Ternoda Sebelum Akad
"Kesucian seorang wanita terletak pada mahkotanya yang terjaga. Namun, ketika kehormatan yang selama ini dijaga mati-matian telah terenggut, apakah kesucian itu patut dipertanyakan?"
~AleeNa_Anonymous
...***...
"Alea!"
Aku terhenyak sejenak ketika sebuah suara mengagetkanku. Aku yang sebelumnya berjibaku dengan perlengkapan kebersihan segera meghentikan kegiatan.
Namaku Alea Hinata. Panggil saja Alea. Nanti malam, tepat pukul dua belas malam usiaku genap dua puluh tiga tahun. Saat ini, aku bekerja sif malam sebagai cleaning servis di sebuah hotel bintang lima.
Kualihkan pandangan ke arah suara yang sudah begitu familiar di telinga. Dia adalah Rindi, kawan baikku. Tugasnya di sini sebagai pelayan pengantar makanan di restoran yang ada di lantai dasar hotel ini. Dia datang dengan membawa baki yang sepertinya berisi makanan. Entahlah, karena aku sendiri tidak bisa melihat dengan jelas sebab di atas baki itu tertutup tudung saji berbahan steinles.
"Alea, bantu aku! Aku sudah tidak bisa menahannya." Dia berkata sembari memegang perutnya. Buru-buru aku meletakkan sapu dengan alat pel di tempatnya, lantas mencuci tangan menggunakan sabun yang terletak di wastafel.
"Hei, apa yang terjadi padamu?"
Dia menyerahkan baki itu kepadaku. Tanpa menjawab pertanyaanku, dia berkata, "Tolong, antar ke kamar nomor 124 A!"
"Tapi, ..."
"Aku ingin ke toilet. Sudah tidak tahan lagi," ucapnya buru-buru sembari mengentakkan kaki seperti menahan rasa ingin buang air kecil sebelum pergi menuju closet yang kebetulan berada di dekat tempatku berdiri.
Senyum simpul di bibirku terbit begitu saja sambil menggeleng pelan melihat tingkah konyol Rindi. Seharusnya dia tidak perlu sampai mencariku ke area ini, bukan? Tetapi, namanya juga sakit perut, pasti segalanya terasa mendesak dengan isi kepala yang tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Segera kugantikan tugas Rindi untuk mengantar makanan tersebut ke kamar tamu sesuai permintaan. Kakiku melangkah hati-hati karena takut makanan yang tampak mahal itu terjatuh. Gajiku yang tidak seberapa pasti akan hangus sia-sia jika hal itu sampai terjadi.
Melewati koridor di tengah malam begini membuat hatiku gelisah. Tentunya aku bukanlah wanita pemberani. Nyaliku hanya sebiji sawi jika dipertunjukkan oleh hal-hal tak kasat mata. Maka dari itu, aku selalu berdoa agar Tuhan berbaik hati dengan tidak mempertemukanku dengan makhluk ghaib baik berwajah cantik, tampan, maupun menyeramkan.
Setelah menaiki elevator, kakiku terus melangkah untuk menuju kamar tamu pemesan makanan. Embusan napasku terdengar lirih setelah berada tepat di depan pintu bertuliskan angka 124 A sesuai dengan alamat kamar pemesan.
"Permisi, mau mengantar makanan." Aku berteriak sambil mengetuk pintu. Namun, pintu itu sepertinya tidak ditutup dengan benar. Ketukanku tidak terlalu keras, tetapi bisa membuat celah lebar dengan pintu terbuka sendiri.
Ragu. Aku memasukkan tubuh ke dalam tanpa ada yang menyuruh. Logikaku tidak berjalan dengan baik, hanya saja keinginan untuk segera menyelesaikan tugas lebih mendominasi sehingga alam bawah sadar menuntunku untuk masuk ke dalam.
Ruangan itu gelap. Tampaknya penghuni kamar sengaja tidak menyalakan lampu penerangan. Sedikit kugapai-gapai tempat meletakkan kartu smart lock door yang biasa menempel di dinding, tetapi tidak kutemukan. Aku hela napas dalam, berusaha tetap tenang sembari terus berjalan menuju meja yang berada di sudut ruangan. Berbekal bias cahaya rembulan yang sedikit menyinari ruangan, akhirnya aku bisa meletakkan makanan itu dengan selamat.
Ku embuskan napas lega. Baru saja selesai menata makanan itu di atas meja, terdengar suara pintu ditutup dari dalam. Segera kuedar pandangan ke belakang.
Namun, belum sempat aku berbalik, sepasang tangan tiba-tiba memeluk tubuhku.
Aku tertegun sejenak, ingin menoleh. Akan tetapi, tangan yang semula memeluk tiba-tiba melesap di balik seragam kerjaku. Sekuat tenaga aku berontak, menahan tangan kekar yang ingin menjamah bagian pribadiku. Sayangnya, dia terlalu kuat untuk dilawan.
Tangan itu menarikku ke belakang, membantingku ke atas ranjang. Siluetnya terlihat tinggi tegap. Aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang memaksaku kali ini. Cahaya rembulan yang menerobos di balik tirai jendela kaca tidak cukup untuk menajamkan penglihatanku akan sosok itu.
Sekuat tenaga aku beringsut setelah tubuhku terpelanting di atas ranjang.
Siapa dia?
"Rena!"
Dia memanggilku Rena. Aku menggeleng kuat.
"Aku bukan Rena. Tuan, Anda salah orang."
Dia tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan karena pada detik itu juga sosok itu menerjangku. Aku berteriak, tetapi segera dibungkam dengan bibir laknat tersebut. Mulutku yang terbuka justru memberinya kesempatan untuk menyelusupkan lidahnya ke dalam.
Mataku membulat penuh ketika merasakan lidahnya menjelajahi rongga mulutku. Aku kebingungan, bukan merasakan kenikmatan seperti yang berada di drama novel-novel. Melainkan, rasa jijik dan ingin muntah. Aku tidak mengenalnya, juga tidak pernah melihat wajahnya. Mengapa dia bisa melakukan ini kepadaku? Mengambil ciuman pertama yang seharusnya aku berikan kepada orang yang kusayangi.
Aku terus menendang, memukul, atau menarik rambutnya. Semua usaha aku lakukan agar bisa terbebas dari manusia biadap di depanku. Sikap berontakku yang memukul-mukul tubuh itu sepertinya tak banyak berimbas. Dia semakin liar dengan melepas paksa pakaianku. Aku yakin kini seragam kerjaku sudah koyak dan robek di sana-sini, tetapi tanganku masih berusaha menahannya.
"Tu-an, lepaskan aku! To-long!"
Aku terus mengiba dengan deraian air mata. Pakaianku sudah menghilang entah ke mana. Pria itu terus saja memaksakan kehendaknya kepadaku. Rasa jijik ketika tangannya mulai merayap, menelusuri permukaan tubuhku membuatku hina. Aku ingin segera terlepas darinya, tetapi bagaimana?
Aku masih belum sepenuhnya menyerah. Kukerahkan semua tenagaku untuk terlepas dari tubuh kekar itu. Tubuh yang terasa panas dan keras. Mungkin, jika wanita lain akan terpesona dengan tubuh atletis seperti ini. Namun, hal itu tidak terjadi kepadaku. Aku jijik. Aku membencinya.
Dia terus saja menyebut nama Rena. Entah Rena siapa? Aku takut jika lelaki ini sudah beristri dan Rena adalah istrinya. Dia dalam kondisi tidak sadar. Ya, Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
"Tuan, kumohon!"
Dia tidak peduli. Hingga semuanya telah berakhir di sana. Bayangan hancurnya masa depanku sudah tergambar di depan mata. Tangisku tiada guna, semuanya sia-sia.
Malam itu, tepat di awal bulan Oktober yang mana usiaku bertambah satu tahun justru merupakan awal dari kehancuran hidupku. Jeritanku, penolakanku, dan segala perlawananku berakhir sudah.
Semuanya telah selesai. Aku kalah. Aku ternoda. Ya, Tuhan, apa salahku?
Lelaki itu ambruk menimpa tubuhku setelah merenggut kesucianku. Meninggalkan bekas luka mendalam yang tidak mungkin bisa terobati. Kehormatan sebagai seorang wanita yang selama ini susah payah kujaga telah hancur hanya dalam waktu semalam oleh lelaki yang sama sekali tidak aku kenal.
Peluh di badannya terasa basah melekat di kulitku. Aku ingin pergi menjauh, tetapi tidak kuat menyingkirkan tubuh serta lengan kekar itu. Ragaku rasanya terbelah, remuk redam, merasakan sakit luar biasa. Aku tak sanggup meluapkan emosi. Hanya isakan tangis dengan deraian air mata yang menemani malam kelamku hari ini. Malam yang seharusnya adalah malam spesial di hari ulang tahunku justru ternoda dengan luka dan kehancuran hidupku sendiri.
Aku Alea. Dan ini adalah kisahku.
...***...
Selamat Datang di karya keenamku.
Ini adalah kisah anak kedua Sean dan Salwa. Anak pertamanya masih bingung di letak di mana. Hihihi 😁
Btw, karya ini juga yg sudah 2 kali ikut lomba dan berakhir ditolak oleh Noveltoon. Entah nanti kontrak atau enggak, tergantung antusias pembaca. Mohon dukungannya ya agar bisa cepat turun kontrak dr platform.
Terima kasih sebelumnya.
Selamat membaca. Semoga terhibur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sri Ningrahayu
lanjut
2024-04-09
1
Dede Karlina
lanjut
2023-12-02
0
sakura
...
2023-09-27
1