. Itu lebih baik. Setidaknya tiada alasan bagi kita untuk tetap bersama di kemudian hari. Aku hanya ingin menjagamu selama kehamilan anak itu. Tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu sama sekali. Kita akan bercerai setelah anak itu lahir. Aku akan merawatnya bersama Rena dan kamu bisa pergi setelah itu dengan bebas."

Ingin sekali kutampar wajah tampan, tetapi menyebalkan itu, memukulinya berkali-kali agar menggunakan otaknya dengan benar. Namun, aku tak sanggup melakukan apa-apa karena posisiku yang tidak berpakaian. Percuma dia dinobatkan lulusan terbaik Universitas luar negeri, tetapi otaknya hanya dijadikan ganjalan isi kepala serta tidak memiliki hati nurani.

"Aku bisa menghidupi diriku sendiri tanpa bantuanmu." Air mataku seketika itu juga menetes. Kesucianku memang sudah direnggut, tetapi tidak harga diriku.

"Alea, pikirkan masa depan anak itu. Jangan keras kepala! Aku tahu semua ini terjadi karena kesalahanku, tapi ... aku tidak mungkin menceraikan Rena." Dia menatapku dengan pandangan berbeda, tidak lagi tajam dan dingin. "Aku akan merawat dan menyayangi anak itu. Aku janji."

Aku diam. Perasaanku campur aduk. Sakit dan bimbang. Bagaimanapun aku adalah seorang ibu. Bagaimana mungkin tega memberikan buah hati yang telah dikandung dengan susah payah kepada orang lain meski dia kakakku sendiri. Apakah Kak Rey yakin jika Kak Rena akan menerima anak itu? Bagaimana jika Kak Rena justru membencinya?

Aku pasti akan menyesal seumur hidupku.

Hati kecilku mengatakan untuk menolak tawaran itu, tetapi aku sendiri tidak tahu apakah nanti aku sanggup menghidupi anakku, sementara saat ini aku sendiri belum memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang layak.

Air mataku tak bisa kubendung, terus-menerus mengalir tiada henti. Kak Rey masih menunggu jawaban dariku meski bibirku tetap diam membisu.

***

Kak Rey akhirnya pergi setelah lama menungguku berdiam diri. Dia meninggalkan banyak bungkusan pakaian baru yang entah didapat dari mana. Aku hanya bisa menatap tas berlogo butik berserakan di atas meja dengan tatapan nanar.

Ini adalah kamar hotel jenis presidentsuite room milik keluarga Paderson. Hanya orang tertentu yang memiliki kartu keanggotaan yang bisa menyewa ruangan mewah ini. Meskipun aku bekerja sebagai petugas kebersihan hotel bintang lima, tetapi kamar yang aku tempati terlihat lebih elegan dan mewah.

Sarapan pagi sudah disediakan oleh Kak Rey di meja makan. Hidangan lezat itu seketika menjadi perhatianku sekarang. Perutku mendadak lapar. Sepertinya bukan mendadak, tetapi rasa lapar sudah terasa sejak ada Kak Rey, dan saat ini rasa itu sudah tidak bisa ditahan lagi. Oh, ya, aku ingat. Semalam aku melupakan makan malam maupun makan siang. Pantas saja saat ini perutku berteriak minta segera diisi.

Selimut kubalutkan ke tubuhku. Seharusnya aku membersihkan diri terlebih dulu, bukan? Tetapi rasa lapar di perutku tak bisa dialihkan, sehingga hidung ini tak sanggup menahan godaan aroma harun makanan yang masih mengepul uap panas di atasnya.

Dengan melilitkan selimut, aku menuju meja makan. Ruangan kamar ini cukup luas, sangat luas kalau menurutku. Bahkan, letak meja makan tidak banyak memakan tempat. Aku duduk di salah satu kursi dengan menyeretnya lebih dekat ke meja. Setelah berdoa secepat dan sesingkat yang aku bisa, segera kusantap makanan itu dengan lahap.

Dari sekilas pandang saja aku bisa menerka jika makanan itu sangat enak dan lezat. Apalagi ini adalah hotel berbintang lima bertaraf internasional, pasti masakannya dikerjakan oleh koki profesional yang memiliki sertifikat Micheline star. Kak Rey memilihkan beef steak lengkap dengan saus dan sayurannya, kentang tumbuk, serta biji-bijian seperti kacang polong dan almond. Tidak lupa segelas susu hangat sebagai menu pelengkapnya.

Aku menikmatinya dengan rakus, seperti seorang kelaparan yang tidak makan berhari-hari. Di saat mulut ini mengunyah beef steak yang teksturnya lembut menggigit dengan baluran bumbu racikan yang pas, seseorang tiba-tiba masuk, menerobos ke dalam kamar.

"Maaf, aku ketinggalan sesuatu."

Seketika itu aku tersedak, terbatuk-batuk. Kak Rey, sialan! Pasti dia sengaja datang kembali untuk memastikan aku memakan sarapan ini atau tidak.

Terpopuler

Comments

사랑해

사랑해

mendingan pergi dari kehidupan rey dan urus anak sendiri pasti bisa

2024-01-09

0

Putikah Putikah

Putikah Putikah

bodohnya engkau alea kalo sampe kamu menuruti keinginan rey..kamu yg akan sakit hati... kamu pasti bisa melalui ujian ini bersama anakmu tanpa bantuan rey

2023-09-07

0

bunga cinta

bunga cinta

wakakaka

2023-06-14

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 01. Ternoda
2 Bab 02. Rencana Tuhan
3 Bab 03. Mengapa Dia Datang?
4 Bab 04. Egois
5 Bab 05. Curiga
6 Bab 06. Dugaan
7 Bab 07. Kesucian
8 Bab 08. Sosok itu ...
9 Bab 09. Rasa Lapar
10 Bab 10. Mencari Rindi
11 Bab 11. Terselamatkan
12 Bab 12. Sebuah Kesepakatan
13 Bab 13. Dibayar Tunai
14 Bab 14. Berserah pada Takdir
15 Bab 15. Di Ruang Perawatan
16 Bab 16. Rencana Pernikahan
17 Bab 17. Mempelai yang Menyebalkan
18 Bab 18. Dipecat
19 Bab 19. Membawaku Pergi
20 Bab 20. Gugup
21 Bab 21. Hadiah Pernikahan
22 Bab 22. Apa yang Dia Inginkan?
23 Bab 23. Maafkan Aku
24 Bab 24. Anak Haram
25 Bab 25. Kemarahan Mama
26 Bab 26. Tersenyumlah!
27 Bab 27. Belanja
28 Bab 28. Gadis Kecil Itu
29 Bab 29. Om yang Sombong
30 Bab 30. Hati yang Salah
31 Bab 31. Arti Genggaman Tangan
32 Bab 32. Ketahuan
33 Bab 33. Terlalu Naif
34 Bab 34. Menggantung
35 Bab 35. Sebuah Rahasia
36 Bab 36. Terlambat
37 Bab 37. Rasa Syukur
38 Bab 38. Kabur
39 Bab 39. Memilih Siapa?
40 Bab 40. Marah
41 Bab 41.
42 Bab 42. Jangan Kabur Lagi!
43 Bab 43. Konseling
44 Bab 44. Listrik Padam
45 Bab 45. Kecewa
46 Bab 46. Hati ke Hati
47 Bab 47. Perubahan Sikap
48 Bab 48. Pertengkaran
49 Bab 49. Cerai
50 Bab 50. Ke Suatu Tempat
51 Bab 51. Mama
52 Bab 52. Pertemuan
53 Bab 53. Tidak Mau Mengalah
54 Bab 54. Rasa Nyaman
55 Bab 55. Menurut
56 DINIKAHI TUAN ARTHUR
57 Bab 56. Video
58 Bab 57. Memasak
59 Bab 58. Kado Misteri
60 Bab 59. Percintaan
61 Bab 60. Mama
62 Bab 61. Hampir Sembuh
63 Bab 62. Rahasia Mama
64 Bab 63. Sidang Perceraian
65 Bab 64. Malaikat Kecil
66 Bab 65. Ketemu Kakek dan Nenek
67 Bab 67. Kedatangan Kak Rena
68 Bab 68. Untuk Pertama Kalinya
69 Bab 69. Mama Pulang
70 Bab 70. Panik
71 Bab 71. Trenyuh
72 Bab 72. Sudah Memutuskan
73 Bab 73. Menuntut Hak
74 Bab 74. Tidak Rela
75 Bab 75. Kak Rena Sadar
76 Bab 76. Perpisahan
77 Bab 77. Pemesan Kue
78 Bab 78. Papa Siapa?
79 Bab 79. Air Mata Kedua Anakku
80 Bab 80. Hari Pernikahan
81 Bab 81. Pesta Pernikahan
82 Bab 82. Malam yang Indah
83 Bab 83. Bonus Chapter (TAMAT)
84 Senja di Ujung Istanbul
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Bab 01. Ternoda
2
Bab 02. Rencana Tuhan
3
Bab 03. Mengapa Dia Datang?
4
Bab 04. Egois
5
Bab 05. Curiga
6
Bab 06. Dugaan
7
Bab 07. Kesucian
8
Bab 08. Sosok itu ...
9
Bab 09. Rasa Lapar
10
Bab 10. Mencari Rindi
11
Bab 11. Terselamatkan
12
Bab 12. Sebuah Kesepakatan
13
Bab 13. Dibayar Tunai
14
Bab 14. Berserah pada Takdir
15
Bab 15. Di Ruang Perawatan
16
Bab 16. Rencana Pernikahan
17
Bab 17. Mempelai yang Menyebalkan
18
Bab 18. Dipecat
19
Bab 19. Membawaku Pergi
20
Bab 20. Gugup
21
Bab 21. Hadiah Pernikahan
22
Bab 22. Apa yang Dia Inginkan?
23
Bab 23. Maafkan Aku
24
Bab 24. Anak Haram
25
Bab 25. Kemarahan Mama
26
Bab 26. Tersenyumlah!
27
Bab 27. Belanja
28
Bab 28. Gadis Kecil Itu
29
Bab 29. Om yang Sombong
30
Bab 30. Hati yang Salah
31
Bab 31. Arti Genggaman Tangan
32
Bab 32. Ketahuan
33
Bab 33. Terlalu Naif
34
Bab 34. Menggantung
35
Bab 35. Sebuah Rahasia
36
Bab 36. Terlambat
37
Bab 37. Rasa Syukur
38
Bab 38. Kabur
39
Bab 39. Memilih Siapa?
40
Bab 40. Marah
41
Bab 41.
42
Bab 42. Jangan Kabur Lagi!
43
Bab 43. Konseling
44
Bab 44. Listrik Padam
45
Bab 45. Kecewa
46
Bab 46. Hati ke Hati
47
Bab 47. Perubahan Sikap
48
Bab 48. Pertengkaran
49
Bab 49. Cerai
50
Bab 50. Ke Suatu Tempat
51
Bab 51. Mama
52
Bab 52. Pertemuan
53
Bab 53. Tidak Mau Mengalah
54
Bab 54. Rasa Nyaman
55
Bab 55. Menurut
56
DINIKAHI TUAN ARTHUR
57
Bab 56. Video
58
Bab 57. Memasak
59
Bab 58. Kado Misteri
60
Bab 59. Percintaan
61
Bab 60. Mama
62
Bab 61. Hampir Sembuh
63
Bab 62. Rahasia Mama
64
Bab 63. Sidang Perceraian
65
Bab 64. Malaikat Kecil
66
Bab 65. Ketemu Kakek dan Nenek
67
Bab 67. Kedatangan Kak Rena
68
Bab 68. Untuk Pertama Kalinya
69
Bab 69. Mama Pulang
70
Bab 70. Panik
71
Bab 71. Trenyuh
72
Bab 72. Sudah Memutuskan
73
Bab 73. Menuntut Hak
74
Bab 74. Tidak Rela
75
Bab 75. Kak Rena Sadar
76
Bab 76. Perpisahan
77
Bab 77. Pemesan Kue
78
Bab 78. Papa Siapa?
79
Bab 79. Air Mata Kedua Anakku
80
Bab 80. Hari Pernikahan
81
Bab 81. Pesta Pernikahan
82
Bab 82. Malam yang Indah
83
Bab 83. Bonus Chapter (TAMAT)
84
Senja di Ujung Istanbul

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!